Jumat, 03 November 2017

STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME



Pengertian Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) adalah penyakit pada kulit akibat infeksi bakteri Staphylococcus aureus yang menyebabkan kulit menjadi kemerahan, melepuh, dan seperti terbakar.

Bakteri Staphylococcus aureus memiliki kemampuan untuk melepaskan toksin yang merusak desmosom pada jaringan kulit. Desmosom merupakan bagian jaringan yang menghubungkan antar sel dan berfungsi menjaga keutuhan jaringan dari gangguan mekanis. Desmosom memiliki tingkat elastisitas yang baik, dan jumlahnya sangat banyak di kulit dan jantung. Kerusakan desmosom akan mengakibatkan jaringan mudah rusak akibat gangguan mekanis. Staphylococcal scalded skin syndrome juga dikenal dengan dengan nama penyakit Ritter atau penyakit Lyell jika muncul pada anak-anak.

Gejala Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

Gejala-gejala yang umumnya muncul pada penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome adalah:
·         Demam.

·         Ruam.

·         Iritasi dan kemerahan pada kulit yang menyebar.

·         Munculnya lepuhan pada kulit yang berisi cairan.

·         Lemah.

·         Dehidrasi.
Karakteristik ruam yang muncul pada penderita Staphylococcal scalded skin syndrome adalah:
·         Munculnya lipatan pada kulit seperti lipatan kertas yang berubah menjadi lepuhan kulit dan mengandung cairan di bagian ketiak, selangkangan, dan di sekitar hidung serta telinga.

·         Terjadinya pelepasan lapisan kulit ari yang dapat terlihat pada hamparan atau pakaian penderita. Bagian kulit yang mengalami pelepasan akan meninggalkan lapisan yang lembap, lunak dan kemerahan.

·         Ruam dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya, seperti lengan, kaki dan tungkai. Pada bayi, pelepuhan dapat ditemukan terutama di daerah popok dan pusar.

·         Bagian kulit yang mengalami infeksi umumnya terasa lunak dan sakit ketika diraba.

Penyebab Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

Penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri ini sebenarnya bisa bersifat komensal (hidup normal pada kulit manusia tanpa menimbulkan kerugian), sekaligus juga dapat bersifat patogen (menimbulkan penyakit). Pada orang dewasa, Staphylococcus aureus umumnya dapat hidup pada kulit tanpa menimbulkan infeksi.

Staphylococcal scalded skin syndrome disebabkan oleh aktivitas eksotoksin (pengeluaran racun) bakteri Staphylococcus aureus yang merusak jaringan kulit. Seringkali penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome terjadi pada anak-anak dikarenakan sistem kekebalan tubuh yang belum berkembang dengan baik. Anak-anak di bawah 5 tahun, terutama pada bayi baru lahir paling rentan terkena kondisi ini.

Toksin Staphylococcus aureus sebenarnya dapat dibuang dari tubuh melalui sistem ekskresi. Pada anak-anak, sistem ekskresi belum berfungsi optimal sehingga pembuangan toksin belum berjalan dengan baik. Selain itu, Staphylococcus aureus juga dapat menginfeksi orang-orang yang mengalami gangguan kekebalan tubuh terlepas dari berapa usia mereka.

Diagnosis Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

Untuk mendiagnosis penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome secara akurat, dapat dilakukan metode berikut:

·         Pemeriksaan fisik dan pengecekan riwayat medis.

·         Biopsi kulit.

Biopsi kulit dilakukan untuk memeriksa penyebab kerusakan pada jaringan kulit yang terinfeksi dengan cara mengambil sampel jaringan kulit. Jaringan kulit yang diambil akan diperiksa dengan menggunakan mikroskop.

·         Kultur bakteri.

Metode ini dilakukan dengan menumbuhkan bakteri pada medium tertentu untuk mengidentifikasi bakteri penyebab infeksi. Kulit yang mengalami kerusakan akan diusap menggunakan metode swabbing. Hasil swabbing akan diletakkan medium tertentu sehingga bakteri dapat tumbuh dan diidentifikasi.

Pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk mendiagnosis Staphylococcal scalded skin syndrome antara lain adalah:

·         PCR (polymerase chain reaction) untuk mengidentifikasi eksotoksin Staphylococcus aureus.).

·         Penghitungan jumlah sel darah putih.

·         Pengukuran laju endap darah.

·         Pemantauan fungsi ginjal dan elektrolit. Metode ini dapat membantu mengidentifikasi penyebab kerusakan kulit apakah akibat dehidrasi atau bukan.

Pengobatan Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

Sebelum melakukan pengobatan penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome, terutama pada bayi dan balita, terlebih dahulu dokter akan mempertimbangkan hal-hal berikut:

·         Usia.

·         Tingkat keparahan penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome yang diderita.

·         Kondisi kesehatan secara umum.

·         Perkiraan apakah kondisi kesehatan akan membaik atau sebaliknya.

Secara umum, penanganan penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome terdiri dari dua langkah, yaitu pengobatan infeksi Staphylococcus dan pengobatan pendukung. Penderita penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome seringkali membutuhkan rawat inap di rumah sakit. Di sini, infeksi akan ditangani oleh dokter dengan menggunakan beberapa jenis antibiotik seperti:

·         Sulfamethoxazole dan trimethoprim.

Kedua kombinasi antibiotik berspektrum luas yang mampu membunuh bakteri penyebab infeksi.

·         Penicilin G procaine.

Digunakan untuk mengobati infeksi dengan tingkat keparahan sedang sampai tinggi.

·         Nafcilin.

Antibiotik ini dijadikan sebagai alternatif bagi penderita yang resisten terhadap penicillin G.

·         Amoxillin.

Digunakan pada penderita yang resisten terhadap antibiotik betalaktam.

·         Cephalosporin (cefazolin dan cephalexin).

Antibiotik generasi pertama yang dapat digunakan untuk mencegah pembentukan dinding sel bakteri.

·         Clindamycin.

Antibiotik yang bekerja dengan cara menghambat pembentukan protein pada bakteri khususnya bakteri genus Staphylococcus.

·         Gentamicin.

Antibiotik berspektrum luas yang dapat diberikan kepada penderita penyakit infeksi bakteri.

·         Tobramycin.

Antibiotik yang dapat diberikan kepada penderita penyakit infeksi Staphylococcus aureus yang tidak dapat atau dilarang mengonsumsi penicillin.

·         Erytrhoycin.

Antibiotik yang bekerja dengan cara menghambat pembuatan protein pada bakteri, termasuk pada bakteri Staphylococcus aureus.

·         Vancomycin.

Antbiotik yang diberikan kepada penderita penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome yang resisten terhadap penicillin dan cephalosporin.

·         Oxacillin.

Antibiotik yang bekerja dengan cara menghambat pembentukan dinding sel bakteri, dan efektif menghambat Staphylococcus yang dapat menghasilkan enzim penisilinase.

Untuk mendukung pengobatan antibiotik serta meredakan gejala-gejala penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome yang dialami penderita, dapat dibantu dengan rangkaian pengobatan berikut ini:

·         Paracetamol.

Untuk meredakan demam dan nyeri yang muncul pada penderita.

·         Cairan elektrolit.

Untuk menjaga kadar cairan dan elektrolit pada tubuh penderita.

·         Pelembab kulit.

Untuk menjaga kulit agar tidak mudah rusak.

·         Inkubator.

Diperuntukkan bagi bayi yang menderita penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome.

Umumnya, penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur selama 5-7 hari.

Komplikasi Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

Jika tidak ditangani dengan baik, penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome dapat menyebabkan sejumlah komplikasi seperti:

·         Kehilangan cairan dan dehidrasi.

·         Bekas luka.

·         Infeksi yang semakin memburuk.

·         Bakteremia dan sepsis.

·         Pneumonia.

·         Selulitis.

·         Hipotermia.

·         Infeksi sekunder.

·         Cacat.

·         Kematian.

Pencegahan Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

Ada kemungkinan bahwa penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome tidak dapat dicegah, terutama penyebarannya. Meskipun demikian, penyakit ini dapat dikontrol dengan baik untuk meminimalisasi risiko komplikasi. Berikut ini adalah langkah pencegahan dan manajemen penyakit Staphylococcal scalded skin syndrome yang dapat dilakukan:

·         Menghindari infeksi Staphylococcus primer yang dapat memicu infeksi toksin Staphylococcus.

·         Mengobati penderita infeksi Staphylococcus sesegera mungkin.

·         Mengidentifikasi dan merawat penderita infeksi Staphyloococcus meskipun bersifat asimptomatik.

·         Memberlakukan kebiasaan mencuci tangan kepada tiap orang yang tinggal di daerah rawan infeksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar