Pengertian Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah kondisi ketika saluran bronkus yang
terdapat di dalam paru-paru mengalami kerusakan, penebalan, atau pelebaran
secara permanen, dan dapat terjadi pada lebih dari satu cabang bronkus. Kerusakan
tersebut menyebabkan bakteri dan cairan mukus lebih mudah terkumpul di dalam
bronkus yang dapat memicu penyumbatan saluran udara dan infeksi berulang.
Penderita bronkiektasis akan lebih mudah terkena infeksi bakteri yang dapat
memperparah kerusakan bronkus.
Secara umum, penderita bronkiektasis tidak dapat
disembuhkan. Namun dengan perawatan yang baik, pasokan oksigen untuk tubuh
melalui paru-paru dapat terjaga dan kerusakan lebih lanjut pada paru-paru dapat
dicegah, sehingga kualitas hidup penderita dapat meningkat.
Gejala Bronkiektasis
Gejala utama yang dapat diamati dari penderita bronkiektasis
adalah batuk berdahak yang tidak mereda meskipun diobati. Dahak yang dihasilkan
dari batuk akibat bronkiektasis dapat berwarna bening, kuning pucat, atau
kuning kehijauan.
Gejala lainnya adalah:
·
Mengi.
·
Sesak napas.
·
Nyeri sendi.
·
Perubahan bentuk ujung-ujung jari yang dinamakan
clubbing finger, di mana kuku
menebal dan bentuk ujung jari menjadi bulat.
·
Batuk mengeluarkan darah atau dahak dari batuk
bercampur dengan darah.
·
Mengalami infeksi saluran pernapasan berulang.
·
Kehilangan berat badan.
·
Lelah.
Jika penderita bronkiektasis mengalami infeksi sekunder
akibat kerusakan bronkus, gejala munculnya infeksi antara lain:
·
Tidak enak badan.
·
Nyeri menusuk di dada yang semakin terasa ketika
bernapas.
·
Batuk yang semakin memburuk dengan dahak yang
mengental, berubah warna menjadi lebih kehijauan, dan meneluarkan bau tidak
sedap.
·
Merasa sangat lelah.
·
Sesak napas yang semakin memburuk.
·
Batuk mengeluarkan darah.
Jika gejala-gejala berikut sudah muncul, berarti infeksi
paru-paru yang dipicu bronkiektasis sudah memburuk dan perlu dirawat di rumah
sakit. Gejala-gejala infeksi paru-paru yang perlu diperhatikan adalah:
·
Sianosis, yaitu kulit dan bibir dan bibir tampak
kebiruan.
·
Bingung dan gangguan mental.
·
Napas lebih cepat, lebih dari 25 kali per menit.
·
Nyeri dada parah yang menyebabkan sulit bernapas
dan sulit batuk untuk mengeluarkan dahak.
·
Demam dengan suhu di atas 38 C.
Penyebab Bronkiektasis
Bronkiektasis terjadi akibat kerusakan jaringan bronkus yang
diperparah oleh infeksi. Infeksi bronkus pada penderita bronkiektasis
meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada paru-paru, yang akan membuat
bronkus semakin meradang dan melebar. Kedua hal tersebut terjadi secara
berputar dan berulang, sehingga kerusakan pada bronkus dan paru-paru semakin
parah.
Kerusakan bronkus dipicu oleh respons sistem imun yang
berupaya menghilangkan penyebab infeksi, seperti bakteri dan virus. Kerja
sistem imun tersebut memicu reaksi peradangan. Pada umumnya, reaksi peradangan
akan berhenti dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan. Namun,
pada bronkiektasis, reaksi peradangan menyebabkan kerusakan permanen pada
jaringan elastis dan jaringan otot bronkus.
Kerusakan pada kedua jaringan tersebut menyebabkan pelebaran
bronkus yang justru makin meningkatkan risiko terjadinya infeksi.
Berbagai kondisi dan penyakit yang dapat memicu kerusakan
permanen pada bronkus paru-paru antara lain:
·
Penyakit jaringan ikat.
Beberapa penyakit dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada jaringan
ikatdi seluruh tubuh, termasuk di bronkus, antara lain:
a.
Rheumatoid arthritis.
b.
Sindrom
sjogren.
c.
Kolitis ulseratif.
d.
Penyakit
crohn.
·
Aspergilosis
bronkopulmoner alergika (ABPA).
Penderita penyakit ini memiliki alergi terhadap jamur Aspergillus yang aktif mengeluarkan
spora. Jika seorang penderita ABPA menghirup spora Aspergillus,
spora dapat memicu reaksi alergi dan peradangan, yang kemudian menyebabkan
bronkiektasis.
·
Cystis fibrosis.
Ini merupakan penyakit genetik yang menyebabkan paru-paru terganggu oleh
cairan mukus yang menggumpal. Cairan mukus yang ada di paru-paru dapat menjadi
tempat yang ideal bagi bakteri untuk berkembang biak dan menyebabkan infeksi
serta memicu bronkiektasis.
·
Penyakit paru-paru obstruktif kronis (PPOK).
PPOK merupakan golongan penyakit paru-paru progresif yang menyebabkan
penderita sulit bernapas akibat kerusakan pada alveoli dan bronki. Contoh
penyakit yang tergolong PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. Seperti
bronkiektasis, penyakit PPOK juga tidak dapat disembuhkan, namun gejala dan
perkembangan penyakitnya dapat dikontrol sehingga kualitas hidup penderita
dapat terjaga.
·
Infeksi paru-paru sewaktu kecil.
Sekitar sepertiga dari kasus bronkiektasis dapat dikaitkan dengan infeksi
paru-paru semasa kecil, seperti batuk rejan, tuberkulosis, dan penumonia berat.
·
Imunodefisiensi.
Pada orang dengan kondisi sistem imun yang rendah (imunodefisiensi),
paru-paru lebih mudah terkena infeksi sehingga risiko terkena bronkiektasis
lebih tinggi. Imunodefisiensi dapat terjadi karena penyakit genetik atau
nongenetik, seperti infeksi HIV.
·
Aspirasi.
Kondisi ini terjadi ketika isi lambung secara tidak sengaja masuk ke
dalam paru-paru. Dikarenakan paru-paru sangat sensitif terhadap keberadaan
benda asing, sekecil apa pun benda yang masuk dapat memicu reaksi peradangan
yang dapat merusak jaringan.
·
Kelainan silia.
Silia
merupakan rambut-rambut halus yang berada di sekeliling permukaan saluran
pernapasan. Fungsi silia adalah untuk membantu mengeluarkan cairan mukus yang
berlebih dari permukaan saluran pernapasan. Jika fungsi silia terganggu, maka
akan terjadi penumpukan cairan mukus yang dapat menimbulkan sumbatan di saluran
pernapasan dan memudahkan terjadinya infeksi. Kondisi kelainan silia dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit, di antaranya adalah primary ciliary dyskinesia dan
penyakit Young.
Diagnosis Bronkiektasis
Dokter dapat mencurigai seorang pasien terkena bronkiektasis
apabila dia mengalami gejala-gejala sesuai dengan yang sudah dijelaskan di
atas. Kecurigaan dapat diperkuat apabila pasien memiliki gaya hidup yang tidak
sehat, misalnya merokok. Untuk memastikan diagnosa, dokter akan
merekomendasikan sejumlah tes lanjutan, dan salah satunya adalah analisis
dahak.
Dalam analisis dahak, dokter akan mengambil sampel dahak
pasien guna diperiksa di laboratorium. Penderita bronkiektasi akan memiliki
semacam konsentrasi berwarna keputihan atau kekuningan pada dahaknya yang
disebut dengan gumpalan Dittrich. Sedangkan untuk mengecek keberadaan bakteri
pada dahak, dokter dapat melakukan teknik pewarnaan Gram dan kultur bakteri.
Selain itu, keberadaan spora dan fungi Aspergillus juga
dapat diketahui pada pemeriksaan ini.
Jenis tes lanjutan lain yang dapat membantu diagnosis
bronkiektasis adalah high resolution computerised
tomography scan (HRCT scan). Ini sebenarnya merupakan metode paling
akurat dalam mendeteksi terjadinya bronkiektasis. Dalam HRCT scan, gambar
paru-paru akan diambil dari berbagai sudut dengan menggunakan sinar-X, dan
kemudian digabungkan dengan menggunakan komputer. Dengan gambar gabungan
tersebut, kondisi paru-paru dapat dipetakan secara lebih akurat.
Pada paru-paru
yang sehat, cabang-cabang bronki yang ada di paru-paru akan semakin menyempit
seiring bertambahnya jumlah cabang bronki (mirip dengan percabangan pada
pohon). Akan tetapi, jika HRCT scan memperlihatkan lebar bronki yang sama atau
justru bertambah, maka dapat diduga bahwa pasien menderita bronkiektasis.
Selain analisis dahak dan HRCT scan, terdapat metode-metode
lain yang dapat membantu diagnosis bronkiektasis, antara lain adalah:
·
Pemeriksaan darah.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengecek kondisi darah serta kemampuan
sistem imun dalam bekerja membasmi patogen seperti virus, bakteri, dan fungi.
Jenis pemeriksaan darah yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap.
Pasien yang menderita bronkiektasis, seringkali jumlah sel darahnya menjadi
tidak normal, di antaranya adalah peningkatan jumlah sel darah putih, terutama
neutrofil dan eosinofil, atau penurunan jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin (anemia).
·
Tes keringat.
Keringat penderita bronkiektasis akan dikumpulkan dan dianalisis
kandungan garamnya. Pada penderita bronkiektasis yang disebabkan oleh cystis fibrosis, akan ditemukan
kandungan garam dalam jumlah tinggi.
·
Tes fungsi paru-paru.
Ini merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis kinerja dan fungsi
paru-paru dalam pernapasan. Pada tes ini, dokter akan meminta pasien
menghembuskan napas sekuat dan secepat mungkin ke dalam alat pengukur yang
disebut spirometer.
·
Bronkoskopi.
Bronkoskopi merupakan alat bantu visual berbentuk selang fleksibel dengan
kamera, yang dimasukan ke dalam paru-paru guna memperlihatkan bagian dalam
organ tersebut. Bronkoskopi dapat digunakan untuk melihat adanya benda asing
dalam paru-paru yang dapat memicu respons peradangan dan menyebabkan
bronkiektasis.
·
Aspergillus precipitins dan serum lgE.
Untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena infeksi Aspergillus (APBA) yang memicu
bronkiektasis, kedua tes tersebut dapat dilakukan.
·
Tes skrining autoimun.
Untuk
memastikan apakah bronkiektasis terjadi karena penyakit autoimun, dapat
dilakukan tes skrining autoimun.
Pengobatan Bronkiektasis
Penanganan bronkiektasis mencakup berbagai jenis pengobatan
yang dilakukan secara berkesinambungan. Karena kerusakan paru-paru yang timbul
akibat bronkiektasis bersifat permanen, maka tujuan pengobatan bukan untuk menyembuhkan
penyakit, melainkan untuk meringankan gejala, mengurangi dan mencegah
komplikasi, mencegah penyakit bertambah parah, serta mengurangi angka kesakitan
dan angka kematian.
Sangat penting untuk mengenali dan mendiagnosis
bronkiektasis pada tahap awal. Selain itu, mengobati penyakit yang menyebabkan
bronkiektasis juga menjadi tujuan pengobatan. Beberapa hal yang berkaitan
dengan penanganan bronkiektasis di antaranya adalah:
·
Meringankan gejala bronkiektasis.
Perlu diingat bahwa bronkiektasis tidak bisa disembuhkan, namun gejalanya
dapat dikontrol sehingga tidak memburuk. Beberapa langkah untuk meringankan
gejala bronkiektasis adalah:
a.
Berhenti merokok.
b.
Menghindari menjadi perokok pasif.
c.
Mendapatkan vaksin cacar, rubella, dan batuk rejan.
d.
Terapi oksigen untuk penderita bronkiektasis yang
mengalami hipoksemia dan komplikasi berat.
e.
Pengobatan khusus (termasuk dari segi nutrisi
dan psikologi) bagi penderita bronkiektasis akibat cystis fibrosis.
f.
Mendapatkan vaksin flu setiap tahun.
g.
Mendapatkan vaksin pneumococcal
untuk menghindari pneumonia.
h.
Melakukan latihan fisik secara teratur.
i.
Menjaga cairan tubuh.
j.
Menjaga pola makan gizi seimbang.
·
Pemberian antibiotik.
Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk mengobati infeksi bakteri pada penderita
bronkiektasis yang dapat memperburuk kondisi. Untuk menentukan antibiotik yang
tepat, dokter akan melakukan analisis dahak. Sementara menunggu hasil, dokter
akan memberikan antibiotik berspektrum luas. Beberapa jenis antibiotik yang
dapat diberikan bagi penderita bronkiektasis antara lain adalah:
clarithromycin, azithromycin,
sulfamethoxazole, doxycycline, levofloxacin, atau tobramycin.
·
Obat antiinflamasi.
Tujuan pemberian obat antiinflamasi adalah untuk memodifikasi respons
sistem imun pada saat terjadinya infeksi sehingga mengurangi kerusakan
jaringan. Beberapa obat antiinflamasi, seperti beclomethasone,
dapat diberikan melalui alat nebulasi. Contoh golongan obat antiinflamasi yang
dapat diberikan kepada penderita bronkiektasis adalah:
a.
Kortikosteroid.
b.
Penghambat leukotriene.
c. Obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs).
·
Bronkodilator.
Bronkodilator diberikan untuk meredakan gejala bronkiektasis yang
menyebabkan sulit bernapas. Bronkodilator akan merelaksasi otot paru-paru
sehingga penderita dapat bernapas lebih mudah. Beberapa contoh obat jenis
bronkodilator adalah:
a.
Agonis beta2-adrenergik.
b.
Antikolinergik.
c. Teofilin.
·
Latihan teknik siklus aktif bernapas (active cycle of breathing technique
/ ACBT).
Latihan ini berfungsi agar penderita bronkiektasis dapat mengeluarkan
cairan mukus dari dalam saluran pernapasan dengan cara mengatur ritme napas.
Mulai dari bernapas normal, menarik napas dalam, kemudian mengeluarkan mukus
melalui saluran pernapasan. Latihan ACBT harus dibantu oleh fisioterapi untuk
menghindari kerusakan paru-paru.
·
Pembedahan.
Pembedahan
baru boleh direkomendasikan kepada pasien bronkiektasis jika hanya satu lobus
paru-paru yang mengalami bronkiektasis, pasien tidak memiliki kondisi yang
mendasari bronkiektasis untuk kambuh, atau gejala bronkiektasis tidak mereda
setelah dilakukan berbagai macam pengobatan yang diberikan. Pembedahan
dilakukan dengan cara membuang lobus paru-paru yang terkena bronkiektasis.
Komplikasi Bronkiektasis
Komplikasi akibat bronkiektasisi yang paling berbahaya
adalah batuk mengeluarkan darah yang sangat hebat (hemoptisis). Kondisi ini
terjadi akibat salah satu bagian pembuluh darah yang menyediakan darah bagi
paru-paru terbuka dan mengalami perdarahan.
Gejala hemoptisis antara lain adalah:
·
Batuk berdarah lebih dari 100 ml selama 24 jam.
·
Sulit bernapas yang disebabkan oleh darah
menghalangi aliran udara di paru-paru.
·
Kepala berkunang-kunang.
·
Pusing.
·
Kedinginan dan kulit terasa basah dan
dingin akibat kehilangan darah dalam jumlah banyak.
Hemoptisis masif yang terjadi pada penderita bronkiektasis
merupakan keadaan darurat medis yang harus segera ditangani. Untuk mengatasi
hemoptisis, dokter akan melakukan embolisasi arteri bronki (BAE) dengan cara
menyumbat sumber perdarahan di paru-paru yang dipandu dengan pemindaian
sinar-X.
Pencegahan Bronkiektasis
Beberapa kasus bronkiektasis terjadi akibat infeksi saluran
pernapasan. Untuk mencegah infeksi yang dapat memicu bronkiektasis, dapat
dilakukan langkah-langkah berikut:
·
Menghindari dan menghentikan kebiasaan merokok.
·
Menghindari udara berpolusi, asap memasak, dan
senyawa kimia berbahaya.
·
Menerima vaksinasi influenza, batuk rejan, dan
cacar, terutama pada saat masih anak-anak.
·
Melakukan diagnosis bronkiektasis sejak
tahap dini, sehingga dapat mencegah perkembangan kondisi ini menjadi lebih
parah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar