Pengertian
Henti Jantung Mendadak
Henti jantung mendadak atau sudden cardiac
arrest adalah kondisi dimana detak jantung mendadak berhenti,
mengakibatkan penderitanya tidak dapat bernapas dan kehilangan kesadaran.
Kondisi ini sangat membahayakan karena dapat menyebabkan cacat hingga kematian
dalam hitungan menit jika tidak cepat ditangani.
Kondisi ini berbeda dengan serangan jantung, di mana aliran darah menuju sebagian sisi jantung terhambat. Namun, serangan jantung ini juga dapat memicu gangguan aliran listrik dan mengakibatkan seseorang terserang mendadak.
Penyebab
Henti Jantung Mendadak
Penyebab utama henti jantung mendadak adalah aritmia
(kelainan ritme jantung) yang terjadi karena gangguan pada pusat pembangkit
listrik (sinus node) jantung. Sinus node berfungsi sebagai
pengatur aliran listrik dalam jantung yang membantu mengontrol ritme dan proses
pemompaan. Jika terjadi masalah, otomatis ritme jantung menjadi tidak teratur
sehingga kemampuan jantung untuk memompa darah pun akan terganggu. Terdapat dua
jenis artimia yang bisa terjadi:
·
Fibrilasi ventrikel.
Ini
adalah kondisi di mana ventrikel (serambi bawah jantung) bergetar berlebih dan
mengganggu ritme Hal ini melemahkan atau bahkan menghentikan kemampuan jantung
memompa darah, sehingga dapat mengakibatkan kematian mendadak pada
penderitanya.
·
Fibrilasi atrium.
Kondisi
ini terjadi saat atrium (bilik atas jantung) berhenti memompa darah saat sinus
node yang terletak pada atrium kanan tidak mengirim aliran listrik yang
mencukupi ke bagian jantung lainnya.
Selain itu, ada juga serangkaian penyebab lainnya
yang memicu terjadinya henti jantung mendadak, meliputi:
·
Penyakit jantung koroner.
Penyakit
ini sering menjadi pemicu terjadinya henti jantung mendadak, khususnya pada
penderita di atas umur 35 tahun yang memiliki masalah jantung. Pada penyakit
jantung koroner, aliran darah menuju jantung akan terhambat, sehingga jantung
kesulitan untuk menghantarkan aliran listrik.
·
Lemah jantung (Kardiomiopati).
Saat
otot melebar atau mengalami kelainan, jantung akan melemah dan mengakibatkan
seluruh proses pemompaan terganggu.
·
Penyakit sindrom Long QT atau sindrom.
Kondisi
atau sindrom kelainan pada aliran listrik jantung ini dapat membuat ritme
jantung menjadi tidak beraturan.
·
Sindrom marfan.
Penyakit
genetik yang menyerang jaringan tubuh ini dapat mengakibatkan beberapa bagian
dari jantung tertekan dan melemah.
·
Kelainan sejak lahir.
Walau
kelainan sudah ditangani atau dioperasi, penderita masih sangat rentan
terserang secara mendadak.
Risiko mengalami henti jantung mendadak juga akan
meningkat jika seseorang memiliki kebiasaan atau sedang dalam tahap tertentu,
seperti:
·
Merokok.
·
Minim gerakan atau olahraga.
·
Tekanan darah tinggi (hipertensi).
·
Obesitas.
·
Memiliki riwayat penyakit jantung, baik
pribadi ataupun keluarga.
·
Sempat mengkonsumsi zat atau pengobatan
yang tidak tepat.
·
Kekurangan kalium atau magnesium.
Pada umumnya, henti jantung mendadak sering terjadi
pada pria berusia di atas 45 tahun dan wanita di atas 55 tahun. Namun, hal ini
tidak menutup kemungkinan penyakit ini dapat menyerang penderita di bawah umur
tersebut.
Gejala
Henti Jantung Mendadak
Penderita henti jantung mendadak dapat diselamatkan
jika mengenali gejala yang timbul secara dini. Beberapa gejala yang mungkin
dirasakan penderita meliputi:
·
Pusing.
·
Muntah.
·
Napas pendek.
·
Merasa lemas atau lelah.
·
Merasakan palpitasi jantung (ritme
jantung tidak teratur).
Cepat tanggapi dan bantu penderita jika sedang
mengalami kondisi seperti:
·
Sakit dada.
·
Nadi tidak terdengar atau dirasakan.
·
Kesulitan bernapas atau berhenti total.
·
Pingsan.
·
Merasa sakit di kedua bahu, punggung,
leher, atau rahang.
Pada umumnya, henti jantung mendadak
tidak memiliki gejala dan terjadi secara langsung. Segera hubungi dokter atau
rumah sakit terdekat jika melihat 1 atau beberapa gejala terjadi pada
penderita.
Sambil menunggu, sangat disarankan
untuk berada bersama penderita dan membantunya dengan Resusitasi jantung paru
(RJP) atau yang dikenal dengan CPR jika dalam kondisi tidak bernapas. Hal ini
dapat dilakukan dengan menekan bagian tengah dada secara cepat dan kuat hingga
penderita sadar atau hingga bantuan medis tiba.
Diagnosis Henti Jantung Mendadak
Pada tahap awal, dokter akan
bertindak dengan memberi kejut listrik melalui dada menggunakan alat bantu
bernama defibrilator untuk menormalisasi ritme jantung, dan memantau ritme
tersebut menggunakan elektrokardiogram (EKG) yang dipasang di dada dan kaki.
Jika pasien selamat dari serangan,
dokter juga akan melakukan serangkaian tes untuk memeriksa lebih lanjut kondisi
jantung dan penyebabnya, seperti:
·
Tes darah.
Dokter akan
mengambil sampel darah pasien untuk melihat kadar kalium, magnesium, hormon,
dan zat lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan jantung.
·
X-ray.
Tes radiologi
ini membantu dokter memeriksa ukuran dan struktur jantung juga pembuluh darah.
·
Ekokardiogram.
Tes ini membantu
mengindentifikasi bagian jantung yang tidak berfungsi dengan baik atau
mengalami cacat melalui gelombang suara.
·
Nuclear scan.
Tes ini
dilakukan untuk mengidentifikasi aliran darah dalam jantung, menggunakan zat
radioaktif bernama talium yang disuntikan dalam pembuluh darah dan dipantau
melalui kamera khusus. Tes ini biasanya dilakukan bersama dengan tes tekanan
untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal.
·
Tes elektrofisiologi dan pemetaan.
Dengan bantuan
pipa lentur kecil yang dilengkapi elektroda bernama kateter, dokter akan
memantau ritme jantung melalui berbagai titik aliran listrik.
·
Angiogram.
Dalam tes ini,
dokter akan menyuntikan zat pewarna khusus pada pembuluh darah menuju jantung
menggunakan kateter. Tes ini dilakukan untuk menandai letak sumbatan dengan
bantuan X-ray dan rekaman video.
·
Tes fraksi ejeksi.
Salah satu
dampak terbesaar henti jantung mendadak adalah ketidakmampuan jantung memompa
darah sesuai dengan kapasitas normalnya. Fraksi ejeksi dilakukan untuk
membantu dokter menghitung persentase kemampuan jantung memompa darah (kadar
normal 55 – 70%) dan melihat jika terjadi penurunan drastis. Alat bantu seperti
MRI scan, CT Scan, kateter, nuclear scan dan ekokardiogram dapat
digunakan untuk memenuhi tes ini.
Pengobatan
Henti Jantung Mendadak
Penderita henti jantung mendadak
harus ditangani secara dini dan hal pertama yang paling disarankan adalah
tindakan resusitasi jantung paru/cardiopulmonary resuscitation (CPR).
Tindakan ini dilakukan dengan menekan dada secara kuat dan sebanyak 100-120
kali per menit.
Posisikan satu tangan di atas dada
dan satunya diposisikan tepat di atas tangan pertama, sambil menanyakan jika
penderita sudah mulai sadar. Pastikan posisi kedua siku dan bahu Anda lurus
agar tekanan menjadi lebih kuat. Lakukan hingga kesadaran mulai terlihat atau
sampai tim medis datang. Jika penderita belum kunjung sadar, dokter atau tim
medis biasanya akan menggunakan defribrilator untuk memberikan kejut listrik
pada jantung hingga ritme jantung kembali normal.
Jika penderita berhasil melewati
masa kritis, dokter akan memberikan pengobatan lanjutan untuk meredakan risiko serangan
ulang, seperti:
·
Obat-obatan.
Dokter
biasanya akan memberikan obat-obatan saat masa kritis hingga jangka panjang
seperti obat anti-aritmia untuk meredakan masalah ritme jantung, beta-antagonis
untuk meredakan risiko serangan mendadak berulang, hingga obat pendukung
seperti obat penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE Inhibitors),
penghambat kalsium, atau amiodarone (Cordarone atau Pacerone). Namun, perlu
diingat bahwa obat-obatan ini memiliki efek samping seperti memperburuk kondisi
aritmia atau mempercepat ritme jantung. Bicarakan dengan dokter untuk
mengetahui pengobatan yang tepat untuk kondisi yang Anda alami.
·
Implantasi defibrillator jantung (ICD).
Saat
kondisi pasien mulai stabil, dokter biasanya akan menyarankan untuk dipasangnya
alat Implantasi Defibrilator Jantung, alat dengan tenaga baterai yang dipasang
pada bagian tulang dada kiri dan disambungkan ke jantung menggunakan selang
elektroda untuk memantau ritme jantung. Jika alat ini mendeteksi adanya ritme
jantung yang tidak seimbang, kejut ringan hingga berat akan dilepaskan agar
ritme kembali seperti semula. Implantasi alat ini dikatakan lebih efektif
menekan risiko terjadinya serangan ulang dibanding obat-obatan, namun hanya
boleh diberikan sesuai petunjuk dokter.
·
Anggioplasti koroner.
Tindakan
ini dilakukan untuk membuka pembuluh darah koroner yang terhambat agar darah
dapat mengalir dengan mudah ke jantung dan mengurangi risiko terserang aritmia.
Umumnya, dokter akan memasukan selang tipis dan lentur (kateter) ke dalam
pembuluh darah kaki hingga ke bagian jantung yang terhambat. Kateter ini
dilengkapi dengan balon khusus yang akan mengembang jika terjadi hambatan pada
pembuluh darah jantung. Selain itu, dokter mungkin juga akan memasukan alat
besi khusus pada arteri agar terus terbuka dan melancarkan aliran darah untuk
jangka panjang.
·
Radiofrequency catheler ablation.
Tindakan
ini biasa dilakukan untuk menghambat salah satu jalur listrik pada jantung yang
menyebabkan aritmia, dengan memposisikan kateter melalui pembuluh darah hingga
titik yang dokter curigai menjadi penyebab terjadinya aritmia.
·
Operasi bypass.
Operasi
ini biasa dilakukan untuk membuat suatu saluran baru di atas pembuluh darah
yang tersumbat guna mengembalikan aliran darah yang sempat tersumbat. Tindakan
ini mampu membantu mengurangi frekuensi terjadinya aritmia.
·
Corrective heart surgery.
Jika
penderita mengalami kelainan jantung bawaan, dokter mungkin akan menyarankan
untuk melakukan tindakan operasi perbaikan jaringan atau katup jantung untuk
melancarkan aliran darah juga ritme jantung dan meredakan risiko terkena
serangan mendadak lanjutan dikemudian hari.
·
Olahraga dan perubahan polamakan.
Untuk
mendukung pengobatan yang diberikan, dokter mungkin akan menyarankan untuk
melakukan jenis olahraga tertentu dan mengubah pola makan sehari-hari agar
dapat menguatkan jantung dan terhindar dari bahaya kolestrol atau penyakit
mematikan lainnya.
Komplikasi
Henti Jantung Mendadak
Seseorang yang mengalami henti jantung mendadak
biasanya memiliki peluang tipis untuk kembali pulih dikarenakan otak kekurangan
pasokan oksigen dan aliran darah, khususnya jika sudah melewati waktu 8 menit.
Jika penderita berhasil melewati tahap kritis, kondisi seperti kerusakan otak
mungkin akan terjadi.
Pencegahan
Henti Jantung Mendadak
Henti jantung mendadak dapat terjadi pada siapapun,
baik yang memiliki riwayat penyakit jantung ataupun tidak. Kondisi ini dapat
dicegah dengan serangkaian cara berikut:
·
Hindari merokok.
·
Kurangi konsumsi minuman beralkohol.
·
Selalu aktif berolahraga.
·
Mengkonsumsi makanan yang bergizi.
·
Melakukan pemeriksaan rutin, baik yang
berisiko ataupun tidak.
·
Mengkonsumsi obat-obatan secara rutin
bagi penderita diabetes, kolestrol dan penyakit pemicu lainnya sambil mengikuti
pola makan yang baik.
Bagi yang berisiko, dokter biasanya
akan menyarankan berbagai langkah pencegahan seperti mengkonsumsi obat
anti-aritmia atau mengimplantasi defibrilator pada jantung. Selain itu, Anda
mungkin akan disarankan untuk mempelajari teknik CPR atau penggunaan
defibrilator eksternal jika memiliki keluarga dengan penyakit atau kelainan
jantung. Hal ini dilakukan untuk meredakan potensi terjadi komplikasi lanjutan
hingga kematian.
Para atlet juga berpotensi mengalami
henti jantung mendadak walau mereka dalam kondisi prima sebelumnya. Hal ini
umumnya disebabkan oleh penyakit atau gejala yang tidak terdiagnosa, seperti
jantung lemah atau kardiomiopati. Untuk menghindari hal seperti ini terjadi,
sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan rutin agar penangangan dapat
dilakukan secara dini jika diperlukan.
Setiap orang perlu mengetahui gejala
dan penanganan yang perlu dilakukan agar dapat menyelamatkan diri sendiri juga
orang lain. Bicarakan dengan dokter untuk mengetahui kondisi dan cara
pencegahan yang tepat sesuai dengan kondisi Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar