Pengertian
Dwarfisme
Dwarfisme bisa diakibatkan oleh beberapa kondisi, salah satunya kondisi genetis atau karena adanya kelainan medis saat lahir.
Penyebab
Dwarfisme
Selain mutasi genetis dari kedua orang tua, nutrisi
yang buruk, atau kekurangan hormon, dwarfisme juga disebabkan oleh beberapa
jenis kondisi medis dan penyebab lain yang belum diketahui hingga kini.
Dwarfisme yang khusus berkembang akibat kondisi medis terbagi lagi menjadi dua
kategori umum, yaitu:
·
Dwarfisme proporsional.
yaitu semua anggota tubuh memiliki ukuran yang
sama kecil dan proporsional dengan tinggi tubuh penderita dwarfisme sehingga
tampak seperti postur tubuh normal pada umumnya. Kondisi ini biasanya tidak
langsung terlihat pada saat lahir. Gejala bisa muncul di awal masa kanak-kanak
yang kemudian membatasi keseluruhan proses tumbuh kembang anak.
Kondisi ini umumnya disebabkan oleh berkurangnya
produksi hormon pertumbuhan oleh kelenjar pituitari, atau kelenjar di bawah
otak, sehingga tidak memenuhi asupan untuk pertumbuhan yang normal.
·
Dwarfisme disproporsional.
yaitu
sebagian anggota tubuh memiliki ukuran yang sama kecil dan proporsional dengan
tinggi tubuh, namun anggota tubuh lain memiliki ukuran normal atau bahkan lebih
besar dari ukuran rata-rata. Beberapa kondisi medis dapat menyebabkan
terhambatnya perkembangan tulang pada penderita.
Kondisi medis yang bisa menyebabkan dwarfisme
adalah:
·
Sindrom Turner. Sindrom ini hanya
dialami oleh wanita ketika menghilangnya satu atau sebagian dari kromosom
seksual atau kromosom X. Kondisi ini menjadikan hanya terdapat satu kromosom
yang berfungsi, bukannya sepasang.
·
Sindrom Prader-Willi.
·
Sindrom Down.
·
Sindrom Noonan.
·
Sindrom Conradi.
·
Sindrom Ellis-van Creveld.
·
Hypochondroplasia.
·
Penyakit mucopolysaccharide.
·
Diastrophic dysplasia.
·
Multiple epiphyseal dysplasia.
·
Pseudoachondroplasia.
·
Perawatan yang menggunakan steroid, misalnya
penyakit asma.
·
Penyakit jangka panjang yang
berdampak kepada paru-paru, jantung, atau ginjal.
Dwarfisme dapat disebabkan oleh lebih dari 300
kondisi medis sehingga menjadikannya memiliki gejala yang beragam pula.
Gejala Dwarfisme
Dwarfisme memiliki gejala yang beragam pada tiap
kategori, namun perawakan tubuh yang pendek merupakan gejala yang paling sering
muncul.
·
Dwarfisme proporsional.
Kondisi
ini memengaruhi keseluruhan pertumbuhan tubuh sehingga berpengaruh juga pada
buruknya perkembangan satu atau beberapa sistem tubuh. Penderita kondisi ini
umumnya memiliki kepala, tubuh, dan badan yang kecil, namun berukuran
proporsional satu sama lain. Gejala lainnya yaitu:
a. Memiliki
tingkat pertumbuhan yang lebih lambat untuk usianya.
b. Memiliki
tinggi di bawah persentil ketiga berdasarkan grafik standar pertumbuhan anak.
c. Perkembangan
organ seksual yang tertunda, atau bahkan tidak ada, pada masa remaja.
Gejala
tambahan biasanya berkaitan dengan penyakit yang mendasari berkembangnya
kondisi ini, misalnya penderita sindrom Prader-Willi cenderung memiliki selera
makan yang terus-menerus.
·
Dwarfisme disproporsional.
Gejala
dwarfisme disproporsional biasanya segera terlihat ketika lahir atau di awal
masa kanak-kanak. Walau demikian, sebagian besar penderita kondisi ini tetap
memiliki kapasitas intelektual yang normal. Tidak jarang juga penderita
dwarfisme disproporsional memiliki tubuh yang normal dengan tungkai yang sangat
pendek atau tubuh yang sangat pendek dengan tungkai yang lebih pendek dan
lebar. Bagian kepala biasanya lebih besar dibandingkan tubuh.
Berikut
adalah gejala dwarfisme disproporsional berdasarkan kondisi-kondisi yang
menjadi penyebab.
a. Dwarfisme
disproporsional akibat achondroplasia.
Gejala
yang menyertai kondisi ini, yaitu:
1. Ukuran
tubuh yang umum atau rata-rata. Tinggi orang dewasa sekitar 122 cm.
2. Ukuran
kepala yang besar dan tidak proporsional dengan tubuh, serta dahi menonjol dan
bagian atas hidung yang rata.
3. Jari-jari
yang pendek dan adanya jarak lebar antara jari tengah dan jari manis.
4. Lengan
dan kaki yang pendek dengan panjang lengan dan kaki bagian atas yang lebih
pendek dibandingkan lengan dan kaki bagian bawah.
5. Memiliki
pergerakan yang terbatas dia area siku.
6. Perkembangan
progresif pada kaki yang cenderung bengkok.
7. Perkembangan
progresif pada punggung bawah yang bengkok ke arah perut.
b. Dwaefisme
disproportional akibat spondyloepiphyseal dysplasia congenital.
Gejala
yang menyertai kondisi ini, antara lain:
1. Ukuran
badan yang sangat pendek.
2. Tinggi
orang dewasa berkisar antara 90-120 cm.
3. Leher
yang pendek dengan tulang leher yang tidak stabil.
4. Tulang
pipi sedikit rata.
5. Terdapat
bukaan di langit-langit mulut (bibir sumbing).
6. Dada
yang luas dan bulat.
7. Ukuran
tangan dan kaki yang normal.
8. Lengan
dan kaki yang lebih pendek.
9. Cacat
pinggul yang menyebabkan tulang paha menghadap ke arah dalam.
10. Kaki
yang bengkok atau memiliki bentuk yang tidak normal.
11. Memiliki
arthritis dan masalah yang berkenaan dengan penyakit sendi.
12. Mengalami
gangguan penglihatan dan pendengaran.
Segera
temui dokter jika Anda menyadari kemunculan gejala sejenis pada anak atau
kondisi lain yang bisa berdampak kepada tumbuh kembang anak.
Diagnosis
Dwarfisme
Dwarfisme dapat dikenali semenjak
lahir atau di awal masa kanak-kanak, namun ada juga yang baru bisa terdiagnosis
ketika usia anak sudah lebih dewasa dan/atau ketika tumbuh kembangnya sudah
tidak berjalan sesuai dengan seharusnya. Pemeriksaan anak rutin yang dilakukan
semenjak lahir memang penting dilakukan, bukan hanya dengan memberinya vaksinasi,
melainkan dengan memantau perkembangan fisik dan kesehatannya juga. Dengan
demikian, gangguan-gangguan yang muncul dapat dideteksi dan diobati lebih
cepat.
Beberapa pemeriksaan yang mungkin
dilalui anak jika dokter mencurigai adanya tanda-tanda dwarfisme, yaitu:
·
Memeriksa bentuk wajah dan bentuk tulang
tubuh untuk mencari gejala dwarfisme.
·
Mengukur tinggi, berat badan, dan
lingkar kepala untuk mengenali pertumbuhan yang tidak biasa, seperti bentuk
kepala yang lebih besar.
·
Mengamati ukuran tubuh keluarga lainnya,
seperti orang tua, saudara, kakek-nenek, atau kerabat lain untuk mengetahui
tinggi rata-rata di keluarga termasuk yang memiliki tubuh tidak tinggi.
·
Melakukan tes pencitraan tubuh, seperti
X-ray dan MRI scan. Kedua tes ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran jelas
dari tengkorak dan tulang, serta jika terdapat kelainan pada kelenjar pituitari
atau hipotalamus pada otak.
·
Melakukan tes hormon untuk mengukur
pertumbuhan hormon pertumbuhan atau hormon lain yang berperan penting dalam
proses tumbuh kembang anak.
·
Melakukan tes genetik untuk mendapatkan
diagnosis yang lebih akurat, misalnya untuk mengetahui apakah anak mengidap
sindrom Turner yang menjadi penyebab dwarfisme. Tes ini akan mencari tahu
seperti apa kondisi kromosom X yang memicu sindrom Turner pada anak.
Pengobatan
Dwarfisme
Mengobati dwarfisme bisa melibatkan berbagai macam
dokter spesialis, sesuai dengan kondisi penderita kondisi ini. Kebanyakan
perawatan dwarfisme tidak bisa memperbaiki postur tubuh.
Perawatan dilakukan
untuk mengurangi gangguan yang muncul akibat komplikasi dari kondisi ini.
Beberapa pilihan perawatan yang ada, yaitu:
·
Terapi hormone.
Sebuah
hormon sintetis akan disuntikkan untuk membantu hormon pertumbuhan yang kurang
pada penderita dwarfisme. Suntik hormon ini dilakukan hingga beberapa kali
selama masa remaja, setidaknya hingga tinggi badan maksimum dari tinggi
rata-rata di keluarga pasien tercapai. Selain tinggi badan, suntikan juga
dilakukan untuk memastikan tubuh dapat tumbuh sesuai dengan kapasitas pertumbuhan
yang seharusnya. Perawatan ini dapat dilengkapi dengan terapi hormon lain,
misalnya hormon estrogen bagi penderita sindrom Turner.
·
Prosedur operasi.
Prosedur
ini dilakukan untuk memperbaiki arah tumbuh tulang, memperbaiki bentuk tulang
belakang agar stabil, dan memperbesar pembukaan di tulang belakang untuk
mengurangi tekanan pada saraf tulang belakang. Operasi juga bisa dilakukan
untuk membuang kelebihan cairan di otak pada kondisi hidrosefalus.
·
Pemanjangan anggota tubuh.
Beberapa
pemilik kondisi dwarfisme juga memilih prosedur ini walaupun berisiko dan masih
kontroversial. Risiko yang ada berpengaruh pada kondisi kesehatan fisik dan
mental akibat banyaknya prosedur operasi yang harus dilalui. Inilah sebabnya
seorang penderita dwarfisme harus cukup umur untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan prosedur ini.
·
Rawat jalan untuk memantau kondisi
kesehatan penderita dwarfisme.
Mengingat
komplikasi dari kondisi ini dapat berpengaruh kepada aktivitas sehari-hari,
misalnya apnea tidur, dan infeksi telinga.
Selain prosedur perawatan yang dilakukan di rumah
sakit, pemilik dwarfisme juga tetap bisa menyesuaikan kondisi ini dengan
lingkungan di rumah maupun ketika beraktivitas sehari-hari.
Beberapa langkah
yang bisa dilakukan, yaitu:
·
Upayakan menjaga postur tubuh anak
dengan menyediakan bantal untuk punggung bagian bawah, dan bangku kecil untuk
anak duduk.
·
Berikan dukungan yang memadai untuk
menjaga kepala dan leher anak ketika ia sedang duduk.
·
Gunakan kursi khusus anak yang kokoh dan
menopang leher dan punggung dengan baik pada kendaraan Anda. Atur kursi dengan
menghadap belakang, pada aturan berat dan tinggi badan tertinggi yang
memungkinkan (meski melewati umur yang direkomendasikan).
·
Hindari menggendong anak menggunakan
ayunan, gendongan kain atau gendongan di punggung yang tidak menyokong leher
serta membuat punggung melengkung seperti huruf “C”.
·
Perhatikan selalu tanda-tanda komplikasi
pada anak, seperti apnea tidur dan infeksi telinga.
·
Mulailah diet makanan sehat dan seimbang
sejak dini untuk mencegah masalah penambahan berat badan.
·
Ajak anak untuk lebih sering
berpartisipasi pada kegiatan menyehatkan, seperti bersepeda, berenang, namun
hindari olahraga-olahraga yang memberikan benturan pada tubuh, seperti
sepakbola, senam atau gimnastik, dan menyelam.
Kebanyakan penderita dwarfisme tidak memiliki
gangguan yang serius terkait dengan kondisi ini sehingga dapat menjalani hidup
dengan normal dengan harapan umur yang normal juga.
Komplikasi
Dwarfisme
Dwarfisme memiliki beberapa komplikasi yang umum
terjadi akibat kondisi ini, misalnya pada kehamilan. Perempuan hamil yang
memiliki kondisi dwarfisme disproporsional cenderung mengalami gangguan
pernapasan selama masa kehamilan. Prosedur kelahiran Caesar juga
seringnya diharuskan bagi perempuan dengan kondisi seperti ini, karena bentuk
dan ukuran tulang panggul yang membuat melahirkan secara normal menjadi
berisiko tinggi. Komplikasi-komplikasi lain dwarfisme menurut klasifikasinya,
yaitu:
·
Dwarfisme proporsional.
Terganggunya
tumbuh kembang pada kondisi ini umumnya menyebabkan buruknya perkembangan organ
tubuh, misalnya gangguan jantung, terhambatnya pematangan organ seksual yang
akhirnya berdampak pada penampilan fisik dan fungsi sosial penderita.
·
Dwarfisme disproporsional.
Komplikasi
yang menyertai kondisi ini umumnya akan berbeda-beda bagi tiap penderita.
Penderita dwarfisme berisiko mengalami komplikasi seperti:
a. Kaki
yang melengkung seperti busur panah.
b. Keterlambatan
pada perkembangan kemampuan motorik, seperti merangkak, duduk, dan berjalan.
c. Kesulitan
bernapas saat sedang tidur.
d. Sering
mengalami infeksi telinga dan berisiko kehilangan pendengaran.
e. Memiliki
jumlah gigi yang terlalu banyak.
f. Menderita
arthritis.
g. Penambahan
berat badan yang bisa menambah tekanan pada saraf, serta memicu gangguan pada
sendi dan tulang belakang.
h. Hidrosefalus.
i.
Bertambahnya tekanan pada saraf tulang
belakang yang ada di dasar tulang tengkorak.
j.
Punggung yang terus membungkuk atau
bengkok, disertai dengan rasa sakit.
k. Penyempitan
saluran pada tulang belakang bagian bawah sehingga menambah tekanan pada saraf
tulang belakang, disusul dengan rasa sakit atau mati rasa pada tungkai.
Seseorang yang memiliki dwarfisme juga harus
berhadapan dengan persepsi masyarakat yang salah mengenai kondisi ini. Hal ini
bisa berdampak pada turunnya kepercayaan diri dan terbatasnya kesempatan yang
sebenarnya bisa diraih oleh penderita dwarfisme, khususnya anak-anak yang
rentan terhadap ejekan di dalam pergaulan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar