Minggu, 18 Desember 2016

DISPAREUNIA



Pengertian Dispareunia

Dispareunia adalah rasa nyeri yang terjadi saat hubungan seksual, diakibatkan oleh faktor medis atau psikologis. Meski keluhan ini umumnya dikeluhkan oleh kaum wanita, namun beberapa pria juga mengeluhkan hal yang sama.

Dispareunia dianggap sebagai keluhan yang cenderung lebih merupakan masalah fisik ketimbang masalah emosional, kecuali bila memang sudah dapat dibuktikan dengan jelas. Pada sebagian besar kasus, dispareunia terutama berawal dari gangguan fisik. Bentuk ekstrim dari kelainan fisik yang menyebabkan dispareunia adalah kontraksi otot dasar panggul wanita secara berlebihan yang disebut sebagai vaginismus.

Merujuk konsensus DSM-IV (American Psychiatric Association 1994), diagnosis dispareunia ditegakkan bila pasien mengeluhkan adanya nyeri genitalia yang bersifat menetap atau berulang sebelum, selama atau setelah melakukan hubungan seksual dan tidak disebabkan oleh karena vagina yang kering atau vaginismus.

Secara klinis sulit untuk membedakan vaginismus dengan dispareunia oleh karena vaginismus sendiri dapat terjadi secara sekunder akibat dispareunia. Perlu diketahui bahwa vaginismus ringan seringkali disertai dengan dispareunia.

Penting dipastikan apakah keluhan dispareunia sudah merupakan keluhan yang dirasakan sejak awal kehidupan seksual, merupakan keluhan yang terus menerus atau bersifat situasional. Hal yang perlu ditentukan adalah apakah nyeri yang terjadi terasa di bagian luar (superfisial) atau di bagian dalam (profunda). Rasa nyeri sudah dapat terjadi saat pemeriksaan fisik berupa ‘vaginal toucher’, terdapatnya faktor psikologi yang berperan dalam keluhan rasa nyeri ini harus sudah ditentukan sebelum memberikan terapi.

Gangguan yang umumnya dialami lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki ini bisa dipicu oleh faktor medis atau psikologis. Pengobatan dispareunia dilakukan berdasarkan penyebab yang mendasari gangguan ini.

Penyebab Dispareunia

Penyebab dispareunia yang dirasakan di awal persetubuhan dapat disebabkan oleh hal yang berbeda dengan yang dirasakan ketika sedang berhubungan seksual dan dapat dikaitkan juga dengan faktor emosional. Berikut adalah penjabarannya:

1.      Rasa sakit di awal hubungan seksual atau penetrasi dapat dikaitkan dengan beberapa faktor, yaitu:

a.       Terdapat peradangan atau gangguan pada kulit.

Kondisi athropic vaginitis (penipisan lapisan vagina akibat pasca menopause) atau terdapat eksim di daerah kemaluan. Gangguan kulit bernama lichen planus, dan lichen sclerosus yang mengubah lingkungan sekitar vagina juga diduga dapat menyebabkan dyspareunia.

b.      Adanya infeksi pada organ tertentu.

Seks yang menyakitkan dapat juga mengindikasikan adanya infeksi di area kemaluan atau saluran kemih.

c.       Kurangnya lubrikasi atau pelumas.

Pemanasan sebelum berhubungan seksual dapat mengurangi kondisi vagina kering dan bermanfaat membuat hubungan seksual terasa lebih bergairah serta mengurangi rasa sakit. Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit dapat mengurangi pelumas, seperti obat tekanan darah tinggi, antidepresi, penenang, antihistamin, dan beberapa jenis pil KB. Selain seks yang menyakitkan, berkurangnya pelumas dapat berdampak akibat penurunan estrogen paska menopause, melahirkan, atau selama masa menyusui.

d.      Adanya cidera atau efek pembedahan.

Cedera, trauma, atau iritasi akibat kecelakaan, sunat pada perempuan, bedah panggul, atau luka akibat pembesaran saluran lahir saat proses melahirkan (episiotomi).

e.       Vaginismus.

Gangguan berupa kontraksi yang dialami oleh otot dinding vagina dapat menyebabkan penetrasi yang menyakitkan.

f.       Kelainan bawaan semenjak lahir.

Adanya kelainan berupa vagina yang tidak terbentuk secara utuh semenjak dilahirkan, disebut dengan vaginal agenesis, atau tumbuhnya membran yang menghalangi bukaan vagina (imperforate hymen).

2.      Rasa sakit pada tubuh ketika terjadi penetrasi lebih dalam. Kondisi ini biasa dikaitkan dengan posisi ketika berhubungan seksual, bisa disebabkan oleh:

a.       Dampak pembedahan atau prosedur medis tertentu.

Seperti terapi radiasi, kemoterapi, bedah panggul, dan prosedur pengangkatan rahim atau histerektomi yang dapat menyebabkan nyeri saat berhubungan.

b.      Penyakit kondisi medis tertentu.

Misalnya penyakit peradangan panggul, kista rahim, wasir, endometriosis, sindrom iritasi usus, fibroid rahim, dan turunnya uterus/rahim turun.

3.      Faktor emosional turut memberi dampak dalam berhubungan seksual dan bisa dikaitkan dengan berbagai rasa sakit yang muncul ketika melakukannya. Beberapa faktor emosional yang bisa dikaitkan, antara lain:

a.       Tingkat stres yang sedang dialami.

Stres dapat menyebabkan tegangnya otot panggul sehingga memicu rasa sakit ketika berhubungan seksual.

b.      Gangguan psikologis.

Seperti depresi, cemas akan penampilan fisik, gelisah berkepanjangan, ketakutan dalam menjalin hubungan atau keintiman dapat menurunkan gairah dan berujung kepada kemunculan rasa tidak nyaman atau sakit.

c.       Pernah mengalami pelecehan seksual.

Walau bukan faktor pemicu yang ditemui pada sebagian besar penderita dispareunia perempuan, namun pelecehan seksual dapat menjadi faktor risiko bagi sebagian perempuan yang pernah mengalaminya.

Dispareunia juga dapat terpicu oleh trauma rasa sakit yang terulang ketika akan melakukan hubungan seksual sehingga memicu kontraksi otot panggul yang menjadi penyebab rasa sakit. Maka dari itu, sulit untuk memastikan faktor psikologis penyebab kondisi ini.

Dispareunia juga bisa terjadi pada seseorang yang belum pernah atau tidak memiliki pengalaman berhubungan seksual, khususnya jika pasangan juga tidak memiliki pengalaman tersebut. Faktor risiko lainnya terjadi pada seseorang yang akan atau sudah memasuki masa menopause.

Pada pria, dispareunia umumnya dirasakan di kelenjar yang berada di sekitar penis dan testis beberapa saat setelah terjadi ejakulasi. Penyebab dispareunia pada pria, antara lain: 

1.      Infeksi pada kelenjar prostat, kandung kemih, dan kelenjar vesikula seminalis.

2.      Penderita penyakit kelamin gonore.

3.      Cacat anatomi penis, misalnya pada penyakit Peyronie.

4.      Jaringan parut pada kulup penis akibat infeksi atau peradangan, atau ketika tertarik sehingga menjadi terlalu ketat ketika berhubungan seksual atau masturbasi.

Penderita dispareunia perlu meluangkan waktu secara khusus untuk mengidentifikasi penyebab sebenarnya dari gejala yang dialami. Jika penyebabnya adalah kondisi kesehatan atau gangguan lain pada tubuh, maka dapat dimulai dengan menghindari kegiatan yang menyebabkan rasa sakit atau berkonsultasi dengan dokter.

Gejala Dispareunia

Gejala dispareunia sangat bervariasi dan berbeda antar satu penderita dengan penderita lainnya. Pada wanita, gejala dispareunia dapat dirasakan di permukaan luar daerah kemaluan, vagina, atau pada area yang lebih dalam, yaitu panggul. Berikut adalah tanda-tanda dispareunia yang mungkin dirasakan oleh penderita.

1.      Rasa sakit menyerupai rasa panas atau nyeri.

2.      Rasa sakit yang muncul hanya ketika penetrasi seksual dimulai.

3.      Rasa sakit yang muncul tiap terjadi penetrasi, bahkan ketika memasukkan tampon ke dalam vagina.

4.      Rasa sakit di dalam yang muncul ketika melakukan gerakan mendorong saat berhubungan seksual.

5.      Rasa sakit yang muncul setelah melakukan hubungan seksual yang tidak terasa sakit.

6.      Rasa sakit seperti berdenyut yang bertahan hingga berjam-jam setelah berhubungan seksual.

Diagnosis Dispareunia

Evaluasi medis dari dokter untuk mendapatkan diagnosis dispareunia adalah dengan mewawancarai penderita (anamnesa) mengenai gejala, sejarah kesehatan, dan evaluasi terkait lain. Dokter akan bertanya apakah rasa sakit dirasakan pada semua jenis posisi seks atau tidak, lokasi rasa sakit, serta sejarah hubungan seksual, prosedur operasi, dan pengalaman bersalin yang pernah dilalui.

Pemeriksaan pada area panggul akan dilakukan untuk mendeteksi jika terdapat gangguan, seperti infeksi atau peradangan, iritasi kulit atau gangguan pada anatomi tubuh dan lokasi rasa sakit. Tekanan ringan di area kemaluan dan otot panggul dapat mendeteksi rasa sakit yang umumnya dialami penderita dispareunia.

Pemeriksaan pada area vagina juga mungkin dilakukan menggunakan sebuah alat yang bernama spekulum untuk membuka dinding vagina. Penderita dispareunia biasanya akan merasa sakit walau prosedur ini dilakukan dengan perlahan-lahan sehingga wajar untuk meminta dokter menghentikan prosedur jika dirasa sangat menyakitkan. Selain spekulum, pemeriksaan panggul dapat dilakukan menggunakan ultrasound. 

Pengobatan Dispareunia

Dispareunia diobati sesuai dengan penyebab yang mendasarinya. Jika pemicu rasa sakit ketika berhubungan seksual adalah kurangnya pelumas yang diakibatkan oleh rendahnya hormon estrogen, maka obat-obatan yang akan diberikan adalah yang berfungsi meningkatkan hormon estrogen. Sebuah obat salep estrogen untuk area vagina atau obat minum mungkin akan direkomendasikan kepada penderita dispareunia perempuan.

Obat lain yang mungkin diberikan kepada penderita dispareunia sesuai dengan pemicunya, misalnya adalah:

1.      Obat anti jamur, jika penyebab dispareunia adalah infeksi jamur di area vagina.

2.      Antibiotik, jika penyebabnya dispareunia adalah infeksi saluran kemih atau penyakit menular seksual.

3.      Krim steroid, jika penyebabnya dispareunia adalah penyakit lichen planus atau lichen sclerosus.

Selain obat-obatan, prosedur operasi dapat menjadi pertimbangan pilihan pengobatan dispareunia pada penderita yang mengidap endometriosis juga. Prosedur operasi dilakukan untuk mengangkat massa di panggul atau bagian yang terinfeksi, jaringan parut, atau memperbaiki kondisi rahim terbalik yang menjadi pemicu dispareunia.

Beberapa jenis terapi berikut juga tersedia bagi penderita dispareunia, yaitu: 

1.      Terapi atau konseling seks untuk membicarakan pengalaman emosional tertentu yang bisa menjadi pemicu rasa sakit ketika penderita berhubungan seksual, terutama jika kondisi ini sudah berlangsung lama. Meningkatkan kualitas komunikasi dan mengembalikan intimasi seksual antar penderita dispareunia dan pasangannya juga menjadi tujuan lain dari konseling seks.

2.      Terapi perilaku kognitif dapat membantu mengubah pola perilaku dan pikiran negatif.

3.      Terapi desensitisasi bisa mencakup berbagai teknik yang nantinya akan disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada dasarnya, terapi ini dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dengan cara mempelajari teknik relaksasi vagina dan latihan khusus tulang panggul atau kegel.

Beberapa terapi juga bisa dilakukan di rumah bersama pasangan, yaitu dengan mengubah beberapa rutinitas seksual untuk mengurangi rasa sakit ketika berhubungan seksual, seperti:

1.      Saling membuka diri dalam membicarakan perasaan masing-masing mengenai kenyamanan berhubungan seksual, seperti posisi apa yang cocok dengan kondisi Anda atau apakah Anda menginginkan pasangan untuk melambatkan irama bercinta.

2.      Tidak terburu-buru ketika berhubungan seksual dapat merangsang produksi pelumas alami dan gairah yang turut mengurangi rasa sakit ketika terjadi penetrasi.

3.      Pilih merek pelumas yang benar-benar cocok dan Anda sukai agar berhubungan seksual menjadi nyaman dan tidak menyakitkan.

Sebagai alternatif lainnya, penderita dispareunia disarankan untuk mencoba bertukar posisi, misalnya dengan perempuan berada di atas untuk mencegah penis menyentuh atau memberi tekanan pada otot panggul dan menghindari sakit atau keram. Posisi bercinta dengan perempuan berada di atas laki-laki juga memberikan keleluasaan bagi perempuan penderita dispareunia untuk mengendalikan penetrasi yang nyaman bagi dirinya.

Pencegahan Dispareunia

Beberapa cara bisa dilakukan untuk mencegah munculnya rasa sakit ketika bercinta, misalnya dengan saling memberikan ciuman, pijatan sensual, dan masturbasi kepada satu sama lain. Kegiatan-kegiatan ini bisa menjadikan hubungan seks menjadi lebih nyaman dan juga menyenangkan. Beberapa pencegahan lainnya, yaitu:

1.      Untuk mencegah vagina kering, gunakan pelumas, atau tindakan pengobatan yang sesuai jika mengeringnya vagina disebabkan oleh kondisi atrophic vaginitis.

2.      Untuk mencegah infeksi saluran kemih, biasakan menyeka area kemaluan dari depan ke belakang setelah buang air, dan berkemihlah tiap setelah berhubungan seksual.

3.      Untuk mencegah penyakit menular seksual, hindari seks bebas dengan berganti-ganti pasangan seksual. Bagi pria, selalu gunakan kondom tiap berhubungan seksual.

4.      Untuk mengurangi risiko infeksi jamur, kenakan pakaian berbahan katun dan tidak terlalu ketat. Jagalah kebersihan dengan sering mengganti pakaian ketika berkeringat atau berenang. Utamakan juga kebersihan diri dengan mandi secara rutin.

5.      Jika Anda mengidap endometriosis, hindari penetrasi dalam atau dengan melakukan hubungan seks dua minggu sebelum menstruasi (periode ovulasi) untuk mengurangi rasa sakit.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar