Pengertian Angina Pektrosis
Angina pektroris (angina) adalah rasa nyeri pada dada yang
terjadi saat aliran darah dan oksigen menuju otot jantung tersendat atau
terganggu, khususnya saat arteri jantung mengeras atau menyempit. Angina
umumnya terjadi pada orang dewasa berusia antara 55 hingga 64 tahun, dengan
mayoritas berjenis kelamin laki-laki.
Terdapat dua jenis angina yang dapat menyerang, yaitu angina
stabil dan angina tidak stabil. Angina stabil disebabkan oleh pemicu tertentu seperti
olahraga berat, stres, masalah pencernaan, atau kondisi medis lain yang
mendorong jantung bekerja lebih keras. Cuaca dingin juga bisa menjadi salah
satu pemicu gejala angina terjadi. Nyeri dada biasanya akan membaik dalam
jangka waktu 5 menit setelah beristirahat atau mengonsumsi obat. Walaupun tidak
berbahaya, angina stabil berpotensi mengakibatkan serangan jantung atau stroke
jika tidak ditangani dengan tepat.
Sedangkan, angina tidak stabil merupakan nyeri dada yang
dirasakan tanpa penyebab awal yang jelas dan biasanya tidak kunjung membaik
setelah beristirahat atau mengonsumsi obat. Rasa nyeri yang dialami lebih lama
dibanding angina stabil, yaitu sekitar 30 menit. Ini merupakan kondisi darurat
dan membutuhkan penanganan medis segera.
Dalam kondisi tertentu, penderita juga dapat mengalami
angina varian, atau angina Prinzmetal, yaitu nyeri hebat yang terjadi saat
seseorang sedang beristirahat. Hal ini dipicu oleh kejang urat atau penyempitan
arteri sementara, dan dapat mereda dengan obat-obatan.
Penyebab Angina Pektrosis
Jantung adalah organ utama dalam tubuh, di mana peredaran
darah dan oksigen harus selalu lancar agar organ tubuh lainnya dapat bekerja
dengan baik. Darah dialirkan menuju jantung melalui dua pembuluh darah besar
yang dinamakan arteri koroner. Dalam jangka waktu tertentu, arteri berisiko
diendapi plak seperti lemak, kolestrol, kalsium dan zat lainnya yang
mengakibatkan pembuluh darah menyempit dan tersumbat (aterosklerosis).
Kondisi ini mengakibatkan otot jantung bekerja lebih,
khususnya pada saat melakukan aktivitas berat, yang pada akhirnya berpotensi
mengakibatkan gejala angina pektoris, atau yang lebih parah adalah penyakit
jantung koroner (PJK).
Risiko seseorang mengalami angina pektoris meningkat saat
memasuki usia tua, memiliki keturunan kelainan jantung atau gejala angina, dan
kondisi medis lainnya seperti hipertensi, kolestrol tinggi, dan diabetes.
Selain itu, gaya hidup juga menjadi faktor yang dapat meningkatkan risiko,
seperti merokok, mengonsumsi alkohol berlebih, mengonsumsi makanan berlemak,
kurang berolahraga, obesitas, dan stres.
Gejala Angina Pektrosis
Angina pektoris umumnya ditandai dengan rasa nyeri pada dada
seperti ditekan, berat, dan tumpul. Nyeri juga dapat menyebar atau hanya
dirasakan di lengan kiri, leher, rahang, dan punggung, khususnya pada penderita
wanita. Beberapa gejala lainnya yang dapat dialami meliputi:
·
Sesak napas.
·
Merasakan nyeri seperti gejala penyakit asam
lambung (GERD).
·
Mual.
·
Pusing.
·
Mudah lelah.
·
Gelisah.
·
Keringat berlebih.
Diagnosis Angina Pektrosis
Angina pektoris tidak mudah untuk didiagnosa karena ada
beberapa penyakit yang memiliki gejala yang sama, contohnya penyakit asam
lambung. Selain melakukan tes fisik and menanyakan riwayat kesehatan pasien
beserta keluarga, tes berikut juga akan dilakukan:
·
Tes tekanan darah menggunakan tensimeter untuk
mencari tahu jika penderita mengalami hipertensi.
·
Mengukur berat badan dan ukuran pinggul untuk
memeriksa jika terdapat kecenderungan obesitas.
·
Tes darah untuk memantau potensi pemicu, seperti
kadar kolestrol, glukosa, protein C-reaktif (CRP), dan fungsi organ hati.
·
Tes urine untuk memeriksa fungsi ginjal
penderita.
Tes lanjutan berikut mungkin akan dilakukan jika referensi
diagnosis tambahan diperlukan:
·
Elektrokardiogram
(EKG).
Untuk memeriksa aliran listrik jantung dan memantau jika terdapat
interupsi pada irama jantung.
·
Ekokardiogram.
Yaitu pemindaian jantung menggunakan gelombang suara untuk
mengidentifikasi kerusakan pada otot jantung dan aliran darah yang tersendat.
·
Foto rontgen dan CT scan.
Pemindaian ini dilakukan untuk memeriksa kondisi otot, pembuluh darah dan
ukuran jantung, dan paru-paru.
·
Tes darah lanjutan.
Untuk memeriksa jika terdapat kebocoran enzim jantung di dalam darah.
·
Tes toleransi olahraga (ETT).
Untuk memantau toleransi jantung saat melakukan olahraga ringan hingga
berat. Tes ini umumnya dilakukan di atas mesin treadmill
atau sepeda statis.
·
Myocardial perfusion scintigraphy (MPS).
Untuk memeriksa aliran darah menuju otot jantung pada saat melakukan
olahraga dan saat beristirahat, dengan menyuntikkan zat radioaktif pada
pembuluh darah dan dipantau menggunakan alat pemindaian khusus. MPS pada
penderita yang tidak mampu berolahraga, dapat dilakukan dengan menggunakan
obat-obatan yang dapat meningkatkan kerja jantung seperti saat sedang
beraktivitas.
·
Angiogram koroner.
Untuk
memeriksa kondisi arteri jantung dengan menyuntikkan zat pewarna (bahan
kontras) khusus dan dipantau dengan memasukkan selang tipis dan lentur
(kateter) melalui pembuluh darah besar di paha atau lengan menuju ruang
jantung. Meskipun jarang terjadi, tes ini berisiko mengakibatkan komplikasi
seperti serangan jantung dan stroke. Dokter biasanya akan merekomendasikan tes
ini jika diagnosis angina belum ditemukan atau pasien mengalami angina tidak
stabil.
Pengobatan Angina Pektrosis
Angina pektoris dapat ditangani dengan:
·
Perubahan
gaya hidup.
Penderita umumnya disarankan untuk berhenti merokok atau menjauhi asap
rokok, mengonsumsi makanan bergizi dan rendah lemak dalam porsi kecil,
melakukan olahraga sesuai petunjuk dokter, dan menjaga kadar glukosa bagi
penderita diabates. Perubahan gaya hidup disarankan bukan hanya pada saat
pengobatan, tetapi untuk jangka panjang agar serangan angina pektoris berkurang
atau berhenti sepenuhnya.
·
Obat-obatan.
Saat angina menyerang, obat glyceryl trinitrate bisa dikonsumsi untuk
meredakan gejala dalam waktu singkat. Glyceryl trinitrate termasuk dalam golongan
nitrat yang berfungsi untuk menenangkan dan melebarkan pembuluh darah agar
memudahkan darah mengalir menuju jantung. Efek samping seperti pusing dan kulit
kemerahan mungkin akan terjadi. Hindari mengonsumsi alkohol, mengoperasikan
alat berat, atau menyetir saat dalam pengobatan ini. Glyceryl trinitrate dapat
dikonsumsi dalam dua dosis, saat angina menyerang dan saat gejala tidak mereda
dalam jangka waktu 5 menit. Jika gejala masih dirasakan, kunjungi rumah sakit
terdekat agar cepat ditangani. Glyceryl trinitrate juga dapat digunakan sebagai
pencegah sesaat sebelum berolahraga atau melakukan aktivitas berat lainnya.
Pastikan Anda menanyakan dokter sebelum mengonsumsi obat ini. Jika angina
sering terjadi, dokter mungkin akan meresepkan salah satu atau beberapa obat
berikut ini:
a.
Aspirin.
Termasuk golongan obat antiplatelet (pengencer darah) yang berfungsi
untuk meredakan atau menghindari penggumpalan darah, dan menekan risiko
serangan jantung. Efek samping yang mungkin dialami adalah iritasi pada perut,
mual dan masalah pencernaan. Hindari pemberian obat ini pada anak-anak atau
remaja berusia 16 tahun ke bawah sebelum berkonsultasi dengan dokter.
b.
Obat
penghambat beta (beta bloker).
Membantu menurunkan tekanan darah dengan menghambat efek hormon
epinephrine atau adrenalin yang dapat meningkatkan denyut jantung secara
berlebihan. Obat ini juga membantu melebarkan pembuluh darah dan melancarkan
aliran darah. Efek samping yang mungkin dialami adalah mudah lelah, diare,
mual, dan keringat dingin.
c.
Obat anti
pembekuan darah.
Digunakan untuk menghambat pembekuan darah dengan cara mencegah sel
platelet darah menempel. Efek samping yang mungkin dialami adalah pusing hebat,
pendarahan, rambut rontok, dan memar pada kulit.
d.
Obat
penghambat kanal kalsium (calcium channer blocker).
Obat ini berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dengan merelaksasi
otot dinding arteri. Efek samping yang mungkin dialami adalah wajah kemerahan,
pusing, dan mudah lelah.
e.
Statin.
Digunakan untuk menghambat enzim pembuat kolesterol dalam hati dan
menekan risiko terjadinya serangan jantung atau stroke. Obat ini juga membantu
tubuh meresap kolesterol yang terakumulasi sebagai plak yang menempel di
dinding arteri, dan memberikan efek positif lainnya. Efek samping yang mungkin
dialami adalah konstipasi, diare, dan nyeri perut.
f.
Obat enzim pengubah angiotensin (ACE
inhibitors).
Bekerja dengan menghambat hormon angiotensin II sebagai pemicu penyempitan
pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah dalam tubuh. Obat ini dapat
mengurangi pasokan darah ke ginjal, karena itu sangat disarankan untuk
memeriksa kondisi ginjal melalui tes darah dan urine sebelum dan saat
mengonsumsi obat ini. Efek samping yang mungkin dialami adalah pusing, mudah
lelah, dan batuk kering yang umumnya hanya bersifat sementara.
g.
Ivabradine.
Obat ini menurunkan kecepatan denyut jantung seperti obat penghambat
beta, tetapi memiliki tingkat keamanan lebih bagi penderita infeksi paru, atau
penyakit lainnya yang tidak diperbolehkan mengonsumsi obat penghambat beta.
Efek samping yang mungkin dialami adalah penglihatan buram atau silau untuk
beberapa saat. Penderita disarankan untuk tidak mengemudi setelah mengonsumsi
obat ini.
h.
Ronalazine.
Digunakan untuk melemaskan otot jantung dan meningkatkan aliran darah.
Obat ini umumnya diresepkan bagi penderita gagal jantung dan artimia karena
tidak mempengaruhi kecepatan denyut jantung. Efek samping yang mungkin dialami
adalah pusing, mudah lemas, dan konstipasi.
i.
Nicorandril.
Obat ini mengandung penggerak kanal kalium yang berfungsi melebarkan
pembuluh arteri dan melancarkan peredaran darah menuju jantung. Nicorandil
umumnya digunakan sebagai pengganti obat penghambat kanal kalsium bagi
penderita dengan kondisi medis tertentu. Efek samping yang mungkin dialami
adalah mual dan pusing.
·
Operasi.
Jika gelaja angina pektoris tidak mereda dengan pengobatan, tindakan
operasi dapat disarankan. Terdapat dua jenis tindakan operasi untuk kasus
angina pektoris, di antaranya:
a.
Coronary artery bypass graft (CABG).
Tindakan bedah yang dilakukan dengan menciptakan aliran baru pada titik
penyempitan atau penyumbatan arteri melalui pencangkokan pembuluh darah dari
anggota tubuh lainnya. Tindakan ini biasanya disarankan bagi penderita angina
dengan penyakit diabetes, berusia di atas 65 tahun, dan memiliki lebih dari 3
penyumbatan pada arteri.
b.
Percutaneous coronary intervention (PCI).
Tindakan bedah yang disebut juga dengan angioplasti koroner ini dilakukan
dengan memasukkan balon kecil pada bagian luar arteri yang mengalami
penyempitan, dan ditahan menggunakan cincin besi (sten)
agar aliran darah kembali lancar. Tindakan ini tidak direkomendasikan bagi
penderita dengan kelainan struktur pembuluh darah.
·
Terapi dan tindakan medis lainya.
Jika pengobatan dan tindakan operasi tidak dapat dilakukan atau tidak
membantu banyak, saran untuk melakukan terapi perilaku kognitif atau cognitive behaviour therapy (CBT)
dapat menjadi pilihan. Terapi ini dilakukan dengan mengubah pola pikir
penderita dengan respons positif dengan tujuan mengurangi gejala-gejala yang
berkaitan dengan stres pikiran dan memudahkan proses penyembuhan. Terapi ini
juga dapat dilakukan jika penderita mengalami depresi atau kegelisahan
dikarenakan gejala angina pektoris yang berulang kali menyerang. Terkadang,
terapi akupuntur menjadi pilihan alternatif terapi. Disarankan untuk
berkonsultasi dengan dokter sebelum melakukannya, guna menghindari efek samping
yang dapat membahayakan.
Komplikasi Angina Pektrosis
Komplikasi paling berbahaya yang mungkin terjadi pada angina
adalah serangan jantung. Kondisi ini membutuhkan penanganan segera di rumah
sakit. Gejala yang yang dapat muncul pada serangan jantung, meliputi:
·
Nyeri dada seperti ditekan untuk waktu yang lama
dan berulang-ulang.
·
Nyeri menyebar ke anggota tubuh lainnya seperti
punggung, bahu, lengan, rahang, gigi, dan perut.
·
Nyeri perut berkepanjangan.
·
Merasa gelisah.
·
Mengalami serangan panik.
·
Mual.
·
Muntah.
·
Napas pendek.
·
Keringat dingin.
·
Pingsan.
·
Mengalami kesulitan berbicara dan bergerak.
Pencegahan Angina Pektrosis
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan perubahan gaya
hidup, seperti:
·
Berhenti merokok.
·
Mengurangi konsumsi alkohol.
·
Mengonsumsi makanan rendah lemak dan tinggi
serat, seperti nasi merah, roti, pasta, sayur-sayuran, dan buah-buahan.
·
Mengurangi makanan tinggi lemak jenuh dan tidak
jenuh seperti sosis, daging berlemak, pai daging, mentega, keju, lemak babi,
ikan goreng, alpukat, kue, biskuit, serta makanan-makanan yang mengandung
minyak kelapa murni, kelapa sawit, atau minyak zaitun.
·
Mengurangi konsumsi garam.
·
Menjaga berat badan.
·
Melakukan olahraga ringan seperti jalan cepat,
berenang, atau bersepeda secara rutin atau sesuai saran dokter. Hindari
olahraga yang menguras tenaga, seperti tenis atau sepak bola.
·
Memonitor kadar glukosa, kolestrol, dan tekanan
darah secara rutin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar