Pengertian
Dystonia
Gerakan berulang-ulang ini menyebabkan penderita dystonia seringkali memiliki postur tubuh yang tidak biasa dan terkadang mengalami gemetar (tremor). Dystonia dapat menyerang hanya satu anggota tubuh (dystonia fokal), dua atau lebih bagian tubuh yang berkaitan (dystonia segmental), atau seluruh tubuh (dystonia general).
Berdasarkan penyebabnya, dystonia dibagi menjadi dua kategori, yaitu dystonia primer dan dystonia sekunder. Dystonia primer adalah dystonia yang penyebabnya belum diketahui dengan jelas, namun beberapa dari kasusnya diketahui disebabkan oleh mutasi genetik atau keturunan, dan biasanya terjadi dalam usia belia.
Dystonia sekunder dapat terjadi akibat berbagai
kondisi pemicu seperti:
·
Gangguan pada sistem saraf -
contohnya adalah pada penderita penyakit Parkinson dan sklerosis ganda.
·
Gangguan pada otak – contohnya adalah
kelumpuhan otak (cerebral palsy) yang seringkali terjadi sebelum atau
sesaat setelah lahir, tumor otak, dan stroke.
·
Infeksi – infeksi yang bisa menyebabkan
dystonia antara lain adalah HIV dan radang otak.
·
Obat-obatan – obat-obatan yang dimaksud
adalah jenis antipsikosa (obat untuk mengatasi gangguan mental) atau obat
antikejang (digunakan untuk mengatasi epilepsi).
·
Penyakit Wilson’s – kondisi di mana
terjadi penumpukan tembaga di jaringan tubuh.
·
Penyakit Huntington’s – penyakit keturunan
yang bisa berakibat pada gangguan mental.
·
Trauma – biasanya cedera yang menyerang
tulang tengkorak atau tulang belakang.
Dystonia sendiri bukanlah kondisi medis yang sering
dijumpai. Tercatat, dystonia menyerang 1% populasi dunia, dengan jumlah wanita
lebih banyak daripada pria. Sayangnya, masih belum ada data mengenai angka
kejadian dystonia di kawasan Asia, terutama di Indonesia.
Gejala
Dystonia
Gejala dystonia sangat bervariasi,
tergantung dari jenis dystonia serta waktu awal kejadiannya (onsetnya).
Berdasarkan waktu, dystonia dibagi menjadi dua, yakni dystonia onset dini dan
dystonia onset lambat.
Pada dystonia onset dini, gejala
awal akan muncul pada usia anak-anak atau remaja. Gejala biasanya akan bermula
dari lengan atau kaki sebelum akhirnya menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Berikut adalah beberapa jenis dystonia onset dini serta gejala-gejalanya.
·
Dystonia generalisasi.
Dystonia
generalisasi kerap menyerang anak-anak menjelang remaja, dan gejalanya biasanya
dimulai dari bagian otot kaki sebelum menyebar ke anggota tubuh lainnya.
Beberapa gejala yang dapat muncul antara lain kram otot, postur tubuh bengkok
dan tidak normal, kaki dan tangan menekuk ke arah dalam, dan kejang.
·
Dystonia dopa-responsive.
Dystonia
dopa-responsive termasuk dalam kelompok dystonia generalisasi,
dan biasanya menyerang kelompok usia 6-16 tahun. Gejala yang paling sering
dijumpai adalah cara berjalan yang kaku dan aneh. Telapak kaki bisa menekuk ke
arah atas, atau bisa menekuk ke arah luar. Gejala lain seperti kaku otot dan
kram di lengan dan pundak dapat terjadi, meski jarang.
·
Dystonia myoclonus.
Ini
merupakan jenis dystonia yang jarang, di mana bagian tubuh seperti lengan,
leher, dan pundak bisa terserang. Biasanya, dystonia ini menyerang dua bagian
tubuh yang berkaitan (dystonia segmental), dan menimbulkan gejala seperti
hentakan tiba-tiba seperti orang tersengat listrik.
·
Dystonia paroxysmal.
Jenis
dystonia ini paling jarang dijumpai, dan gejalanya biasanya adalah gerakan
kejang mendadak yang dapat terjadi pada kondisi tertentu seperti stres atau
kelelahan. Gejala ini kerap disamakan dengan penyakit epilepsi, namun dalam
kondisi ini penderita masih sadar dan dapat mengalami kejang selama beberapa
menit hingga jam.
Sedangkan untuk dystonia onset lambat, gejala awal
mulai muncul pada usia dewasa, dan serangan biasanya dimulai dari kepala, leher
atau lengan dan tidak menyebar ke bagian tubuh lainnya. Gejala late onset
tidak menyebar ke anggota tubuh yang lainnya. Yang termasuk dystonia onset
lambat adalah:
·
Dystonia servikal.
Dystonia
servikal atau yang disebut juga dengan tortikolis adalah dystonia yang hanya
menyerang 1 bagian tubuh (dystonia fokal), yakni leher. Kontraksi di leher
dapat menyebabkan leher berputar ke atas (mendongak), ke bawah (menunduk), atau
ke samping.
·
Blefarospasme.
Blefarospasme
adalah kondisi di mana terjadi kelemahan otot di sekitar mata, sehingga mata
akan secara tidak sadar terpejam. Pada beberapa kasus yang parah, pasien sampai
tidak mampu membuka matanya.
·
Kram penulis (Writer’s cramp).
Kram
penulis atau yang disebut dengan task-specific dystonia adalah
dystonia yang mengakibatkan gerakan gemetar (tremor) tanpa sadar pada bagian
otot lengan dan pergelangan tangan. Gejala ini kerap menyerang penulis, musisi,
pemain golf hingga seseorang yang sering mengetik dengan frekuensi berlebihan.
·
Dystonia laring.
Pada
dystonia laring, otot di sekitar pita suara (laring) akan menjadi kaku,
sehingga akan menghasilkan suara seperti “tercekik” atau “tersengal-sengal”,
Suara yang dihasilkan ini pun tergantung otot laring menjadi kaku ke arah luar
atau dalam.
·
Dystonia oromandibular.
Dystonia
oromandibular adalah jenis dystonia yang menyerang area otot wajah bagian
bawah, lidah, atau rahang. Gerakan-gerakan yang bisa ditimbulkan antara lain
adalah meringis, bibir mengerut, rahang terbuka dan tertutup secara
berulang-ulang, serta terdapat gerakan lidah spontan yang tidak dapat
dikontrol. Pasien biasanya juga akan mengalami kesulitan untuk menelan makanan.
·
Kejang hemifasial.
Gejala
yang muncul antara lain adalah kedutan yang berulang-ulang pada satu sisi
wajah, biasanya pada bagian mata atau mulut.
Diagnosis
Dystonia
Untuk menegakkan diagnosis dystonia, dokter biasanya
memerlukan beberapa tahapan guna menentukan penyebab utama dari dystonia
tersebut. Dokter mungkin akan menanyakan beberapa hal seperti:
·
Usia saat gejala muncul untuk pertama
kalinya.
·
Urut-urutan bagian tubuh yang terkena.
·
Apakah penyakit memburuk secara cepat.
Dari berbagai pertanyaan tersebut, dokter
kemungkinan akan dapat membedakan apakah Anda menderita dystonia primer atau
sekunder. Apabila Anda dicurigai menderita dystonia sekunder, Anda mungkin akan
disarankan untuk menjalani berbagai pemeriksaan tambahan sebagai berikut guna
mencari tahu penyebab utama dari dystosia.
·
Tes urin dan sampel darah.
Tes
ini bertujuan untuk memeriksa fungsi organ tubuh, misalnya hati, serta untuk
melihat apakah ada proses infeksi atau kadar senyawa beracun di dalam tubuh
Anda.
·
Tes genetik.
Pengambilan
sampel DNA biasanya digunakan untuk mencari tahu apakah Anda memiliki kelainan
gen yang berhubungan dengan dystonia. Tes DNA juga dapat menentukan apakah
dystonia Anda disebabkan oleh penyakit genetik seperti penyakit Huntington’s.
·
Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Tes
pencitraan ini berguna untuk memeriksa apakah ada gangguan atau kerusakan di
otak, dan dapat berguna juga untuk mendeteksi adanya tumor di otak.
·
Electromyography (EMG).
Tes
ini berfungsi untuk mengukur aktivitas aliran listrik di dalam otot.
Pengobatan
Dystonia
Dystonia tidak bisa disembuhkan, namun ada beberapa
pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi frekuensi kemunculan gejala
dan tingkat keparahannya, yaitu melalui:
·
Suntikan botox (botulinun Toxin).
Botulinum toxin bekerja
dengan cara menghambat senyawa-senyawa penyebab kekakuan/spasme otot sehingga
tidak mencapai target otot sasaran. Botulinum toxin diberikan
secara suntikan, dan dilakukan langsung pada area yang terkena. Efek suntikan
botox akan bertahan selama dua hingga tiga bulan sebelum dilakukan suntikan
ulangan. Suntikan botox biasanya diberikan pada dystonia fokal atau dystonia.
·
Obat-obatan.
Obat-obatan
yang diberikan adalah jenis obat yang bekerja untuk menghambat sinyal-sinyal di
otak yang merangsang kekakuan otot. Dokter mungkin akan meresepkan beberapa
macam obat sesuai dengan kondisi penderita, seperti levodopa (untuk mengontrol
gerakan motorik dan bisa juga diberikan pada penderita penyakit Parkinson),
obat antikolinergik (untuk menghambat kimia asetilkolin penyebab kejang otot),
balcofen (untuk mengontrol kejang dan juga bisa diberikan pada penderita lumpuh
otak atau sklerosis ganda), diazepam (untuk menimbulkan efek relaksasi),
tetrabenazine (untuk menghambat dopamin), dan clonazepam (untuk mengurangi
gejala pergerakan otot yang berlebihan).
·
Fisioterapi.
Dokter
mungkin juga akan menyarankan untuk melakukan terapi seperti fisioterapi, pijat
atau peregangan otot untuk meredakan nyeri otot, terapi bicara, terapi sensorik
untuk mengurangi kontraksi otot, hingga latihan pernapasan dan yoga.
·
Operasi.
Terdapat
dua jenis operasi yang mungkin disarankan dokter jika tidak ada pengobatan yang
berhasil, di antaranya adalah operasi stimulasi otak dalam dan operasi
denervasi selektif. Dalam operasi stimulasi otak, dokter akan menanamkan
elektroda atau baterai pada otak dan menggabungkannya dengan listrik dalam
tubuh untuk menghambat gejala dystonia. Sedangkan dalam operasi denervasi
selektif, dokter akan memotong saraf penyebab kejang otot untuk menghentikan
gejala secara permanen.
Sebelum melakukan terapi atau mengkonsumsi
obat-obatan apa pun, pastikan Anda sadar dengan kemungkinan terjadinya efek
samping, seperti mengantuk, mual, bingung, kesulitan menelan, penglihatan
ganda, perubahan suara, mulut mengering, konstipasi, kesulitan buang air kecil,
kesulitan mengingat, hingga kehilangan keseimbangan. Konsultasikan dengan
dokter untuk mengetahui efek samping yang mungkin terjadi sesuai dengan kondisi
Anda.
Komplikasi
Dystonia
Ada beberapa komplikasi yang mungkin dapat dialami
oleh penderita dystonia, tergantung pada jenis dan lokasinya. Komplikasi-komplikasi
tersebut meliputi:
·
Keterbatasan gerak, sehingga kesulitan
untuk melakukan pekerjaan sehari-hari.
·
Kesulitan menggerakan rahang, menelan,
atau berbicara.
·
Kelelahan dan rasa sakit akibat
kontraksi otot berlebihan.
·
Kebutaan (jika dystonia menyerang
kelopak mata).
·
Masalah psikologis (cemas, depresi, atau
bahkan menarik diri dari masyarakat).
Selain itu, ada juga beberapa kemungkinan komplikasi
yang dapat terjadi setelah melakukan operasi, seperti berhentinya elektroda
atau kesalahan pemasangan baterai dalam operasi stimulasi otak, atau
pembengkakan, nyeri seperti tertusuk-tusuk, dan infeksi pada bagian leher
setelah melakukan operasi denervasi selektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar