Senin, 17 April 2017

PHEOCHROMOCYTOMA



Pengertian Pheochromocytoma

Pheochromocytoma (PCC) adalah tumor jinak yang berkembang dari sel-sel kromafin (chromaffin), yang terdapat di bagian tengah kelenjar adrenal (medula adrenalis). Tumor ini menyebabkan pembentukan hormon-hormon katekolamin yang berlebihan.

Manusia memiliki dua kelenjar adrenal yang berlokasi tepat di atas kedua ginjal. Kelenjar ini memproduksi hormon-hormon katekolamin (adrenalin dan noradrenalin) yang mengatur fungsi dasar tubuh, seperti tekanan darah, denyut jantung, kadar gula darah, tingkat metabolisme, daya tahan tubuh, dan respon terhadap stres.

Saat PCC tumbuh dalam kelenjar adrenal, produksi hormon katekolamin akan meningkat dan menyebabkan hipertensi, peningkatan denyut jantung, dan sebagainya. Apabila tidak ditangani, kondisi ini dapat merusak jantung maupun organ tubuh lainnya, serta dapat menyebabkan kematian.

Selain PCC, ada juga jenis tumor lain yang memproduksi hormon katekolamin namun terletak di luar kelenjar adrenal, yaitu paraganglioma.

PCC dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun paling banyak ditemukan pada usia antara 20 – 50 tahun.
 
Penyebab Pheochromocytoma

Hingga saat ini dokter belum mengetahui penyebab utama terjadinya pheochromocytoma, namun yang diketahui adalah lokasi terdapatnya tumor pada sel kromafin.

Sebanyak 30 persen kasus PCC disebabkan oleh faktor genetik. Beberapa kelainan genetik yang dapat menyebabkan PCC di antaranya adalah sindrom neoplasia endokrin multipel tipe 2, neurofibromatosis tipe 1, sindrom paraganglioma, dan penyakit Von Hippel-Lindau. Selain itu, terdapat kasus PCC yang terjadi secara sporadik, tanpa adanya faktor atau kelainan genetik apa pun. 

Gejala Pheochromocytoma

Seseorang dapat merasakan gejala pheochromocytoma berulang kali dalam sehari atau dalam hitungan bulan. Tingkat keparahan gejala yang dirasakan pun akan naik seiring waktu. Gejala yang umumnya dialami adalah:

·         Sakit kepala hebat.

·         Berkeringat secara berlebih.

·         Berdebar-debar (palpitasi).

·         Tremor.

·         Hipertensi.

·         Wajah memucat.

·         Napas pendek.

·         Merasa lemas.

·         Mual.

·         Konstipasi.

·         Gelisah.

·         Nyeri di atas perut (nyeri epigastrium).

·         Nyeri pinggang (flank pain).

·         Berat badan menurun.

Beberapa penyebab yang dapat mencetuskan timbulnya gejala pada PCC adalah:

·         Kekurangan pasokan oksigen (hipoksia) pada kelenjar adrenal.

·         Mengonsumsi obat-obatan tertentu secara berlebihan, seperti: dekongestan, monoamine oxidase inhibitor atau MAOI.

·         Menghentikan pemakaian obat-obat tertentu secara mendadak, misalnya: obat tekanan darah tinggi.

·         Mengonsumsi makanan yang mengandung tiramin berlebih, seperti keju, bir, anggur, daging asap, alpukat, pisang, acar ikan, dan kacang fava.

·         Cemas, stres.

·         Kelelahan.

·         Perubahan posisi tubuh.

·         Melahirkan.

·         Cedera pada saraf tulang belakang.

Diagnosis Pheochromocytoma

Pada tahap awal, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menanyakan tentang gejala yang dirasakan, obat-obatan yang sedang dikonsumsi, serta riwayat penyakit pasien dan keluarga. Setelah itu baru dilakukan pemeriksaan pendukung lainnya, seperti:

·         Tes urin.

Pasien akan diminta untuk mengambil sampel urin setiap berkemih selama 24 jam untuk diperiksa kadar hormon katekolamin total, metanephrine, dan vanillylmandelic acid (VMA).

·         Tes darah.

Untuk memeriksa kadar gula darah, kalsium, hemoglobin, serta kadar katekolamin dan metanephrine plasma.

·         Pemindaian.

Seperti MRI dan CT Scan, Positron Emission Tomography (PET Scan), atau M-iodobenzylguanidine (MIBG Scan). Pemindaian juga berguna untuk melihat potensi keganasan pada tumor.

·         Pemeriksaan genetik.

Untuk memastikan apakah PCC yang ada pada diri pasien disebabkan oleh faktor genetik. Pemeriksaan ini juga dapat membantu keluarga pasien mengetahui adanya resiko terkena penyakit yang sama, khususnya bila ada rencana untuk memiliki anak, agar dapat dipantau sejak dini.

Pengobatan Pheochromocytoma

Operasi kerap menjadi pilihan utama untuk mengangkat tumor PCC dari kelenjar adrenal. Sebelum operasi, pasien akan diberikan obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah, seperti:

·         Obat-obatan alfa bloker.

Untuk mencegah hormon nonadrenalin menstimulasi kontraksi pembuluh darah arteri dan pembuluh darah kecil. Efek samping yang mungkin terjadi meliputi denyut jantung tidak teratur, mudah lelah, pusing, pembengkakan pada kaki, masalah penglihatan, disfungsi ereksi.

·         Obat-obatan beta bloker.

Bekerja dengan cara menghalangi pengikatan hormon adrenalin, sehingga fungsinya ditekan. Efek samping yang mungkin terjadi meliputi pusing, sakit perut, mudah lelah, mual, konstipasi, diare, denyut jantung tidak beraturan, kesulitan bernapas, hingga pembengkakan pada kaki.

·         Obat penghambat saluran kalsium (Calcium channel blocker).

Menurunkan tekanan darah dengan cara mencegah kalsium masuk ke sel-sel pada dinding pembuluh darah dan jantung. Efek samping yang mungkin terjadi meliputi pusing, mual, konstipasi, pembengkakan pada kaki, hingga kemerahan dan ruam pada kulit.

Jika tumor PCC bersifat ganas, pengobatan tambahan seperti kemoterapi, terapi target, dan terapi radionuklida atau radioisotop, akan dilakukan untuk mencegah pertumbuhan dan penyebaran kanker.

Operasi pengangkatan PCC bisa dilakukan baik dengan bedah laparoskopik maupun bedah terbuka. Pemulihan pada bedah laparoskopik lebih cepat dibanding pada bedah terbuka, namun bedah laparoskopik hanya bisa dilakukan apabila ukuran tumor kurang dari 6 cm.

Pengangkatan dilakukan pada kelenjar adrenal yang bermasalah saja, secara utuh. Kelenjar yang masih sehat nantinya akan menggantikan fungsi kelenjar yang sudah diangkat. Namun apabila kelenjar adrenal hanya tersisa satu, maka pengangkatan hanya pada bagian yang bermasalah saja dengan menyisakan jaringan kelenjar yang masih sehat. 

Komplikasi Pheochromocytoma

Komplikasi utama pheochromocytoma adalah tekanan darah tinggi. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya dan mengakibatkan:

·         Stroke.

·         Penyakit jantung.

·         Berdebar-debar.

·         Gagal ginjal.

·         Kerusakan saraf mata.

·         Gangguan pernapasan akut.

Komplikasi juga berisiko terjadi pada saat atau sesudah operasi, karena adanya perubahan mendadak pada kadar hormon katekolamin dalam tubuh. Komplikasi yang dapat terjadi pada saat operasi adalah terjadinya krisis hipertensi atau krisis hipotensi dan irama jantung yang tidak teratur.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar