Kamis, 29 Maret 2018

SKORBUT


Pengertian Skorbut

Skorbut atau scurvy adalah suatu penyakit langka yang terjadi pada saat tubuh kekurangan vitamin C. Vitamin C atau asam askorbat tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga perlu asupan secara rutin dan cukup dari makanan. Vitamin C sangat penting bagi tubuh karena berfungsi untuk membantu pembuatan kolagen. Kolagen merupakan protein yang terdapat pada berbagai jaringan tubuh, seperti kulit, tulang, dan pembuluh darah. Tanpa keberadaan vitamin C yang cukup, serat kolagen dalam tubuh tidak dapat diperbaiki sehingga dapat memicu kerusakan jaringan tubuh. Kerusakan jaringan inilah yang memicu munculnya skorbut pada seseorang.

Gejala Skorbut

Gejala skorbut tidak akan tampak secara jelas pada awal terjadinya kekurangan vitamin C. Gejala seringkali muncul setelah seseorang mengalami kekurangan vitamin C kronis selama 3 bulan. Pada orang dewasa, gejala skorbut yang dapat diamati adalah:

·         Merasa lelah dan letih sepanjang waktu.

·         Munculnya bintik biru kemerahan pada kulit. Bintik biru kemerahan yang muncul seringkali terjadi pada tempat munculnya rambut (folikel rambut pada kulit). Rambut yang tumbuh pada daerah tersebut seringkali berbentuk keriting dan mudah rontok. Jika tidak diobati, bintik ini dapat menyatu dan membesar.

·         Sering uring-uringan.

·         Nyeri pada anggota gerak badan, terutama pada tungkai.

·         Pembengkakan pada gusi serta mudah mengalami perdarahan.

·         Nyeri sendi parah akibat perdarahan pada sendi.

·         Sesak napas, terutama setelah melakukan aktivitas berat.

·         Kulit mudah lebam.

·         Bekas luka yang memerah dan membengkak.

Jika tidak ditangani dengan baik, skorbut dapat menyebabkan permasalahan lain seperti jaundice (ditandai dengan menguningnya kulit dan bagian putih bola mata), edema, dan penyakit jantung.
Pada anak-anak atau balita, gejala skorbut yang dapat diamati antara lain adalah:

·         Kurang nafsu makan.

·         Mudah tersinggung.

·         Penambahan berat badan lambat.

·         Diare

·         Demam.
Jika gejala skorbut pada anak-anak sudah semakin parah, dapat muncul gejala tambahan sebagai berikut:

·         Nyeri dan pembengkakan pada kaki yang dapat terasa sangat sakit, terutama jika celana atau popok mereka sedang diganti.

·         Mata yang nampak menonjol.

·         Munculnya bintik biru kemerahan seperti gejala skorbut pada orang dewasa.

Penyebab Skorbut

Penyebab utama skorbut pada seseorang adalah kekurangan vitamin C kronis. Jika seseorang mengalami kekurangan vitamin C, maka regenerasi kolagen akan terganggu. Tanpa pembentukan serat kolagen, jaringan tubuh akan mengalami kerusakan secara perlahan. Terdapat beberapa hal yang dapat memicu seseorang mengalami skorbut sehingga terjadi kekurangan asupan vitamin C yaitu:

·         Ketergantungan obat.

·         Kebiasaan minum minuman beralkohol.

·         Mengalami gangguan mental kompleks, seperti skizofrenia dan depresi berat.

·         Menjalani kehamilan atau sedang menyususi sehingga membutuhkan asupan vitamin lebih banyak.

·         Menjalani fad diet, yaitu diet yang tidak sehat dan tidak seimbang dengan tujuan menurunkan berat badan secara instan.

·         Merokok.

·         Memiliki penyakit yang mengganggu penyerapan nutrisi, seperti kolitis ulseratif atau penyakit crohn.

·         Menderita anoreksia nervosa, yaitu suatu kelainan mental pada seseorang yang menyebabkan dirinya selalu berpikir akan mengalami kenaikan berat badan pada saat makan sehingga hanya makan dengan jumlah sedikit.

·         Menjalani pengobatan yang dapat menimbulkan mual sehingga kehilangan nafsu makan. Contohnya adalah pengobatan kemoterapi.

·         Berusia lanjut. Lansia yang sulit menjaga pola makan sehat dan seimbang berisiko terkena skorbut.

Diagnosis Skorbut

Metode pemeriksaan paling mudah untuk mendiagnosis skorbut adalah melalui studi laboratorium terhadap kandungan vitamin C di dalam tubuh. Kandungan vitamin C yang dapat dianalisis adalah kandungan vitamin C pada plasma darah dan leukosit. Selain itu, studi radiologi juga dapat membantu mendiagnosis apakah seseorang terkena skorbut atau tidak.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa skorbut:

·         Studi kandungan vitamin C plasma darah.

Studi ini dilakukan dengan mempuasakan pasien, kemudian mengambil sampel darah dan menganalisis plasma darah untuk menentukan kandungan vitamin C. Perbedaan kandungan vitamin C dalam plasma darah dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.       Kandungan vitamin C kurang dari 0,1 mg/dL menunjukkan terjadinya skorbut pada pasien.

b.      Kandungan vitamin C kurang dari 0,2 mg/dL menunjukkan terjadinya defisiensi vitamin C pada pasien.

c.       Kandungan vitamin C 0,2-0,3 mg/dL menunjukkan kadar vitamin C yang rendah.

d.      Kandungan vitamin C di atas 0,3 mg/dL menunjukkan pasien memiliki kadar vitamin C yang cukup.

·         Studi kandungan vitamin C leukosit.

Studi kandungan vitamin C pada leukosit dapat memberikan hasil yang lebih akurat dikarenakan berhubungan langsung dengan kandungan vitamin C di jaringan. Selain itu, kandungan vitamin C di dalam leukosit tidak dipengaruhi oleh ritme tubuh harian ataupun perubahan asupan vitamin C dari makanan. Nilaikandungan vitamin C dalam leukosit dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

a.       Kandungan vitamin C 0 mg/dL menunjukkan skorbut laten.

b.      Kandungan vitamin C 0-7 mg/dL menunjukkan pasien mengalami defisiensi vitamin C.

c.       Kandungan vitamin C 8-15 mg/dL menunjukkan kadar vitamin C yang rendah dalam jaringan.

d.      Kandungan vitamin C di atas 15 mg/dL menunjukkan jaringan sudah mendapatkan vitamin C dalam jumlah cukup.

·         Studi radiologi.

Studi radiologi dapat membantu diagnosis skorbut pada anak-anak, yaitu dengan melihat keadaan tulang dan sendi. Seringkali, pada tulang anak-anak yang menderita skorbut, muncul gejala sebagai berikut:

a.       Pengangkatan tulang bagian subperiosteal.

b.      Adanya dislokasi dan patah tulang.

c.       Reabsorpsi pada rongga-rongga tulang yang menyebabkan pembesaran rongga.

Pengobatan Skorbut

Skorbut dapat diatasi dengan mudah dengan memberikan suplemen vitamin C kepada penderita. Vitamin C termasuk zat yang mudah diserap dan dapat meredakan gejala skorbut dengan cepat. 

Kebanyakan penderita skorbut dapat sembuh dari gejala skorbut dalam waktu sekitar dua minggu. Setelah gejala-gejala skorbut mereda, penderita skorbut harus selalu menjaga pola makannya agar asupan vitamin C tetap terjaga. Jika asupan vitamin C terjaga dengan baik, penderita skorbut tidak perlu lagi mengonsumsi suplemen vitamin C.

Penderita yang mengalami skorbut akibat suatu kelainan atau penyakit, perlu mendapatkan penanganan lain sesuai yang direkomendasikan oleh dokter spesialis di bidangnya, seperti:

·         Dokter spesialis gizi.

Jika dicurigai skorbut yang terjadi akibat pola makan yang tidak seimbang.

·         Dokter spesialis pencernaan.

Jika dicurigai skorbut yang muncul karena adanya penyakit pada saluran pencernaan, seperti penyakit Crohn.

·         Psikolog.

Jika dicurigai skorbut yang muncul disebabkan faktor psikologis.

Untuk menjaga agar asupan vitamin C tetap cukup, berikut ini adalah kadar minimum konsumsi vitamin C yang disarankan oleh Food and Nutrition Board of the National Academy of Sciences:

·         Bayi usia 0 – 6 bulan : 40 mg. Usia 7 – 12 bulan : 50 mg.

·         Anak-anak usia 1 – 3 tahun : 15 mg. Usia 4 – 8 tahun : 25 mg.

·         Laki-laki usia 9 – 13 tahun : 45 mg. Usia 14 – 18 tahun : 75 mg. Usia 19 – 70 tahun : 90 mg.

·         Perempuan usia 9 – 13 tahun : 45 mg. Usia 14 – 18 tahun : 65 mg. Usia 19 – 70 tahun : 75 mg.

·         Wanita hamil dibawah usia 18 tahun : 80 mg. Hamil dengan usia 19 – 50 tahun : 85 mg.

·         Wanita menyusui dengan usia dibawah 18 tahun : 115 mg. Menyusui dengan usia 19 – 50 tahun : 120 mg.

Pada pasien yang menderita gangguan absorpsi nutrisi, dokter akan memberikan vitamin C dalam bentuk suntikan dengan dosis 100 mg sekali pakai.

Pencegahan Skorbut

Metode pencegahan skorbut paling efektif adalah dengan menjaga asupan vitamin C sesuai dengan rekomendasi. Beberapa makanan yang kaya akan vitamin C adalah:

·         Jeruk.

·         Lemon.

·         Stroberi.

·         Jambu batu.

·         Buah kiwi.

·         Pepaya.

·         Tomat.

·         Wortel.

·         Brokoli.

·         Kentang.

·         Bayam.

·         Kol.

Vitamin C mudah rusak oleh suhu panas dan lamanya penyimpanan. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk mengonsumsi buah atau sayuran sumber vitamin C dalam keadaan yang masih segar agar kandungannya tetap terjaga.

Senin, 19 Maret 2018

SKIATIKA


Pengertian Skiatika

Skiatika (sciatica) adalah rasa nyeri yang terjadi di sepanjang jalur saraf panggul (sciatic nerve). Saraf panggul merupakan saraf terpanjang pada tubuh dan letaknya berada di belakang tulang panggul, bokong, hingga ke tungkai. Umumnya, nyeri skiatika dirasakan pada bokong dan area kaki.

Skiatika dapat terjadi ketika saraf terjepit atau atau adanya gangguan lain yang menekan saraf panggul. Tingkat keparahan nyeri ini dapat bervariasi, dari ringan hingga berat.

Pada umumnya skiatika dapat pulih dengan penanganan mandiri dalam waktu sekitar enam minggu. Namun dalam beberapa kasus, diperlukan tindakan operasi, terutama untuk skiatika yang terkait dengan gangguan pada usus atau kandung kemih, atau disertai dengan kelemahan pada tungkai.

Gejala Skiatika

Gejala skiatika ditandai dengan rasa nyeri dan tidak nyaman di sepanjang jalur saraf panggul. Rasa nyeri tersebut dapat ringan, terasa panas, atau seperti tersengat listrik. Nyeri biasanya akan meningkat ketika penderita duduk lama, bersin, atau batuk.

Sedangkan beberapa gejala lain yang juga bisa dirasakan oleh penderita skiatika adalah:

·         Kesemutan yang menjalar dari punggung hingga kaki.

·         Otot tungkai dan kaki menjadi lemah.

·         Mati rasa atau kebas.

Penyebab Skiatika

Skiatika terjadi ketika saraf pada tulang panggul tertekan. Kondisi itu umumnya disebabkan karena piringan sendi yang bergeser dari posisinya (slipped disc), saraf terjepit (herniated disc) di mana bagian tengah piringan sendi keluar dari jalurnya, atau pertumbuhan taji tulang pada tulang belakang (bone spurs).

Sedangkan penyebab skiatika lainnya, meski jarang terjadi, meliputi pertumbuhan tumor pada tulang belakang, penyempitan jalur saraf pada tulang belakang (spinal stenosis), keluarnya tulang belakang dari posisinya (spondylolisthesis), cedera atau infeksi tulang belakang, serta gangguan pada saraf sumsum tulang belakang (cauda equine syndrome).

Faktor Risiko Skiatika

Sejumlah kondisi berikut ini dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami skiatika, di antaranya:

·         Duduk terlalu lama.

Orang yang terlalu lama duduk memiliki risiko lebih besar untuk menderita skiatika dibandingkan orang yang aktif.

·         Diabetes.

Kondisi ini berisiko memicu terjadinya kerusakan saraf.

·         Kerja berat.

Orang yang sering mengangkat beban berat atau berkendara dalam waktu yang lama berpotensi menderita skiatika.

·         Obesitas.

Pertambahan berat badan dapat meningkatkan tekanan pada tulang belakang sehingga memicu skiatika.

·         Usia.

Pertambahan usia dapat menyebabkan seseorang rentan terhadap gangguan tulang belakang, seperti saraf terjepit atau pertumbuhan taji tulang pada tulang belakang.

Diagnosis Skiatika

Skiatika dapat didiagnosis melalui peninjauan gejala dan riwayat kesehatan pasien, serta pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan kekuatan otot dan refleksnya). Sedangkan tes lanjutan dengan pemindaian akan dilakukan guna memastikan diagnosis secara tepat.

Beberapa metode pemindaian tersebut adalah:

·         Elektromiografi (EMG).

Untuk mengukur impuls listrik yang dihantarkan saraf serta respon dari otot.

·         MRI.

Untuk menghasilkan gambar tulang dan jaringan lunak secara detail dengan menggunakan gelombang radio.

·         Foto Rontgen.

Untuk mengetahui adanya suatu gangguan yang menekan saraf tulang belakang.

·         CT myelogram.

Pemeriksaan sinar-X dengan yang dikombinasikan dengan zat kontras atau pewarna, untuk melihat gambaran tulang belakang dan saraf-sarafnya secara lebih jelas.

Pengobatan  Skiatika

Sebagian besar kasus skiatika dapat pulih dalam waktu enam minggu tanpa memerlukan pengobatan dari dokter. Penanganan mandiri bisa dilakukan dengan cara memakai kompes hangat atau dingin atau mengonsumsi obat pereda nyeri yang dijual bebas di apotik. Selain itu, penderita disarankan untuk tetap melakukan aktivitas fisik atau olahraga untuk mempercepat proses penyembuhan, namun dengan porsi yang disesuaikan dengan kondisi tubuh.

Jika cara di atas tidak dapat mengatasi gejala skiatika, maka kemungkinan dokter akan menganjurkan beberapa pilihan penanganan melalui:

·         Pemberian obat.

Obat yang umumnya diresepkan adalah antiinflamasi, penenang otot (misalnya diazepam ), antikejang (misalnya gabapetin dan pregabalin), atau antidepresan.

·         Suntikan steroid.

Suntikan ini diberikan untuk meredakan nyeri dan peradangan di sekitar saraf yang terganggu.  Namun pemberian suntikan biasanya akan dibatasi karena berisiko menimbulkan efek samping yang serius.

·         Operasi.

Jika skiatika menyebabkan nyeri yang semakin buruk, inkontinensia urine atau inkontinesia tinjai, serta tubuh menjadi sangat lemah meski telah diobati , maka dokter biasanya akan menganjurkan operasi. Tindakan ini bertujuan untuk menghilangkan pertumbuhan tulang, mengatasi saraf terjepit, atau mengatasi kondisi lain yang menekan saraf tulang belakang. Operasi yang biasa dilakukan yaitu:

1.       Operasi untuk menghilangkan bagian piringan sendi yang menekan saraf (discectomy).

2.       Operasi untuk menggabungkan tulang belakang yang keluar dari posisinya (fussion surgery).

3.       Operasi untuk menghilangkan bagian tulang belakang atau lamina (laminectomy) untuk menangani stenosis spinal.

Ketika kondisi penderita membaik pasca pengobatan, dokter biasanya akan menyarankan program rehabilitasi fisik guna mencegah cedera lanjutan. Terapi fisik juga akan dipusatkan untuk menguatkan otot yang menopang tulang belakang, memperbaiki postur tubuh, serta meningatkan kelenturan tubuh.

Untuk mencegah kambuhnya skiatika, program rehabilitasi fisik tersebut harus dikombinasikan dengan upaya-upaya di rumah, seperti berolah raga secara teratur dengan melakukan peregangan sebelum dan sesudah latihan, memperbaiki postur tubuh dan cara mengangkat beban, serta menggunakan tempat tidur dengan permukaan yang cukup keras untuk menopang beban bahu, bokong, dan menjaga tulang belakang tetap lurus.

Komplikasi Skiatika

Komplikasi yang berisiko muncul dari kasus skiatika adalah kerusakan saraf secara permanen yang ditandai dengan:

·         Kelemahan pada tungkai.

·         Tungkai menjadi mati rasa.

·         Usus besar dan kandung kemih yang tidak berfungsi lagi.