Rabu, 21 Juni 2017

TIFUS



Pengertian Tifus

Tifus (tipes) atau demam tifoid adalah penyakit yang terjadi karena infeksi bakteri Salmonella typhi dan umumnya menyebar melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Penyakit yang banyak terjadi di negara-negara berkembang dan dialami oleh anak-anak ini dapat membahayakan nyawa jika tidak ditangani dengan baik dan secepatnya. 

Tifus dapat menular dengan cepat. Infeksi demam tifoid terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi sejumlah kecil tinja yang mengandung bakteri. Pada kasus yang jarang terjadi, penularan terjadi akibat terkena urine yang terinfeksi bakteri.

Gejala Tifus

Pada umumnya, masa inkubasi bakteri penyebab tifus (tipes) adalah 7-14 hari, namun juga bisa lebih pendek, yaitu tiga hari, atau bahkan 30 hari. Ini adalah durasi antara bakteri pertama memasuki jaringan tubuh sampai gejala pertama muncul.

Jika tidak ditangani dengan tepat, kondisi pengidap tifus dapat memburuk dalam beberapa minggu. Bahkan perlu waktu hingga bulanan sebelum tubuh dapat sepenuhnya pulih ditambah dengan meningkatnya risiko berkembangnya komplikasi. Gejala juga dapat muncul kembali karena tidak mendapat pengobatan.

Padahal jika dirawat dengan baik, kondisi pengidap bisa mulai membaik dalam 3-5 hari. Berikut gejala yang umum terjadi begitu Anda terinfeksi:

·         Demam yang dapat meningkat secara bertahap tiap hari di minggu pertama. Demam biasanya meninggi pada malam hari.

·         Otot terasa sakit.

·         Sakit kepala.

·         Merasa sakit atau tidak enak.

·         Pembesaran ginjal dan hati.

·         Kelelahan dan lemas.

·         Berkeringat.

·         Batuk kering.

·         Penurunan berat badan.

·         Sakit perut.

·         Kehilangan nafsu makan.

·         Anak-anak sering mengalami diare, sementara orang dewasa cenderung mengalami kontipasi.

·          Muncul ruam pada kulit berupa bintik-bintik kecil berwarna merah muda.

·         Linglung. Merasa tidak tahu sedang berada di mana dan apa yang sedang terjadi di sekitar dirinya.

Gejala tifus berkembang dari minggu ke minggu, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

·         Minggu pertama.

Gejala-gejala awal di sini perlu diperhatikan, terutama terkait perkembangan suhu badan penderita.

a.       Demam. Awalnya tidak tinggi, kemudian meningkat menjadi 39°C 40°C. Temperatur tubuh dapat naik atau turun di minggu ini.

b.      Sakit kepala.

c.       Lemas dan tidak enak badan.

d.      Batuk kering.

e.       Mimisan.

·         Minggu kedua.

Jika tidak segera ditangani, Anda akan memasuki stadium kedua dengan gejala:

a.       Demam tinggi yang masih berlanjut yang cenderung memburuk di daerah perut dan dada.

b.      Mengigau.

c.       Sakit perut.

d.      Diare atau sembelit parah.

e.       Tinja umumnya berwarna kehijauan.

f.       Perut sangat kembung akibat pembengkakan hati dan empedu.

·         Minggu ketiga.

Temperatur tubuh akan menurun di akhir minggu ketiga, namun jika tidak segera ditangani, komplikasi mungkin akan muncul di tahap ini, seperti:

a.       Pendarahan pada usus.

b.      Pecahnya usus.

·         Minggu keempat.

Suhu demam akan menurun secara perlahan-lahan.

Jika tidak segera ditangani, maka akan muncul gejala-gejala lain, antara lain mengigau dan berbaring kelelahan tanpa gerakan dengan mata setengah tertutup, hingga komplikasi yang membahayakan nyawa. Pada sebagian kasus, gejala dapat kembali muncul dua minggu setelah demam mereda.

Segera konsultasikan kepada dokter jika Anda atau anak Anda mengalami demam tinggi dan beberapa gejala di atas. Ingatlah bahwa walaupun telah menerima vaksin atauimunisasi, seseorang masih berkemungkinan mengidap tifus. Pemeriksaan juga sebaiknya dilakukan jika Anda terserang demam setelah berkunjung ke tempat yang memiliki kasus penyebaran tifus.

Penyebab Tifus

Bakteri penyebab tifus (tipes), Salmonella typhi, masuk ke usus melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi untuk kemudian berkembang biak di dalam saluran cerna. Demam tinggi, sakit perut, sembelit, atau diare  akan timbul ketika bakteri ini telah berkembang biak.

Bakteri ini berkaitan, tapi tidak sama dengan bakteri salmonella yang menyebabkan seseorang keracunan makanan.

Sanitasi buruk adalah penyebab utamapenularan.

Tinja yang mengandung bakteri Salmonella typhi adalah sumber utama penularan tifus. Tinja ini diproduksi oleh orang yang lebih dulu telah terinfeksi. Di negara seperti Indonesia, persebaran bakteri Salmonella typhi biasanya terjadi melalui konsumsi air yang terkontaminasi tinja yang terinfeksi tersebut.

Dampak yang sama terjadi pada makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi. Kondisi ini terutama disebabkan oleh buruknya sanitasi dan akses mendapatkan air bersih.

Bakteri ini juga dapat menyebar jika orang yang telah terinfeksi bakteri tidak mencuci tangan sebelum menyentuh atau mengolah makanan. Penyebaran bakteri terjadi ketika ada orang lain yang menyantap makanan yang tersentuh tangan pengidap.

Orang yang menyantap makanan olahan pengidap juga akan terinfeksi jika pengolah tidak mencuci tangannya setelah buang air kecil karena penularan juga dapat terjadi dari urine pengidap bakteri, meski cara ini memang lebih jarang terjadi.

Beberapa situasi berikut juga dapat menjadi penyebab penyebaran tifus: 

·         Mengonsumsi seafood dari air yang terkontaminasi urin dan tinja terinfeksi.

·         Mengonsumsi sayur-sayuran yang menggunakan pupuk yang terdiri dari kotoran manusia yang terinfeksi.

·         Mengonsumsi produk susu yang telah terkontaminasi.

·         Menggunakan toilet yang terkontaminasi bakteri. Anda akan terinfeksi jika menyentuh mulut sebelum mencuci tangan setelah buang air.

·         Melakukan seks oral dengan pembawa bakteri Salmonella typhi.

Jika tidak segera diobati, Salmonella typhi akan menyebar ke seluruh tubuh dengan memasuki pembuluh darah. Gejala tifus akan memburuk jika bakteri telah menyebar ke luar sistem pencernaan.

Selain itu, bakteri yang menyebar dapat merusak organ dan jaringan dan menyebabkan komplikasi serius. Kondisi yang paling umum terjadi adalah pendarahan internal atau usus bocor.

Diagnosis Tifus

Di Indonesia, pemeriksaan Widal (uji serologi untuk mendeteksi keberadaan bakteri salmonella) masih banyak dilakukan untuk menentukan diagnosis. Walau demikian, interpretasi hasil tes Widal harus hati-hati. Hal ini dikarenakan pada daerah endemis, seperti di Indonesia, semua orang sudah pernah terpapar Salmonella thyphosa. Secara alami, tubuh telah membentuk antibodi terhadap bakteri ini. Itu sebabnya, ketika pemeriksaan Widal dilakukan, antibodi dalam tubuh akan memberi reaksi positif. Namun ini bukan berarti Anda positif mengidap tifus. Walau demikian, tes ini sangat membantu terutama di daerah yang tidak memiliki tes diagnostik yang lebih canggih dan mahal.

Selain tes Widal, terdapat juga tes yang lebih cepat dan akurat mendeteksi tifus, yaitu tes TUBEX.

Tes imunologi ini dilakukan menggunakan partikel berwarna untuk meningkatkan sensitivitas.

Tifus juga didiagnosis dengan menganalisis sampel darah, tinja, atau urine di laboratorium. Selain pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, akurasi diagnosis juga dapat dilakukan dengan memeriksa sampel cairan tulang belakang. Namun tes ini hanya digunakan jika pemeriksaan lain tidak mendatangkan hasil yang meyakinkan. Waktu yang panjang dan rasa sakit yang ditimbulkan membuat tes ini lebih jarang dilakukan.

Jika Anda positif mengidap tifus, ada baiknya untuk turut memeriksakan anggota keluarga lain demi mendeteksi kemungkinan penularan.

Pengobatan Tifus

Terapi antibiotik adalah cara paling efektif dalam menangani tifus dan harus diberikan sesegera mungkin. Sampel darah, tinja, dan urine Anda akan diperiksa di laboratorium untuk menentukan jenis antibiotik yang tepat untuk diberikan. Selain itu, obat penurun demam juga dapat diberikan untuk menurunkan suhu tubuh. Perawatan tifus (tipes) dapat dilakukan di rumah sakit, tapi jika lebih cepat terdeteksi dan gejala masih ringan, Anda dapat menjalani perawatan di rumah.

·         Pengobatan  tifus di rumah sakit.

Umumnya orang yang terdiagnosis tifus pada stadium awal membutuhkan 1-2 minggu pengobatan dengan tablet antibiotik yang diresepkan.  Meski tubuh akan mulai membaik setelah 2-3 hari mengonsumsi antibiotik, sebaiknya jangan menghentikan konsumsi sebelum antibiotik habis. Ini penting untuk memastikan agar bakteri benar-benar hilang dari tubuh.

Meski begitu pemberian antibiotik untuk mengobati tifus mulai menimbulkan masalah tersendiri di negara-negara di Asia Tenggara. Beberapa kelompok Salmonella typhi menjadi kebal terhadap antibiotik. Beberapa tahun terakhir, bakteri ini juga menjadi kebal terhadap antibiotik golongan kloramfenikol, ampicillin dan trimotheprim-silfamethoxazole.

Segera konsultasikan dengan dokter jika kondisi Anda memburuk saat menjalani perawatan di rumah. Pada sebagian kecil pengidap, penyakit ini dapat saja kambuh lagi. Agar tubuh segera pulih dan mencegah risiko tifus datang lagi, pastikan Anda menjalani langkah-langkah sederhana berikut ini:

a.       Istirahat cukup.

b.      Makan teratur. Anda dapat makan sesering mungkin dalam kadar sedikit dibandingkan jika makan dengan porsi besar sebanyak tiga kali sehari.

c.       Minum banyak air putih.

d.      Cuci tangan teratur dengan sabun dan air hangat untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi.

·         Bakteri menetap dalam tubuh.

Beberapa orang yang telah pulih sudah tidak menunjukkan gejala-gejala tifus, namun mereka dapat tetap mengidap bakteri Salmonella typhi dalam saluran usus mereka selama bertahun-tahun.  Sekitar 5 persen pengidap tifus yang tidak menjalani pengobatan yang cukup tetapi kemudian pulih, akan terus membawa bakteri ini di dalam tubuhnya. Tanpa mereka sadari, para pembawa ini bisa membuat orang lain terinfeksi melalui tinja mereka.

Umumnya orang-orang ini juga dapat segera kembali bekerja atau bersekolah. Namun beberapa profesi perlu mendapat perhatian  khusus. Mereka disarankan untuk memastikan bahwa tubuhnya tidak lagi memiliki bakteri Salmonella typhi sebelum kembali ke aktivitas sehari-sehari. Profesi yang berisiko ini, antara lain: 

a.       Orang yang pekerjaannya berhubungan dengan pengolahan dan penyiapan makanan.

b.      Perawat yang sering berhadapan atau mengurus orang yang rentan sakit.

c.       Pengasuh balita atau perawat lansia.

·         Pengobatan tambahan saat tifus kambuh.

Sebagian orang mengalami gejala tifus yang kembali kambuh sepekan setelah pengobatan antibiotik selesai dijalani. Biasanya dokter akan kembali meresepkan antibiotik meski gejala-gejala yang dirasakan tidak separah sebelumnya.

Jika setelah menjalani pengobatan ternyata hasil tes tinja menemukan bahwa Anda masih mengidap bakteri Salmonella typhi, Anda mungkin akan disarankan untuk menjalani 28 hari pengobatan antibiotik kembali untuk membersihkan sisa-sisa bakteri. Ini untuk mengurangi potensi Anda menjadi pembawa bakteri tifus jangka panjang.

Selama Anda masih terdiagnosis terinfeksi, sebaiknya hindari aktivitas mengolah makanan. Selain itu pastikan Anda mencuci tangan setelah buang air.

Komplikasi Tifus

Sekitar 10 persen pengidap tifus (tipes) menderita komplikasi. Komplikasi terjadi ketika pengidap tifus terlambat atau tidak diobati dengan antibiotik yang tepat. Komplikasi terjadi rata-rata tiga minggu setelah infeksi. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah sistem pencernaan yang mengalami pendarahan internal dan infeksi yang menyebar ke jaringan sekitarnya hingga mengakibatkan usus atau sistem pencernaan pecah.

·         Gejala pendarahan dalam.

Pengidap tifus yang mengalami pendarahan dalam biasanya merasakan gejala-gejala seperti merasa lelah sepanjang waktu, sesak napas, muntah darah, kulit pucat, denyut jantung tidak teratur, dan tinja berwarna hitam pekat.

Umumnya pendarahan dalam akibat tifus tidak mengancam nyawa. Meski demikian, transfusi darah mungkin dibutuhkan untuk mengganti hilangnya darah dari tubuh. Operasi juga mungkin diperlukan untuk memperbaiki kerusakan pada daerah pendarahan.

·         Luka pada dinding system pencernaan.

Perforasi terjadi ketika dinding sistem pencernaan terluka dan sebuah lubang pun terbentuk sehingga isi sistem pencernaan dapat tertumpah ke rongga perut. Tidak seperti kulit, lapisan perut bernama peritoneum tidak memiliki mekanisme pertahanan untuk melawan infeksi. Maka nyawa pasien akan terancam ketika bakteri penyebab tifus menyebar hingga ke perut dan menginfeksi peritoneum. Kondisi ini dikenal sebagai peritonitis.

Peritonitis adalah penyakit yang gawat karena peritoneum biasanya steril dan bebas dari kuman. Dalam situasi ini, infeksi dapat menyebar dengan cepat melalui darah ke berbagai organ lainnya. Infeksi ini dapat mengakibatkan berbagai organ berhenti berfungsi, bahkan membawa kematian jika tidak segera ditangani.

Tanda utama perforasi adalah sakit perut  yang tidak tertahankan. Gejala lain adalah infeksi dalam darah (sepsis), mual dan muntah.  Di rumah sakit, pengidap peritonitis akan diobati dengan suntikan antibiotik sebelum dioperasi untuk menutup lubang pada dinding usus.

Pencegahan Tifus

Vaksinasi tifus (tipes) di Indonesia termasuk dalam jadwal imunisasi anak. Vaksinasi ini sangat dianjurkan untuk diberikan kepada anak berusia dua tahun untuk selanjutnya diulangi tiap tiga tahun sekali. Pemberian vaksin juga idealnya diberikan sebulan sebelum Anda berkunjung ke tempat yang merupakan endemi tifus.

Beberapa reaksi dan efek samping yang mungkin muncul dan dirasakan setelah pemberian vaksin tifus, yaitu:

·         Rasa sakit dan kemerahan atau bengkak di sekeliling area suntikan.

·         Mual.

·         Pusing.

·         Sakit perut.

·         Diare.

Meski demikian, pemberian vaksin tifoid tidak membuat tiap orang yang divaksin menjadi 100 persen kebal terhadap bakteri ini. Risiko masih tetap ada, meski gejalanya tidak akan separah yang terjadi pada mereka yang belum divaksin.

Langkah Pencegahan Selain Vaksin

Terkait dengan negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, adalah daerah endemi tifus. Penyakit ini umumnya terjadi di negara-negara dengan kebersihan dan sanitasi buruk. Selain Asia, negara-negara di Amerika Selatan dan Tengah, Timur Tengah, serta Afrika juga merupakan daerah dengan tingkat kasus tifus yang tinggi.

Sayangnya di negara-negara berkembang, penyakit ini tumbuh subur seiring meningginya tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotik untuk mengobati tifus. Ini mengakibatkan beberapa antibiotik sudah tidak mampu melawan tifus. Diperlukan penyusunan dan penyebaran terhadap daftar obat-obatan yang sudah tidak efektif agar pasien mendapat pengobatan yang tepat.

Untuk mencegah penyakit ini, vaksinasi tifus harus dipadukan dengan perbaikan sanitasi dan penyediaan air bersih, serta kebiasaan hidup sehat. Perhatikan hal-hal berikut ini untuk menghindari risiko tertular tifus: 

·         Cuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan dan minuman, serta setelah buang air atau membersihkan kotoran, misalnya saat mencuci popok kain. Gunakan hand-sanitizer jika tidak tersedia air untuk mencuci tangan.

·         Jika Anda akan bepergian ke tempat yang memiliki kasus penyebaran tifus, sebaiknya pastikan air yang akan diminum sudah direbus dengan baik terlebih dulu.

·         Jika harus membeli minuman, sebaiknya minum air dalam kemasan.

·         Minimalkan konsumsi makanan yang dijual di pinggir jalan karena mudah terpapar bakteri.

·         Hindari es batu dalam minuman Anda. Juga sebaiknya hindari membeli dan mengonsumsi es krim yang dijual di pinggir jalan.

·         Hindari konsumsi buah dan sayuran mentah, kecuali Anda mengupas atau mencucinya sendiri dengan air bersih.

·         Batasi konsumsi makanan boga bahari (seafood), terutama yang belum dimasak.

·         Sebaiknya gunakan air matang untuk menggosok gigi atau berkumur, terutama jika Anda sedang berada di tempat yang tidak terjamin kebersihan airnya.

·         Bersihkan toilet secara teratur. Hindari bertukar barang pribadi, seperti handuk, sprei, dan alat mandi. Cuci benda-benda tersebut secara terpisah di dalam air hangat.

·         Hindari konsumsi susu yang tidak terpasteurisasi.

·         Bawalah selalu antibiotik yang telah diresepkan dokter dan ikutilah petunjuk yang telah diberikan. Pengobatan antibiotik harus dilakukan hingga periode pengobatan berakhir untuk mencegah resistensi obat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar