Pengertian Pheochromocytoma
Pheochromocytoma
(PCC) adalah tumor jinak yang berkembang dari sel-sel kromafin (chromaffin),
yang terdapat di bagian tengah kelenjar adrenal (medula adrenalis). Tumor ini
menyebabkan pembentukan hormon-hormon katekolamin yang berlebihan.
Saat PCC tumbuh dalam kelenjar adrenal, produksi hormon katekolamin akan meningkat dan menyebabkan hipertensi, peningkatan denyut jantung, dan sebagainya. Apabila tidak ditangani, kondisi ini dapat merusak jantung maupun organ tubuh lainnya, serta dapat menyebabkan kematian.
Selain PCC, ada juga jenis tumor lain yang memproduksi hormon katekolamin namun terletak di luar kelenjar adrenal, yaitu paraganglioma.
PCC dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun paling banyak ditemukan pada usia antara 20 – 50 tahun.
Penyebab Pheochromocytoma
Hingga saat ini dokter belum
mengetahui penyebab utama terjadinya pheochromocytoma, namun yang
diketahui adalah lokasi terdapatnya tumor pada sel kromafin.
Sebanyak 30 persen kasus PCC disebabkan
oleh faktor genetik. Beberapa kelainan genetik yang dapat menyebabkan PCC di
antaranya adalah sindrom neoplasia endokrin multipel tipe 2, neurofibromatosis
tipe 1, sindrom paraganglioma, dan penyakit Von Hippel-Lindau. Selain itu,
terdapat kasus PCC yang terjadi secara sporadik, tanpa adanya faktor atau
kelainan genetik apa pun.
Gejala Pheochromocytoma
Seseorang dapat merasakan gejala pheochromocytoma
berulang kali dalam sehari atau dalam hitungan bulan. Tingkat keparahan gejala
yang dirasakan pun akan naik seiring waktu. Gejala yang umumnya dialami adalah:
·
Sakit kepala hebat.
·
Berkeringat secara berlebih.
·
Berdebar-debar (palpitasi).
·
Tremor.
·
Hipertensi.
·
Wajah memucat.
·
Napas pendek.
·
Merasa lemas.
·
Mual.
·
Konstipasi.
·
Gelisah.
·
Nyeri di atas perut (nyeri epigastrium).
·
Nyeri pinggang (flank pain).
·
Berat badan menurun.
Beberapa penyebab yang dapat mencetuskan timbulnya
gejala pada PCC adalah:
·
Kekurangan pasokan oksigen (hipoksia)
pada kelenjar adrenal.
·
Mengonsumsi obat-obatan tertentu secara
berlebihan, seperti: dekongestan, monoamine oxidase inhibitor atau MAOI.
·
Menghentikan pemakaian obat-obat
tertentu secara mendadak, misalnya: obat tekanan darah tinggi.
·
Mengonsumsi makanan yang mengandung
tiramin berlebih, seperti keju, bir, anggur, daging asap, alpukat, pisang, acar
ikan, dan kacang fava.
·
Cemas, stres.
·
Kelelahan.
·
Perubahan posisi tubuh.
·
Melahirkan.
·
Cedera pada saraf tulang belakang.
Diagnosis Pheochromocytoma
Pada tahap awal, dokter akan melakukan pemeriksaan
fisik dan menanyakan tentang gejala yang dirasakan, obat-obatan yang sedang
dikonsumsi, serta riwayat penyakit pasien dan keluarga. Setelah itu baru
dilakukan pemeriksaan pendukung lainnya, seperti:
·
Tes urin.
Pasien
akan diminta untuk mengambil sampel urin setiap berkemih selama 24 jam untuk
diperiksa kadar hormon katekolamin total, metanephrine, dan vanillylmandelic
acid (VMA).
·
Tes darah.
Untuk
memeriksa kadar gula darah, kalsium, hemoglobin, serta kadar katekolamin dan metanephrine
plasma.
·
Pemindaian.
Seperti
MRI dan CT Scan, Positron Emission Tomography (PET Scan),
atau M-iodobenzylguanidine (MIBG Scan). Pemindaian juga
berguna untuk melihat potensi keganasan pada tumor.
·
Pemeriksaan genetik.
Untuk
memastikan apakah PCC yang ada pada diri pasien disebabkan oleh faktor genetik.
Pemeriksaan ini juga dapat membantu keluarga pasien mengetahui adanya resiko
terkena penyakit yang sama, khususnya bila ada rencana untuk memiliki anak,
agar dapat dipantau sejak dini.
Pengobatan Pheochromocytoma
Operasi kerap menjadi pilihan utama untuk mengangkat
tumor PCC dari kelenjar adrenal. Sebelum operasi, pasien akan diberikan
obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah, seperti:
·
Obat-obatan alfa
bloker.
Untuk
mencegah hormon nonadrenalin menstimulasi kontraksi pembuluh darah arteri dan
pembuluh darah kecil. Efek samping yang mungkin terjadi meliputi denyut jantung
tidak teratur, mudah lelah, pusing, pembengkakan pada kaki, masalah
penglihatan, disfungsi ereksi.
·
Obat-obatan beta
bloker.
Bekerja
dengan cara menghalangi pengikatan hormon adrenalin, sehingga fungsinya
ditekan. Efek samping yang mungkin terjadi meliputi pusing, sakit perut, mudah
lelah, mual, konstipasi, diare, denyut jantung tidak beraturan, kesulitan
bernapas, hingga pembengkakan pada kaki.
·
Obat penghambat
saluran kalsium (Calcium channel blocker).
Menurunkan
tekanan darah dengan cara mencegah kalsium masuk ke sel-sel pada dinding
pembuluh darah dan jantung. Efek samping yang mungkin terjadi meliputi pusing,
mual, konstipasi, pembengkakan pada kaki, hingga kemerahan dan ruam pada kulit.
Jika tumor PCC bersifat ganas,
pengobatan tambahan seperti kemoterapi, terapi target, dan terapi radionuklida
atau radioisotop, akan dilakukan untuk mencegah pertumbuhan dan penyebaran
kanker.
Operasi pengangkatan PCC bisa
dilakukan baik dengan bedah laparoskopik maupun bedah terbuka. Pemulihan pada
bedah laparoskopik lebih cepat dibanding pada bedah terbuka, namun bedah
laparoskopik hanya bisa dilakukan apabila ukuran tumor kurang dari 6 cm.
Pengangkatan dilakukan pada kelenjar
adrenal yang bermasalah saja, secara utuh. Kelenjar yang masih sehat nantinya
akan menggantikan fungsi kelenjar yang sudah diangkat. Namun apabila kelenjar
adrenal hanya tersisa satu, maka pengangkatan hanya pada bagian yang bermasalah
saja dengan menyisakan jaringan kelenjar yang masih sehat.
Komplikasi Pheochromocytoma
Komplikasi
utama pheochromocytoma adalah tekanan darah tinggi. Jika tidak ditangani,
kondisi ini dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya dan mengakibatkan:
·
Stroke.
·
Penyakit
jantung.
·
Berdebar-debar.
·
Gagal
ginjal.
·
Kerusakan
saraf mata.
·
Gangguan
pernapasan akut.
Komplikasi
juga berisiko terjadi pada saat atau sesudah operasi, karena adanya perubahan
mendadak pada kadar hormon katekolamin dalam tubuh. Komplikasi yang dapat terjadi
pada saat operasi adalah terjadinya krisis hipertensi atau krisis hipotensi dan
irama jantung yang tidak teratur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar