Selasa, 31 Januari 2017

AKALASIA



Pengertian Akalasia

Akalasia adalah kondisi di mana kerongkongan (esofagus) kehilangan kemampuan untuk mendorong makanan dari mulut ke perut. Penyakit ini tergolong langka, dapat diwariskan, dan bisa menyerang orang dari berbagai usia. Namun, kebanyakan penderita akalasia berusia paruh baya atau mengalami gangguan autoimun.

Normalnya, lower esophageal sphincter (LES) akan mengendur agar makanan bisa masuk ke perut. Namun, pada penderita akalasia, LES tidak mengendur dengan benar. Sehingga makanan menumpuk pada bagian bawah dari kerongkongan atau lebih sering makanan naik kembali. LES sendiri adalah lingkaran otot pada bagian bawah dari kerongkongan yang terbuka secara otomatis saat makanan atau minuman turun ke perut. Dan tertutup dengan sendirinya untuk mencegah asam dan makanan yang ada di perut tidak naik kembali ke kerongkongan.

Kerusakan dan juga hilangnya saraf-saraf pada dinding kerongkongan menjadi penyebab utama terjadinya akalasia. Namun, penyebab dari rusak atau hilangnya saraf-saraf ini masih belum diketahui. Gangguan autoimun, seperti sindrom Sjogren, lupus, atau uveitis, juga bisa dihubungkan dengan munculnya akalasia.

Ada beberapa komplikasi yang bisa dialami penderita akalasia yaitu:

·         Regurgitasi.

Naiknya asam lambung atau makanan kembali ke kerongkongan.
·         Pneumonia.

Akibat masuknya makanan ke dalam paru-paru.

·         Perforasi esofagus.

Robeknya dinding kerongkongan.

·         Kankereso esofagus.

Tersumbatnya kerongkongan oleh makanan dalam jumlah banyak yang tidak bisa masuk ke perut, maka risiko terkena kanker esofasgus juga meningkat.

Gejala Akalasia

Gejala adalah sesuatu yang dirasakan dan diceritakan oleh penderita. Gejala-gejala utama yang umumnya dirasakan oleh penderita akalasia adalah:

·         Disfagia, adalah kondisi di mana penderita akalasia kesulitan, bahkan sampai kesakitan, ketika menelan makanan atau minuman.

·         Sakit dada, yang biasanya bertambah parah setelah makan.

·         Nyeri pada ulu hati.

·         Muntah yang menetes dari mulut.

·         Berat badan turun tanpa sebab yang jelas.

Diagnosis Akalasia

Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau kondisi yang menjelaskan gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh pasien. Beberapa hal yang biasanya dilakukan dokter untuk mendiagnosis akalasia adalah:

·         Pencitraan sinar-x dan barium.

Penderita akan diminta untuk menelan cairan yang mengandung zat kimia barium, sehingga kerongkongan bisa terlihat saat diambil gambar dengan sinar-X. Normalnya diameter kerongkongan terlihat cukup lebar dan barium terlihat lancar memasuki lambung. Tapi tidak demikian pada penderita akalasia.

·         Endoskopi.

Instrumen fleksibel disertai kamera di ujungnya akan dimasukkan ke bagian bawah kerongkongan agar dokter bisa memeriksa dinding kerongkongan dan perut.

·         Monometri.

Tabung plastik kecil akan dimasukkan ke kerongkongan lewat mulut atau hidung, dan akan merekam aktivitas dan kekuatan kontraksi otot dan memeriksa fungsi kerongkongan. Pada akalasia akan tampak hilangnya kontraksi dan tekanan yang lebih tinggi di bagian akhir kerongkongan. 

Pengobatan  Akalasia

Tujuan dari pengobatan untuk penderita akalasia adalah untuk membuka otot LES, sehingga makanan dan minuman bisa masuk ke perut. Beberapa jenis penanganan bagi penderita akalasia adalah:

·         Pelebaran kerongkongan.

Terutama di bagian yang mengalami penyempitan dengan menggunakan bantuan balon. Tindakan ini didahului oleh pembiusan total dan harus diulang beberapa kali lagi setelah setahun lebih.

·         Obat-obatan.

Otot LES bisa mengendur sementara dengan cara mengonsumsi obat-obatan. Dokter biasanya akan meresepkan obat seperti nitrate atau nifedipine.

·         Pembedahan.

Kerongkongan akan diakses melalui perut atau dada, kemudian serat-serat otot LES yang menegang akan dipisahkan. Umumnya keefektifan terapi dengan cara ini bersifat permanen.

·         Injeksi botox ( botulinum toxin ).

Dokter akan menyuntikkan botox ke otot LES, sebab botox bisa menyebabkan serat-serat otot mengendur. Biasanya hanya efektif untuk beberapa bulan.

Untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada kerongkongan usai menjalani tindakan pelebaran atau pembedahan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:

·         Perbanyak minum cairan saat makan.

·         Selalu makan dengan posisi duduk tegak.

·         Jangan terburu-buru dan kunyah makanan dengan baik sebelum ditelan.

·         Gunakan beberapa bantal untuk menyanggah kepala, untuk mencegah asam lambung naik ke kerongkongan dan menyebabkan nyeri di ulu hati.



KERACUNAN MAKANAN



Pengertian Keracunan Makanan

Keracunan makanan adalah kondisi yang muncul akibat mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi oleh organisme menular, seperti bakteri, virus, dan parasit. Selain itu bisa karena racun yang mereka keluarkan di makanan. Kontaminasi dapat terjadi saat makanan sedang diproses atau dimasak dengan tidak benar.

Kontaminasi yang umumnya terjadi pada kasus keracunan makanan disebabkan oleh:

·         Bakteri, contohnya Campylobacter, salmonella, Escherichia coli (E.coli) Listeria, dan Shigella.

·         Virus, contohnya norovirus dan rotavirus.

·         Parasit, contohnya cryptosporidium, Entamoeba histolytica, dan giardia.

Berikut ini adalah beberapa contoh makanan yang mudah terkontaminasi jika tidak ditangani, disimpan, atau diolah dengan baik.

·         Daging mentah.

·         Susu.

·         Makanan siap saji, misalnya potongan daging matang, keju lembek, dan roti isi kemasan.

·         Telur mentah.

·         Kerang-kerangan mentah.

Gejala Keracunan Makanan

Lama waktu hingga munculnya gejala akibat keracunan makanan bisa berbeda-beda pada tiap orang. Kondisi ini bergantung kepada jenis organisme yang menginfeksi dan berapa banyak makanan terkontaminasi yang dikonsumsi. Masa munculnya gejala dari waktu mengonsumsi makanan terkontaminasi, atau disebut masa inkubasi, bisa berjarak beberapa jam hingga berminggu-minggu.

Gejala yang biasanya terjadi pada pasien yang menderita keracunan makanan adalah sebagai berikut:

·         Mual.

·         Muntah. Biasanya bertahan beberapa hari, tapi bisa terjadi lebih lama.

·         Diare. Akan bertahan beberapa hari, tapi Anda bisa terus merasakan sakit perut selama kurang lebih satu minggu.

·         Demam dan menggigil.

·         Kehilangan selera makan.

Rasa sakit dan gejala akibat keracunan makanan biasanya bertahan selama beberapa jam hingga beberapa hari. Kebanyakan kondisi ini tidak membutuhkan pengobatan secara khusus, tapi jika terjadi tanda dan gejala seperti di bawah ini, sebaiknya Anda segera mencari bantuan medis atau memeriksakan diri ke dokter.

·         Sering mengalami muntah-muntah dan berlangsung lebih dari dua hari.

·         Tidak bisa mempertahankan cairan selama satu hari atau mengalami diare yang bertahan lebih dari tiga hari.

·         Tinja bercampur dengan darah.

·         Perubahan kondisi mental, seperti munculnya rasa kebingungan.

·         Pandangan kabur atau berbicara tidak jelas.

·         Munculnya gejala dehidrasi parah, seperti mulut yang kering, kelelahan, sakit kepala, mata tenggelam, denyut jantung cepat, dan sulit buang air kecil.

·         Mengalami kejang-kejang.

·         Jika keracunan makanan terjadi saat hamil, Anda harus lebih waspada dalam menyikapi kondisi ini.

Penyebab Keracunan Makanan

Kontaminasi makanan yang disebabkan oleh organisme menular tertentu bisa terjadi pada tahap apa pun, misalnya saat proses produksi, penyimpanan, pengiriman, atau  saat mempersiapkannya.

Makanan yang paling mudah terkontaminasi adalah jenis makanan mentah dan makanan siap saji karena makanan yang tidak dimasak ini bisa mengandung organisme berbahaya yang belum mati.
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang bisa menyebabkan makanan terkontaminasi, yaitu:

·         Makanan yang tidak dimasak hingga matang. Meski sudah matang, tidak memasukkannya ke kulkas dan malah dibiarkan di suhu udara biasa terlalu lama.

·         Terjadinya kontaminasi silang, yaitu ketika penularan organisme terus menyebar melalui makanan, permukaan, dan peralatan.

·         Mengonsumsi makanan yang tersentuh orang yang sedang sakit atau tangannya kotor.

Penyebab utama makanan terkontaminasi adalah bakteri, virus, atau parasit. Di bawah ini adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh bakteri:

·         Compylobacter.

Bakteri jenis ini biasa ditemukan di daging mentah atau kurang matang, pada susu dan air yang tidak diolah dengan benar. Masa inkubasi yang disebabkan oleh bakteri ini antara 2-5 hari. Gejala akan bertahan kurang dari 7 hari.

·         Salmonella.

Bakteri ini sering ditemukan di dalam daging mentah atau daging kurang matang, telur, susu, dan produk olahan susu lainnya. Masa inkubasi akibat salmonella adalah 12-72 jam. Gejala berlangsung selama 4-7 hari.

·         Escherichia coli ( E.coli).

Kasus infeksi bakteri ini paling sering ditemukan setelah mengonsumsi daging yang kurang matang, seperti pada daging cincang, dan bakso. Bisa juga ditemukan pada susu yang tidak dipasteurisasi. Masa inkubasi adalah 1 hari hingga seminggu. Gejala bertahan selama beberapa hari hingga beberapa minggu.

·         Clostridium botulinum (C.botulinum).

Bakteri ini bisa ditemukan pada makanan kaleng yang terkontaminasi. Bakteri ini menyebabkan kelumpuhan otot-otot tubuh karena adanya racun terhadap saraf. Masa inkubasi adalah 18-36 jam.

·         Listeria.

Bakteri ini ditemukan dalam makanan siap saji, misalnya roti isi dalam kemasan, irisan daging, dan keju. Khususnya bagi wanita hamil harus berhati-hati dengan infeksi akibat bakteri ini karena berisiko menyebabkan keguguran dan komplikasi kehamilan serius lainnya. Masa inkubasi mulai dari beberapa hari hingga beberapa minggu. Gejalanya akan selesai dalam waktu tiga hari.

·         Shigella.

Bakteri ini bisa muncul pada makanan apa pun yang dicuci dengan air yang terkontaminasi. Gejalanya biasanya muncul tujuh hari setelah bakteri masuk ke dalam tubuh dan bertahan sekitar satu minggu. Bakteri ini menyebabkan disentri.

Berikut adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh parasit, yaitu:

·         Amoebiasis.

Infeksi parasit sel tunggal bernama Entamoeba histolytica bisa menyebabkan terjadinya disentri.

·         Giardiasis.

Infeksi yang disebabkan oleh parasit bernama Giardia intestinalis.

·         Cryptosporidiosis.

Infeksi parasit yang disebabkan oleh Cryptosporidium.

Parasit yang mengakibatkan keracunan makanan umumnya akan menimbulkan gejala dalam sepuluh hari setelah Anda mengonsumsi makanan yang sudah terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani, gejala bisa bertahan hingga berbulan-bulan.

Berikut adalah kontaminasi makan yang disebabkan oleh virus, yaitu: 

·         Norovirus.

Virus ini menyebabkan muntah-muntah dan diare. Infeksi ini menyebar dengan mudah melalui makanan atau air yang terkontaminasi, dan terutama melalui tiram mentah. Masa inkubasi adalah 1-2 hari dan gejala akan hilang dalam dua hari.

·         Rotavirus.

Virus ini menjadi penyebab kontaminasi makanan yang umumnya menimpa anak-anak. Gejalanya muncul satu minggu setelah mengonsumsi makanan terkontaminasi dan bertahan antara sekitar 6 hari.

Faktor Resiko Keracunan Makanan

Setelah Anda mengonsumsi makanan yang sudah terkontaminasi, terdapat beberapa faktor yang menentukan timbulnya dan tingkat keparahan gejala, yaitu:

·         Jumlah makanan terkontaminasi yang dikonsumsi.

·         Usia seseorang.

·         Jenis organisme penyebab infeksi.

·         Kondisi kesehatan secara umum.

Berikut ini adalah beberapa orang yang memiliki risiko lebih tinggi menderita sakit saat mengonsumsi makanan yang sudah terkontaminasi.

·         Orang yang menderita penyakit kronis.

Penyakit seperti diabetes, AIDS, gangguan hati, serta menjalani kemoterapi dan terapi radiasi pada penyakit kanker bisa menurunkan respons sistem kekebalan tubuh seseorang.

·         Wanita hamil.

Perubahan metabolisme dan sirkulasi semasa hamil akan meningkatkan risiko keracunan makanan. Reaksi yang terjadi akan lebih serius pada masa ini. Meski jarang terjadi, bayi bisa turut mengalami sakit.

·         Bayi dan anak-anak.

Risiko keracunan makanan akan meningkat karena pada masa ini mereka belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang berkembang.

·         Orang lanjut usia.

Sistem kekebalan mungkin tidak mampu merespons dengan cepat dan secara efektif terhadap organisme yang menginfeksi ketika seseorang telah memasuki usia senja.

Diagnosis Keracunan Makanan

Diagnosis yang dilakukan pada keracunan makanan didasarkan kepada gejala yang dialami, makanan yang dimakan, dan sudah berapa lama merasa sakit. Pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk mencari tahu apakah selama Anda merasakan gejala keracunan makanan juga disertai kondisi dehidrasi.

Dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan, seperti apakah Anda baru saja melakukan perjalanan atau mungkin Anda makan/minum sesuatu yang sudah terkontaminasi. Suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, dan bagian perut yang sakit juga akan diperiksa oleh dokter.

Selain pemeriksaan di atas, dokter mungkin akan melakukan tes medis seperti tes darah, tes kondisi tinja, atau pemeriksaan parasit. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui organisme penyebab terjadinya keracunan dan memastikan diagnosisnya juga. Meski pada beberapa kasus, tidak diketahui secara pasti penyebab terjadinya keracunan makanan.

Tes pencitraan dan pungsi lumbal hanya akan dilakukan jika dicurigai infeksi sudah menyebar ke bagian tubuh yang lain.

Pengobatan Keracunan Makanan

Keracunan makanan biasanya tidak memerlukan pengobatan khusus dan orang yang mengalaminya akan pulih dengan sendirinya setelah beberapa hari. Karena gejala umum dari keracunan makanan adalah muntah dan diare, Anda harus berusaha untuk menghindari dehidrasi. Pastikan untuk minum banyak air untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang.

Anda disarankan untuk beristirahat secukupnya dan tetap mengonsumsi makanan ringan dan rendah berlemak. Agar gejala yang terjadi tidak bertambah buruk, hindari minuman keras, minuman berkafein, minuman bersoda, makanan pedas, dan makanan berlemak.

Jika gejala yang Anda alami bertambah parah dan berkelanjutan, dan kondisi tubuh rentan terhadap komplikasi yang lebih serius, maka terdapat kemungkinan Anda perlu mendapatkan pengobatan lebih lanjut. Tes dan diagnosis lebih lanjut juga akan diperlukan untuk mengetahui penyebab gejala yang dialami. Jika hasil tes menyatakan Anda terkena infeksi bakteri, Anda akan diberikan obat-obatan antibiotik untuk mengatasinya.

Untuk menghentikan muntah-muntah yang cukup parah, obat antiemetik (antimuntah) bisa diberikan untuk mengatasinya. Terkadang perawatan di rumah sakit selama beberapa hari perlu dilakukan untuk mendapat pengawasan lebih lanjut, sekaligus memberikan cairan langsung melalui infus.

Bagi orang yang rentan mengalami dehidrasi, misalnya orang tua dan penderita kondisi kronis tertentu, sangat disarankan untuk diberikan oralit. Obat ini tersedia di apotek dan dijual secara bebas.

Oralit membantu menggantikan garam, glukosa, dan mineral penting lain yang dikeluarkan tubuh ketika mengalami dehidrasi. Tapi bagi yang memiliki gangguan ginjal, beberapa jenis oralit tidak cocok untuk dikonsumsi. Tanyakan kepada dokter atau apoteker untuk mengetahui lebih lanjut tentang ini.

Pencegahan Keracunan Makanan

Pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghindari keracunan makanan adalah dengan menjalani hidup bersih dan memproses makanan secara higienis, baik dalam hal penyimpanan, penanganan, dan penyiapan. Pastikan untuk tidak mengonsumsi makanan yang sudah kedaluarsa dan mengikuti petunjuk pada bungkus makanan. Jangan mengandalkan penampilan dan aroma makanan untuk menentukan kesehatan makanan. Hindari membeli makanan dan minuman dari tempat yang kebersihannya tidak terjamin.

·         Mencegah penyebaran infeksi yang terjadi.

Orang yang mengalami keracunan makanan tidak boleh menyiapkan atau mengolah makanan untuk orang lain. Mereka juga perlu menjaga jarak dari orang lanjut usia dan anak-anak kecil. Disarankan untuk tidak masuk sekolah atau masuk kerja hingga dua hari setelah diare terakhir. Jika Anda tinggal dengan orang yang mengalami keracunan makanan, hal-hal yang perlu Anda lakukan adalah:

a.       Mencuci tangan dengan sabun secara teratur bagi semua orang yang tinggal dengan pasien yang mengalami keracunan makanan.

b.      Usahakan semua orang memiliki handuk tersendiri.

c.       Cuci pakaian orang yang keracunan makanan dengan pengaturan air paling panas pada mesin cuci.

d.      Membersihkan bagian-bagian toilet yang sering dipegang secara rutin.

·         Mencegah keracunan makanan.

Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah keracunan makanan:

a.       Membersihkan.

Bakteri dan virus berbahaya bisa dicegah dengan menjalani pola hidup higienis dan membersihkan segala peralatan dan permukaan. Pastikan untuk membersihkan tangan dengan sabun setelah dari toilet, sebelum menyiapkan makanan, setelah memegang makanan mentah, dan setelah menyentuh tempat sampah.

b.      Memasak.

Agar bakteri berbahaya mati, sangat penting untuk memasak makanan hingga matang menyeluruh, terutama daging dan hidangan laut. Sebagian daging bisa disajikan setengah matang asalkan bagian luar sudah matang. Saat menghangatkan makanan, pastikan mendidih secara merata dan jangan memanaskan makanan lebih dari satu kali.

c.       Membekukan.

Periksa petunjuk penyimpanan makanan pada kemasan untuk mengetahui suhu yang tepat. Hal ini dilakukan untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Jika makanan harus didinginkan, pastikan suhu kulkas mencapai 0-5 derajat Celcius. Jika dibiarkan di suhu ruangan, bakteri bisa tumbuh dan berkembang biak. Sisa makanan harus didinginkan dengan cepat, setidaknya dua jam setelah dikonsumsi.

d.      Kontaminasi silang.

Ini adalah kondisi ketika bakteri berpindah dari makanan satu ke makanan lainnya. Ini terjadi ketika makanan saling bersentuhan, menetes pada makanan lain, ketika ada bakteri di tangan, permukaan benda, dan perlengkapan yang dipakai untuk menyiapkan makanan. Berikut ini beberapa cara untuk mencegah kontaminasi silang:

1.      Cuci tangan setelah memegang makanan mentah.

2.      Simpan daging mentah di kulkas terbawah agar tidak menetes ke makanan lain.

3.      Gunakan papan pengiris berbeda untuk makanan mentah dan makanan siap saji. Anda juga bisa cuci sebelum dipakai untuk menyiapkan makanan berbeda.

4.      Bersihkan pisau dan peralatan lain setelah dipakai untuk makanan mentah.

5.      Jangan mencuci daging mentah atau unggas. Mencucinya akan menyebarkan bakteri ke sekitar dapur. Bakteri berbahaya dalam daging merah dan daging unggas akan mati saat dimasak.

Jika Anda bepergian ke daerah lain, pastikan untuk memilih makanan dan air yang higienis untuk menurunkan risiko mengalami keracunan makanan.