Sabtu, 18 Februari 2017

HENTI JANTUNG MENDADAK



Pengertian Henti Jantung Mendadak

Henti jantung mendadak atau sudden cardiac arrest adalah kondisi dimana detak jantung mendadak berhenti, mengakibatkan penderitanya tidak dapat bernapas dan kehilangan kesadaran. Kondisi ini sangat membahayakan karena dapat menyebabkan cacat hingga kematian dalam hitungan menit jika tidak cepat ditangani.

Henti jantung mendadak terjadi tanpa peringatan. Hal ini disebabkan oleh gangguan arus listrik (electrical impulses) dalam jantung sehingga menghambat aktivitas pemompaan darah dan menghentikan sirkulasi darah dalam tubuh.

Kondisi ini berbeda dengan serangan jantung, di mana aliran darah menuju sebagian sisi jantung terhambat. Namun, serangan jantung ini juga dapat memicu gangguan aliran listrik dan mengakibatkan seseorang terserang mendadak.

Penyebab Henti Jantung Mendadak

Penyebab utama henti jantung mendadak adalah aritmia (kelainan ritme jantung) yang terjadi karena gangguan pada pusat pembangkit listrik (sinus node) jantung. Sinus node berfungsi sebagai pengatur aliran listrik dalam jantung yang membantu mengontrol ritme dan proses pemompaan. Jika terjadi masalah, otomatis ritme jantung menjadi tidak teratur sehingga kemampuan jantung untuk memompa darah pun akan terganggu. Terdapat dua jenis artimia yang bisa terjadi:

·         Fibrilasi ventrikel.

Ini adalah kondisi di mana ventrikel (serambi bawah jantung) bergetar berlebih dan mengganggu ritme Hal ini melemahkan atau bahkan menghentikan kemampuan jantung memompa darah, sehingga dapat mengakibatkan kematian mendadak pada penderitanya.

·         Fibrilasi atrium.

Kondisi ini terjadi saat atrium (bilik atas jantung) berhenti memompa darah saat sinus node yang terletak pada atrium kanan tidak mengirim aliran listrik yang mencukupi ke bagian jantung lainnya.

Selain itu, ada juga serangkaian penyebab lainnya yang memicu terjadinya henti jantung mendadak, meliputi:

·         Penyakit jantung koroner.

Penyakit ini sering menjadi pemicu terjadinya henti jantung mendadak, khususnya pada penderita di atas umur 35 tahun yang memiliki masalah jantung. Pada penyakit jantung koroner, aliran darah menuju jantung akan terhambat, sehingga jantung kesulitan untuk menghantarkan aliran listrik.

·         Lemah jantung (Kardiomiopati).

Saat otot melebar atau mengalami kelainan, jantung akan melemah dan mengakibatkan seluruh proses pemompaan terganggu.

·         Penyakit sindrom Long QT atau sindrom.

Kondisi atau sindrom kelainan pada aliran listrik jantung ini dapat membuat ritme jantung menjadi tidak beraturan.

·         Sindrom marfan.

Penyakit genetik yang menyerang jaringan tubuh ini dapat mengakibatkan beberapa bagian dari jantung tertekan dan melemah.

·         Kelainan sejak lahir.

Walau kelainan sudah ditangani atau dioperasi, penderita masih sangat rentan terserang secara mendadak.

Risiko mengalami henti jantung mendadak juga akan meningkat jika seseorang memiliki kebiasaan atau sedang dalam tahap tertentu, seperti:

·         Merokok.

·         Minim gerakan atau olahraga.

·         Tekanan darah tinggi (hipertensi).

·         Obesitas.

·         Memiliki riwayat penyakit jantung, baik pribadi ataupun keluarga.

·         Sempat mengkonsumsi zat atau pengobatan yang tidak tepat.

·         Kekurangan kalium atau magnesium.

Pada umumnya, henti jantung mendadak sering terjadi pada pria berusia di atas 45 tahun dan wanita di atas 55 tahun. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan penyakit ini dapat menyerang penderita di bawah umur tersebut.

Gejala Henti Jantung Mendadak

Penderita henti jantung mendadak dapat diselamatkan jika mengenali gejala yang timbul secara dini. Beberapa gejala yang mungkin dirasakan penderita meliputi:

·         Pusing.

·         Muntah.

·         Napas pendek.

·         Merasa lemas atau lelah.

·         Merasakan palpitasi jantung (ritme jantung tidak teratur).

Cepat tanggapi dan bantu penderita jika sedang mengalami kondisi seperti:

·         Sakit dada.

·         Nadi tidak terdengar atau dirasakan.

·         Kesulitan bernapas atau berhenti total.

·         Pingsan.

·         Merasa sakit di kedua bahu, punggung, leher, atau rahang.

Pada umumnya, henti jantung mendadak tidak memiliki gejala dan terjadi secara langsung. Segera hubungi dokter atau rumah sakit terdekat jika melihat 1 atau beberapa gejala terjadi pada penderita.
Sambil menunggu, sangat disarankan untuk berada bersama penderita dan membantunya dengan Resusitasi jantung paru (RJP) atau yang dikenal dengan CPR jika dalam kondisi tidak bernapas. Hal ini dapat dilakukan dengan menekan bagian tengah dada secara cepat dan kuat hingga penderita sadar atau hingga bantuan medis tiba. 

Diagnosis Henti Jantung Mendadak

Pada tahap awal, dokter akan bertindak dengan memberi kejut listrik melalui dada menggunakan alat bantu bernama defibrilator untuk menormalisasi ritme jantung, dan memantau ritme tersebut menggunakan elektrokardiogram (EKG) yang dipasang di dada dan kaki.

Jika pasien selamat dari serangan, dokter juga akan melakukan serangkaian tes untuk memeriksa lebih lanjut kondisi jantung dan penyebabnya, seperti: 

·         Tes darah.

Dokter akan mengambil sampel darah pasien untuk melihat kadar kalium, magnesium, hormon, dan zat lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan jantung.

·         X-ray.

Tes radiologi ini membantu dokter memeriksa ukuran dan struktur jantung juga pembuluh darah.

·         Ekokardiogram.

Tes ini membantu mengindentifikasi bagian jantung yang tidak berfungsi dengan baik atau mengalami cacat melalui gelombang suara.

·         Nuclear scan.

Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi aliran darah dalam jantung, menggunakan zat radioaktif bernama talium yang disuntikan dalam pembuluh darah dan dipantau melalui kamera khusus. Tes ini biasanya dilakukan bersama dengan tes tekanan untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal.

·         Tes elektrofisiologi dan pemetaan.

Dengan bantuan pipa lentur kecil yang dilengkapi elektroda bernama kateter, dokter akan memantau ritme jantung melalui berbagai titik aliran listrik.

·         Angiogram.

Dalam tes ini, dokter akan menyuntikan zat pewarna khusus pada pembuluh darah menuju jantung menggunakan kateter. Tes ini dilakukan untuk menandai letak sumbatan dengan bantuan X-ray dan rekaman video.

·         Tes fraksi ejeksi.

Salah satu dampak terbesaar henti jantung mendadak adalah ketidakmampuan jantung memompa darah sesuai dengan kapasitas normalnya. Fraksi ejeksi dilakukan untuk membantu dokter menghitung persentase kemampuan jantung memompa darah (kadar normal 55 – 70%) dan melihat jika terjadi penurunan drastis. Alat bantu seperti MRI scan, CT Scan, kateter, nuclear scan dan ekokardiogram dapat digunakan untuk memenuhi tes ini.

Pengobatan Henti Jantung Mendadak

Penderita henti jantung mendadak harus ditangani secara dini dan hal pertama yang paling disarankan adalah tindakan resusitasi jantung paru/cardiopulmonary resuscitation (CPR). Tindakan ini dilakukan dengan menekan dada secara kuat dan sebanyak 100-120 kali per menit.
 
Posisikan satu tangan di atas dada dan satunya diposisikan tepat di atas tangan pertama, sambil menanyakan jika penderita sudah mulai sadar. Pastikan posisi kedua siku dan bahu Anda lurus agar tekanan menjadi lebih kuat. Lakukan hingga kesadaran mulai terlihat atau sampai tim medis datang. Jika penderita belum kunjung sadar, dokter atau tim medis biasanya akan menggunakan defribrilator untuk memberikan kejut listrik pada jantung hingga ritme jantung kembali normal.

Jika penderita berhasil melewati masa kritis, dokter akan memberikan pengobatan lanjutan untuk meredakan risiko serangan ulang, seperti: 

·         Obat-obatan.

Dokter biasanya akan memberikan obat-obatan saat masa kritis hingga jangka panjang seperti obat anti-aritmia untuk meredakan masalah ritme jantung, beta-antagonis untuk meredakan risiko serangan mendadak berulang, hingga obat pendukung seperti obat penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE Inhibitors), penghambat kalsium, atau amiodarone (Cordarone atau Pacerone). Namun, perlu diingat bahwa obat-obatan ini memiliki efek samping seperti memperburuk kondisi aritmia atau mempercepat ritme jantung. Bicarakan dengan dokter untuk mengetahui pengobatan yang tepat untuk kondisi yang Anda alami.

·         Implantasi defibrillator jantung (ICD).

Saat kondisi pasien mulai stabil, dokter biasanya akan menyarankan untuk dipasangnya alat Implantasi Defibrilator Jantung, alat dengan tenaga baterai yang dipasang pada bagian tulang dada kiri dan disambungkan ke jantung menggunakan selang elektroda untuk memantau ritme jantung. Jika alat ini mendeteksi adanya ritme jantung yang tidak seimbang, kejut ringan hingga berat akan dilepaskan agar ritme kembali seperti semula. Implantasi alat ini dikatakan lebih efektif menekan risiko terjadinya serangan ulang dibanding obat-obatan, namun hanya boleh diberikan sesuai petunjuk dokter.

·         Anggioplasti koroner.

Tindakan ini dilakukan untuk membuka pembuluh darah koroner yang terhambat agar darah dapat mengalir dengan mudah ke jantung dan mengurangi risiko terserang aritmia. Umumnya, dokter akan memasukan selang tipis dan lentur (kateter) ke dalam pembuluh darah kaki hingga ke bagian jantung yang terhambat. Kateter ini dilengkapi dengan balon khusus yang akan mengembang jika terjadi hambatan pada pembuluh darah jantung. Selain itu, dokter mungkin juga akan memasukan alat besi khusus pada arteri agar terus terbuka dan melancarkan aliran darah untuk jangka panjang.       

·         Radiofrequency catheler ablation.

Tindakan ini biasa dilakukan untuk menghambat salah satu jalur listrik pada jantung yang menyebabkan aritmia, dengan memposisikan kateter melalui pembuluh darah hingga titik yang dokter curigai menjadi penyebab terjadinya aritmia.

·         Operasi bypass.

Operasi ini biasa dilakukan untuk membuat suatu saluran baru di atas pembuluh darah yang tersumbat guna mengembalikan aliran darah yang sempat tersumbat. Tindakan ini mampu membantu mengurangi frekuensi terjadinya aritmia.

·         Corrective heart surgery.

Jika penderita mengalami kelainan jantung bawaan, dokter mungkin akan menyarankan untuk melakukan tindakan operasi perbaikan jaringan atau katup jantung untuk melancarkan aliran darah juga ritme jantung dan meredakan risiko terkena serangan mendadak lanjutan dikemudian hari.

·         Olahraga dan perubahan polamakan.

Untuk mendukung pengobatan yang diberikan, dokter mungkin akan menyarankan untuk melakukan jenis olahraga tertentu dan mengubah pola makan sehari-hari agar dapat menguatkan jantung dan terhindar dari bahaya kolestrol atau penyakit mematikan lainnya.

Komplikasi Henti Jantung Mendadak

Seseorang yang mengalami henti jantung mendadak biasanya memiliki peluang tipis untuk kembali pulih dikarenakan otak kekurangan pasokan oksigen dan aliran darah, khususnya jika sudah melewati waktu 8 menit. Jika penderita berhasil melewati tahap kritis, kondisi seperti kerusakan otak mungkin akan terjadi.

Pencegahan Henti Jantung Mendadak

Henti jantung mendadak dapat terjadi pada siapapun, baik yang memiliki riwayat penyakit jantung ataupun tidak. Kondisi ini dapat dicegah dengan serangkaian cara berikut:

·         Hindari merokok.

·         Kurangi konsumsi minuman beralkohol.

·         Selalu aktif berolahraga.

·         Mengkonsumsi makanan yang bergizi.

·         Melakukan pemeriksaan rutin, baik yang berisiko ataupun tidak.

·         Mengkonsumsi obat-obatan secara rutin bagi penderita diabetes, kolestrol dan penyakit pemicu lainnya sambil mengikuti pola makan yang baik.

Bagi yang berisiko, dokter biasanya akan menyarankan berbagai langkah pencegahan seperti mengkonsumsi obat anti-aritmia atau mengimplantasi defibrilator pada jantung. Selain itu, Anda mungkin akan disarankan untuk mempelajari teknik CPR atau penggunaan defibrilator eksternal jika memiliki keluarga dengan penyakit atau kelainan jantung. Hal ini dilakukan untuk meredakan potensi terjadi komplikasi lanjutan hingga kematian.

Para atlet juga berpotensi mengalami henti jantung mendadak walau mereka dalam kondisi prima sebelumnya. Hal ini umumnya disebabkan oleh penyakit atau gejala yang tidak terdiagnosa, seperti jantung lemah atau kardiomiopati. Untuk menghindari hal seperti ini terjadi, sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan rutin agar penangangan dapat dilakukan secara dini jika diperlukan.

Setiap orang perlu mengetahui gejala dan penanganan yang perlu dilakukan agar dapat menyelamatkan diri sendiri juga orang lain. Bicarakan dengan dokter untuk mengetahui kondisi dan cara pencegahan yang tepat sesuai dengan kondisi Anda.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar