Pengertian
Glaukoma
Glaukoma adalah jenis gangguan penglihatan yang
ditandai dengan terjadinya kerusakan pada saraf optik yang biasanya diakibatkan
oleh adanya tekanan di dalam mata. Gejala-gejala glaukoma dapat berupa:
1. Nyeri
pada mata.
2. Sakit
kepala.
3. Melihat
bayangan lingkaran di sekeliling cahaya.
4. Mata
memerah.
5. Mual
atau muntah.
6. Mata
berkabut (khususnya pada bayi).
7. Penglihatan
yang makin menyempit hingga pada akhirnya tidak dapat melihat obyek sama
sekali.
Menurut Badan Kesehatan Dunia atau WHO, glaukoma
merupakan penyebab kebutaan kedua terbesar di seluruh dunia setelah katarak. Di
Indonesia sendiri, berdasarkan data yang didapat oleh Kementrian Kesehatan
(kemenkes), prevalensi penderita glaukoma pada tahun 2007 mencapai 4,6 per 1000
penduduk.
Gejala
Glaukoma
Pada kasus glaukoma sudut tertutup, sering kali gejala berkembang dengan cepat atau akut. Orang yang terkena kondisi ini akan mengalami gejala nyeri dan merah pada mata, penglihatan menjadi buram, sakit kepala, mual dan muntah, seperti melihat lingkaran cahaya di sekitar lampu. Gejala glaukoma sudut tertutup akut bisa muncul-hilang selama satu atau dua jam. Meskipun tidak konstan, namun kondisi mata makin rusak tiap kali gejala muncul.
Berbeda dengan glaukoma sudut tertutup, gejala pada kasus-kasus glaukoma sudut terbuka sering kali berkembang secara perlahan-lahan atau kronis. Penderita kondisi ini hampir tidak menyadari kerusakan yang terjadi pada mata mereka. Ciri-ciri utama glaukoma sudut terbuka kronis adalah menurunnya penglihatan tepi pada kedua mata secara perlahan-lahan, sebelum akhirnya menjadi sangat sempit atau tunnel vision.
Dua jenis glaukoma yang lainnya
adalah glaukoma sekunder dan kongenital. Pada kasus glaukoma sekunder, gejala
glaukoma akan disertai oleh gejala dari kondisi yang mendasari. Contohnya
adalah glaukoma yang disebabkan oleh uveitis. Disamping penglihatan menjadi
buram atau seperti melihat lingkaran cahaya di sekitar lampu, penderita juga
akan merasakan nyeri pada mata dan kepalanya yang juga merupakan gejala dari
uveitis.
Sedangkan pada kasus glaukoma
kongenital atau bawaan, gejala yang bisa muncul pada anak-anak di antaranya:
1. Mata
tampak berair dan berkabut.
2. Mata
menjadi sensitif terhadap cahaya.
3. Mata
terlihat membesar (akibat tekanan yang terjadi di dalam mata).
4. Mata
terlihat juling.
Penyebab
Glaukoma
Cairan mata atau (aqueous humour) merupakan zat penting yang terdapat di dalam mata kita. Tiap hari zat ini diproduksi dan dialirkan secara konstan dari mata ke aliran darah melalui saluran drainase yang disebut trabecular meshwork. Aqueous humour juga menghasilkan tekanan guna menjaga bentuk mata kita. Pada mata orang sehat, aqueous humour mengalir dengan lancar dan tekanan tetap berada pada batas yang aman. Sebaliknya, pada penderita glaukoma, aliran aqueous humour terganggu dan tekanan di dalam mata meningkat.
Salah satu penyebab terhambatnya aliran aqueous humour adalah trabecular meshwork yang terblokir. Hingga kini, faktor yang mendasari penyempitan saluran tersebut masih belum diketahui.
Berikut ini sejumlah faktor yang diduga bisa meningkatkan risiko seseorang terkena glaukoma, di antaranya:
1. Berusia
di atas 60 tahun.
2. Pernah
mengalami cedera pada mata atau menjalani operasi mata.
3. Pernah
terdiagnosis mengalami tekanan mata tinggi atau hipertensi okular.
4. Menderita
penyakit mata yang lain (misalnya rabun jauh).
5. Memiliki
anggota keluarga yang juga menderita glaucoma.
6. Menggunakan
obat kortikosteroid, terutama tetes mata, pada jangka waktu lama.
7. Menderita
penyakit anemia sel sabit, diabetes, hipertensi, atau penyakit jantung.
8. Mengalami
defisiensi estrogen di usia dini (pada wanita).
Diagnosis
Glaukoma
Dalam mendiagnosis glaukoma, selain menanyakan
gejala yang pasien rasakan, dokter mata juga akan membutuhkan keterangan
mengenai riwayat kesehatan mereka. Dan untuk menguatkan diagnosis, dokter akan
melakukan sejumlah tes, di antaranya:
1. Tes
tonometry.
yaitu
pemeriksaan untuk mengukur tekanan di dalam mata. Sebelum tes ini dilakukan,
mata pasien akan ditetesi obat bius . Tes tonometry dilakukan dengan bantuan
sebuah alat yang dinamakan tonometer. Alat ini dilengkapi dengan lampu
biru di ujungnya. Dokter akan menempelkan tonometer pada mata untuk mengukur
tekanan intraokular.
2. Tes
perimetri atau tes lapang pandang.
Pemeriksaan
ini bertujuan untuk memeriksa semua area lapan pandang pasien, termasuk lapang
pandang perifer (samping). Saat tes perimetri dilakukan,
pasien akan disuruh melihat rangkaian titik-titik cahaya. Titik-titik cahaya
ini sebagian akan terlihat di arealapang pandang periferal (sekitar sisi bola
mata) apabila mata pasien sehat. Sebaliknya, jika pasien mengalami glaukoma,
titik cahaya tersebut tidak akan tampak dalam lapang pandang periferal.
3. Tes
gonioscopy.
Pemeriksaan
ini bertujuan memeriksa sudut di antara iris dan kornea yang merupakan tempat
saluran pembuangan cairan mata. Dokter perlu mengetahui apakah sudut tersebut terbuka
atau tertutup.
4. Tes
ophthalmoscopy.
yaitu
pemeriksaan untuk melihat gangguan di area belakang mata. Dalam pemeriksaan
ini, mata pasien akan ditetesi obat khusus sehingga pupil mereka membesar.
Setelah itu dokter akan meneliti mata pasien dengan sebuah alat. Pemeriksaan
yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan langsung, pemeriksaan tidak langsung,
dan pemeriksaan menggunakan slit-lamp.
5. Tes
pachymetry.
yaitu
pemeriksaan untuk mengukur ketebalan kornea.
Pengobatan
Glaukoma
Kerusakan mata yang ditimbulkan oleh glaukoma memang tidak dapat diobati secara total (penglihatan tidak bisa sepenuhnya normal kembali). Namun tujuan pengobatan kondisi ini adalah untuk mengurangi tekanan intraokular pada mata dan mencegah meluasnya kerusakan pada mata.
Glaukoma bisa ditangani dengan obat tetes mata, obat-obatan yang diminum, pengobatan laser, atau prosedur operasi.
Umumnya obat tetes mata sering
menjadi bentuk penanganan pertama untuk glaukoma yang disarankan oleh
dokter. Obat tetes ini berguna melancarkan pembuangan cairan mata (aqueous
humour) atau mengurangi produksinya.
Beberapa jenis obat tetes mata untuk
glaukoma adalah:
1. Alpa-adrenergic
agonists.
Obat
ini berfungsi meningkatkan aliran aqueous humour dan mengurangi
produksinya. Efek samping yang mungkin saja terjadi setelah menggunakan
alpha-adrenergic agonists adalah pembengkakan, gatal, dan merah pada mata,
badan terasa lelah, mulut kering, hipertensi, dan detak jantung tidak teratur.
Beberapa contoh obat ini adalah brimonidine dan apraclonidine.
2. Beta-blockers.
Obat
ini bekerja dengan cara memperlambat produksi aqueous humour guna
mengurangi tekanan intraokular pada mata. Efek samping yang mungkin terjadi
setelah mengonsumsi beta-blockers adalah mata terasa gatal, tersengat,
atau panas. Mata juga bisa menjadi kering. Beberapa contoh obat ini adalah
timolol, levobunolol hydrochloride, dan betaxolol hydrochloride.
3. Prostagladin
analogue.
Obat
ini mampu memperlancar pengaliran aqueous humour sehingga tekanan di
dalam mata berkurang. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi
prostaglandin analogue adalah sakit, bengkak, dan merah pada mata, mata menjadi
sensitif terhadap cahaya, mata menjadi kering, menggelapnya warna mata,
pembuluh darah pada bagian putih mata menjadi bengkak, serta sakit kepala.
Beberapa contoh obat ini adalah travoprost, bimatoprost, latanoprost, dan
tafluprost.
4. Carbonic
agents atau miotic.
Obat
ini bekerja dengan cara meningkatkan pengaliran aqueous humour. Efek
samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi cholinergic agents atau miotic
adalah penglihatan menjadi buram dan pupil mengecil. Salah satu contoh obat ini
adalah pilocarpine.
5. Sympathomimetics.
Obat
ini mampu memperlancar pengaliran aqueous humour sekaligus mengurangi
produksinya. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi
sympathomimetics adalah nyeri dan merah pada mata. Salah satu contoh obat ini
adalah brimonidine tartrate.
Obat tetes mata tidak boleh digunakan secara
sembarangan tanpa resep atau petunjuk penggunaannya dari dokter karena
dikhawatirkan bisa berbahaya. Contohnya adalah reaksi obat beta-blockers yang
malah memperburuk kondisi orang yang memiliki penyakit jantung dan asma.
Untuk melengkapi kinerja obat tetes atau jika obat
tetes terbukti kurang efektif, dokter kemungkinan akan meresepkan obat glaukoma
yang diminum. Salah satu contohnya adalah carbonic anhydrase inhibitor.
Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi obat ini adalah:
1. Sakit
perut.
2. Jari
tangan atau kaki kesemutan
3. Sering
buang air kecil.
4. Batu
ginjal.
5. Depresi.
Pada kasus glaukoma sudut tertutup, terapi laser
ditujukan untuk membuka penyumbatan aqueous humour. Sedangkan pada
kasus glaukoma sudut tertutup terapi laser ditujukan untuk memperlancar
pengaliran cairan tersebut. Berdasarkan tekniknya, terapi laser dibagi menjadi
tiga, yaitu:
1. Trabeculoplasty.
Sumbatan
di area trabecular meshwork dibuka menggunakan sinar laser.
2. Iridotomy.
Aliran
aqueous humour diperlancar dengan cara membuat lubang kecil pada iris
menggunakan sinar laser.
3. Cyclodiode
laser treatment.
Produksi
aqueous humour dibatasi dengan cara merusak sebagian kecil jaringan
penghasil aqueous humour.
Berikut ini adalah jenis-jenis operasi glaukoma jika
diurutkan berdasarkan penerapannya secara umum:
1. Trabeculectomy.
Ini
merupakan jenis operasi glaukoma yang paling umum. Trabeculectomy bertujuan
memperlancar aliran aqueous humour dengan cara membuang sebagian dari trabecular
meshwork.
2.
Aqueos shunt implant.
Ini
merupakan prosedur operasi yang bertujuan memperlancar aliran aqueous humour
dengan cara memasang sebuah alat kecil menyerupai selang pada mata.
3. Viscocanolostomy.
Melalui
operasi ini dokter akan membuang sebagian lapisan luar berwarna putih yang
menutupi bola mata (sclera) untuk meningkatkan pembuangan aqueous humour.
4.
Sclerectomy dalam.
Operasi
ini dilakukan guna memperlebar trabecular meshwork melalui pemasangan
alat untuk melebarkan trabecular meshwork.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar