Rabu, 29 November 2017

FIBRILASI ATRIUM



Pengertian Fibrilasi Atrium

Fibrilasi atrium adalah kondisi ketika serambi (atrium) jantung berdenyut dengan tidak beraturan dan cepat. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya penggumpalan darah, stroke, dan gagal jantung.

Dalam keadaan normal, jantung berdetak dengan irama beraturan agar dapat mengalirkan darah dari serambi (atrium) jantung ke bilik (ventrikel) jantung, untuk selanjutnya dialirkan ke paru-paru atau ke seluruh tubuh. Namun pada fibrilasi atrium, hantaran listrik pada jantung dan irama denyut jantung mengalami gangguan, sehingga atrium gagal mengalirkan darah ke ventrikel.

Fibrilasi atrium dapat muncul karena penyakit lain atau bisa juga terjadi orang yang sehat tanpa gangguan medis tertentu. Rentang waktu terjadinya juga bervariasi. Ada yang hanya sesekali muncul dan berlangsung dalam hitungan menit atau jam, lalu setelah itu dapat pulih dengan sendirinya, yang disebut sebagai fibrilasi atrium paroksismal (occasional). Ada juga yang memakan waktu lebih lama, yaitu lebih dari satu minggu (persistent), lebih dari satu tahun (long-standing pesistent), bahkan kronis atau menetap (permanent). Untuk ketiga jenis yang disebutkan terakhir tersebut, diperlukan obat atau metode penanganan medis lainnya guna menormalkan sistem penghantaran listrik jantung.

Meski tidak mengancam nyawa, fibrilasi atrium membutuhkan penanganan yang yang serius guna menghindari komplikasi yang lebih parah. Penanganan yang dilakukan tergantung dari jenis dan tingkat keparahan gejala yang dirasakan oleh penderita.

Gejala Fibrilasi Atrium

Gejala umum yang dirasakan penderita fibrilasi atrium adalah jantung berdebar atau detak jantung terasa lebih cepat.serta tidak beraturan. Sedangkan gejala lainnya meliputi:

·         Kelelahan, terutama saat berolahraga.

·         Pusing.

·         Napas pendek.

·         Lemah.

·         Nyeri dada.

Penyebab Fibrilasi Atrium

Fibrilasi atrium terjadi ketika terdapat gangguan pada penghantaran sinyal listrik jantung, di mana terlalu banyak impuls listrik yang melewati nodus atrioventrikular (AV node) yang berfungsi sebagai penghubung listrik antara atrium dan ventrikel. Akibatnya, denyut jantung menjadi lebih cepat (sekitar 100-175 denyut per menit) dari denyut jantung normal (60-100 denyut per menit). Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada struktur jantung.

Beberapa kondisi medis yang diduga menjadi penyebab fibrilasi atrium adalah:

·         Infeksi virus.

·         Kelainan jantung bawaan.

·         Metabolisme yang tidak seimbang, termasuk kelenjar tiroid yang terlalu aktif.

·         Penyakit paru-paru, tekanan darah tinggi, dan serangan jantung koroner.

·         Paparan obat, alkohol, atau tembakau.

·         Gangguan pernapasan saat tidur (sleep apnea).

·         Pernah menjalani operasi jantung.

·         Mengalami sick sinus syndrome, di mana pencetus impuls listrik jantung tidak bekerja dengan normal.

·         Stres akibat dari suatu penyakit atau operasi.

Selain kondisi medis di atas, beberapa faktor lain yang juga dapat membuat seseorang rentan mengalami fibrilasi atrium adalah:

·         Adanya riwayat penyakit fibrilasi atrium dalam keluarga.

·         Obesitas.

·         Kebiasaan mengonsumsi alkohol.

·         Usia lanjut.

Diagnosis Fibrilasi Atrium

Setelah melakukan pemeriksaan fisik dan meninjau riwayat penyakit, dokter akan menetapkan diagnosis melalui beberapa pemeriksaan, meliputi pemeriksaan darah, pemindaian dada, elektrokardiogram (EKG) dengan treadmill atau dengan holter monitor yang mencatat kegiatan jantung selama 24 jam, serta pemantauan kerja jantung selama beberapa minggu atau bulan dengan alat EKG portabel. Selain itu, pemeriksaan lainnya yang mungkin direkomendasikan untuk menunjang diagnosis adalah echocardiogram, yaitu pemeriksaan noninvasif dengan gelombang suara untuk merekam gambaran jantung.

Pengobatan Fibrilasi Atrium

Pengobatan fibrilasi atrium akan didasarkan pada kondisi medis yang dialami penderita, termasuk jangka waktu berlangsungnya gejala. Tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan dan mempertahankan irama jantung, serta mencegah penyumbatan darah. Cara awal yang bisa dilakukan adalah melalui pemberian obat-obatan, seperti:

·         Obat antikoagulan.

Untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah dan mengatasi penyumbatan darah yang sudah terjadi. Contoh obat yang biasanya diberikan adalah aspirin dan warfarin. Kendati demikian, obat antikoagulan memiliki efek samping berupa risiko perdarahan.

·         Obat pengendali denyut jantung.

Untuk mengendalikan atau mengembalikan denyut jantung ke posisi normal. Obat yang dapat diberikan adalah penghambat beta untuk membuat denyut jantung lebih lambat (contohnya atenolol, biropolol, atau metoprolol), obat penghambat kanal kalsium untuk mengurangi kontraksi sel otot (contohnya diltiazem dan verapamil), serta digoxin untuk mengurangi percepatan denyut jantung dari atrium ke ventrikel.

·         Antiaritmia.

Untuk mencegah terjadinya fibrilasi atrium di masa mendatang. Contoh obat-obatan ini adalah defetilide, flecainide, propafenone, amiodarone, atau sotalol. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, mual, atau kelelahan.

Di samping pemberian obat, terdapat juga beberapa pilihan tindakan noninvasif (tanpa pembedahan). Tindakan tersebut dapat berupa:

·         Electrical cardioversion.

Dalam prosedur ini, diberikan kejutan listrik pada daerah dada. Kejutan listrik tersebut akan menghentikan aktivitas listik jantung untuk sesaat dan selanjutnya dapat mengemballikan denyut jantung menjadi normal. Prosedur ini didahului dengan pembiusan.

·         Ablasi kateter.

Prosedur ini adalah untuk menonaktifkan titik-titik pencetus listrik abnormal pada jantung, dengan memasukkan suatu alat ablasi dengan kateter lewat pembuluh darah di daerah lipat paha ke arah jantung.

·         Ablasi nodus atriventrikular.

Prosedur ini dilakukan untuk menonaktifkan nodus atrioventrukular (AV node), sehingga sinyal listrik abnormal dari atrium tidak diteruskan ke ventrikel. Dengan tidak berfungsinya AV node, ventrikel jantung tidak mendapatkan impuls lisrik dan berhenti berdenyut. Untuk itu, dipasangkan sebuah alat pacu jantung untuk memberikan impuls listrik yang normal pada ventrikel.

Jika tindakan di atas belum dapat mengatasi masalah fibrilasi atrium, maka metode pengobatan selanjutnya yang mungkin akan direkomendasikan adalah prosedur operasi atau pembedahan, seperti:

·         Pemasangan alat pacu jantung.

Alat pacu jantung akan dipasang pada tulang selangka di bawah kulit. Fungsinya adalah untuk mengirimkan sinyal listrik yang dapat mempertahankan denyut jantung dalam keadaan normal.

·         Maze procedur.

Dalam prosedur bedah jantung terbuka ini, dokter membuat sayatan-sayatan kecil pada bagian atas jantung. Sayatan tersebut akan membentuk jaringan parut yang dapat menghambat penghantaran impuls listrik abnormal penyebab fibrilasi atrium. Hasilnya, detak jantung yang terlalu cepat dapat kembali normal.

Pencegahan Fibrilasi Atrium

Menurunkan risiko terjadinya fibrilasi atrium dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat, antara lain:

·         Menghentikan kebiasaan merokok.

·         Mengonsumsi makanan yang sehat untuk jantung, serta membatasi asupan garam, lemak, dan kolesterol.

·         Membatasi konsumsi alkohol dan kafein.

·         Menjaga berat badan yang normal.

·         Mengendalikan tekanan darah dan kadar kolesterol dalam darah.

ESOFAGITIS



Pengertian Esofagitis

Esofagitis adalah peradangan pada lapisan esofagus atau kerongkongan (organ berbentuk pipa yang tersusun dari otot yang berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung). Esofagitis berisiko merusak jaringan-jaringan esofagus.

Esofagitis dapat menimbulkan rasa sakit dan kesulitan saat menelan, sariawan, dan nyeri pada bagian dada. Pada beberapa kasus, esofagitis dapat mengakibatkan  terjadinya penyempitan saluran kerongkokan atau berkembangnya penyakit esofagus Barrett yang merupakan salah satu faktor risiko kanker kerongkongan. Kedua komplikasi ini mungkin saja terjadi apabila esofagitis diabaikan atau tidak mendapatkan penanganan secara tepat.

Gejala Esofagitis

Gejala yang umumnya dialami oleh penderita esofagitis adalah:

·         Kesulitan dan rasa sakit saat menelan.

·         Tersangkutnya makanan pada esofagus.

·         Mual dan muntah.

·         Nyeri ulu hati.

·         Nyeri dada (biasanya terasa di belakang tulang dada saat makan).

·         Asam lambung terasa naik ke kerongkongan atau ke mulut (regurgitasi).

·         Sariawan.

Pada anak-anak, selain ditandai dengan kesulitan makan atau menelan ASI, esofagitis juga bisa ditandai dengan terganggunya pertumbuhan.

Penyebab Esofagitis

Esofagitis seringkali merupakan gejala dari penyakit yang mendasarinya. Ada beberapa faktor penyebab esofagitis, antara lain:

·         Esofagitis refluk.

Pada kondisi ini, terjadi gangguan pada sfingter esofagus ( katup yang berfungsi menahan cairan lambung agar tidak naik ke kerongkongan). Kinerja katup yang terganggu (terbuka pada saat yang tidak semestinya atau tidak menutup dengan sempurna) menyebabkan asam lambung naik ke kerongkongan dan memicu esofagitis.

·         Esofagitis eosinofilik.

Kondisi ini ditandai dengan tingginya konsentrasi sel darah putih pada esofagus. Kondisi ini biasanya menyerang orang yang alergi terhadap makanan jenis tertentu ataupun alergi terhadap bahan yang bukan makanan, seperti alergi debu.

·         Esofagitis infeksiosa.

Disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau jamur pada jaringan esofagus, terutama pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, contohnya pasien HIV, kanker, atau diabetes.

·         Esofagitis yang diinduksi obat.

Beberapa jenis obat, seperti kalium klorida, antibiotik, atau obat pereda nyeri (ibuprofen atau aspirin), dapat merusak jaringan esofagus jika bersentuhan dengan lapisan esofagus dalam jangka waktu lama. Iritasi pada lapisan tersebut biasanya juga dapat disebabkan oleh kebiasaan menelan obat tanpa air.

Beberapa faktor berikut ini bisa meningkatkan risiko seseorang untuk terkena esofagitis, di antaranya:

·         Riwayat esofagitis di dalam keluarga.

·         Pernah mengalami reaksi alergi.

·         Lansia.

·         Sering mengonsumsi makanan berlemak atau makanan dalam porsi besar.

·         Mengonsumsi kafein, cokelat, alkohol, atau makanan-makanan dengan rasa mint secara berlebihan.

·         Langsung tidur usai makan.

·         Menelan pil berukuran besar.

·         Menelan pil dengan sedikit atau tanpa air.

·         Menelan obat dengan posisi berbaring atau tepat sebelum tidur.

·         Menjalani pengobatan dengan antibiotik atau steroid.

·         Mengidap diabetes.

·         Memiliki kekebalan tubuh yang rendah.

Diagnosis Esofagitis

Jika dokter mencurigai pasien menderita esofagitis, maka ada beberapa tindakan pemeriksaan yang akan dilakukan, yaitu:

·         Endoskopi.

Dokter akan memasukkan kamera kecil ke dalam esofagus untuk melihat sesuatu yang tidak normal di dalam organ tersebut.

·         Uji laboratarium.

Setelah pemeriksaan dengan endoskopi dilakukan, dokter akan mengambil sampel jaringan untuk diteliti lebih lanjut di laboratorium.

·         Uji pencitraan.

Dengan sinar-X dan barium. Dalam metode ini, pasien akan diminta untuk menelan cairan yang mengandung barium atau pil barium terlebih dahulu. Zat ini akan menutupi lapisan esofagus dan lambung, sehingga struktur esofagus akan terlihat jelas saat dilakukan pencitraan dengan Sinar-X.

Pengobatan dan Komplikasi Esofagitis

Penanganan esofagitis bertujuan untuk meredakan gejala, mengurangi risiko komplikasi serta mengobati penyebabnya. Penanganan yang disarankan oleh dokter akan tergantung dari penyebab esofagus itu sendiri, di antaranya:

·         Esofagitis refluks.

Biasanya akan ditangani dengan pemberian obat-obatan baik yang bebas (misalnya antasida, ranitidine, cimetidine, omeprazole, dan lansoprazole) atau obat resep yang lebih kuat (misalnya dexlansoprazole, rabeprazole, pantoprazole, omeprazole, lanzoprazole, dan esomeprazole). Jika diperlukan tindakan pembedahan akan dilakukan untuk memperbaiki kondisi esofagus.

·         Esofagitis infeksiosa.

Dokter umumnya akan meresepkan obat untuk mengatasi infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit yang menyebabkan esofagitis muncul.

·         Esofagitis yang diinduksi obat.

Penanganan utama bagi esofagitis jenis ini adalah dengan menghindari konsumsi obat penyebab esofagitis, serta mengganti teknik mengonsumsi obat.

·         Esofagitis Eosinofilik.

Biasanya dokter akan menyarankan penderita kondisi ini untuk menghindari pemicu alergi, serta memberi obat untuk mengurangi reaksi alergi (misalnya esomeprazole, omeprazole, dexlansoprazole, pantoprazole, lansoprazole, dan rabeprazole).

Dokter mungkin akan melakukan prosedur pembedahan berupa pelebaran (dilatasi) esofagus, jika organ tersebut sudah menyempit cukup parah atau jika ada makanan yang tersangkut.

Apabila tidak ditangani dengan baik, esofagitis dapat menyebabkan perubahan struktur di dalam esofagus, di mana esofagus akan menyempit. Selain itu, komplikasi yang dapat muncul adalah esofagus Barrett’s. Kondisi ini akan mengubah lapisan sel di esofagus sehingga membuat seseorang lebih rentan terkena kanker esofagus.