Pengertian Parestesia
Parestesia (kesemutan) adalah suatu kondisi yang terjadi di
mana anggota tubuh mengalami sensasi panas, seperti tertusuk-tusuk jarum, mati
rasa atau kebas. Parestesia umumnya terjadi pada tangan dan kaki, muncul secara
tiba-tiba, dan biasanya tidak disertai nyeri.
Parestesia dapat bersifat sementara (temporer) atau bersifat
kronis. Hampir setiap orang pernah mengalami parestesia temporer. Sensasi ini muncul
ketika saraf tertekan secara tidak sengaja pada posisi tubuh tertentu, seperti
duduk bersila terlalu lama atau tidur dengan kepala menindih tangan.
Parestesia
temporer akan hilang dengan sendirinya ketika penekanan pada saraf dihilangkan.
Namun jika rasa kesemutan tetap ada meskipun penekanan sudah tidak ada,
kemungkinan terdapat penyakit atau gangguan lain dalam tubuh yang menjadi
penyebab.
Parestesia yang bersifat kronis seringkali merupakan gejala
suatu penyakit saraf atau akibat trauma pada jaringan saraf. Berbagai macam
penyakit dapat menyebabkan parestesia kronis termasuk kekurangan vitamin,
gangguan pada saraf akibat gerakan yang berulang atau penyakit lain. Parestesia
kronis membutuhkan pengobatan dan penanganan untuk sembuh. Namun terkadang,
bahkan dengan pengobatan pun parestesia kronis tidak sembuh secara sempurna.
Untuk menentukan penyebab utama munculnya parestesia kronis,
diperlukan diagnosis melalui evaluasi riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
Gejala Parestesia
Gejala parestesia (kesemutan) yang umumnya muncul adalah:
·
Mati rasa.
·
Kaku.
·
Merasa lemah pada anggota badan.
·
Sensasi menggelenyar atau geli pada anggota
badan tersebut.
·
Rasa terbakar.
·
Dingin.
·
Rasa tertusuk-tusuk pada anggota badan terutama
pada kaki yang dapat menyebabkan sulit berjalan (hal ini biasanya terjadi dalam
kasus parestesia kronis).
Penyebab Parestesia
Penyebab parestesia (kesemutan) tidak selalu bisa ditentukan
secara pasti. Parestesia temporer biasanya terjadi akibat adanya penekanan pada
saraf atau terhambatnya sirkulasi darah. Sedangkan parestesia kronis umumnya
merupakan tanda adanya gangguan pada saraf, yang dapat digolongkan menjadi:
·
Radikulopati merupakan suatu kondisi yang
disebabkan saraf mengalami penekanan, iritasi atau peradangan. Radikulopati
dapat terjadi jika seseorang mengalami:
a.
Hernia nuklous pulposus yang menekan urat saraf,
atau yang biasa dikenal dengan istilah ‘saraf kejepit’.
b.
Penyempitan saluran saraf di tulang belakang.
c.
Adanya benjolan yang menekan saraf tulang belakang.
Radikulopati yang terjadi pada bagian pinggang (lumbal) disebut
radikulopati lumbar dan dapat menyebabkan parestesia pada paha maupun kaki.
Pada kasus radikulopati lumbar yang lebih berat, dapat muncul penekanan pada
saraf skiatik yang dapat menyebabkan pelemahan pada kaki. Saraf skiatik
merupakan urat saraf besar yang terletak pada sumsum tulang belakang bagian
bawah.
Selain radikulopati lumbar, ada yang disebut dengan radikulopati di
bagian leher (servikal). Kondisi ini terjadi pada saraf yang mengatur saraf
sensoris dan motoris pada tangan. Jika seseorang mengalami redikulopati
servikal, gejala yang muncul yaitu nyeri leher kronis, kesemutan pada bagian
lengan atas dan pelemahan pada bagian tangan.
·
Neuropati dapat terjadi akibat kerusakan saraf
kronis, misalnya pada kasus hiperglikemia atau gula darah tinggi. Selain itu,
beberapa kondisi yang dapat menyebabkan munculnya parestesia kronis pada
seseorang adalah:
a.
Trauma, cedera, atau kecelakaan yang dapat
menyebabkan kerusakan saraf.
b.
Cedera akibat gerakan berulang.
c.
Stroke atau ministroke, yaitu kondisi ketika
aliran darah di otak terhambat dan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
d.
Penyakit autoimun, seperti rheumatoid arthritis.
e.
Penyakit saraf, seperti multiple sklerosis=, yang menyebabkan kerusakan pada
sistem saraf pusat.
f.
Diabetes.
g.
Saraf terjepit pada anggota gerak badan.
h.
Skiatika, yaitu tekanan pada saraf skiatis.
Kondisi ini umumnya terjadi pada saat mengandung, dan menyebabkan kaku di
bagian kaki atau pegal di bagian punggung.
i.
Carpaltunnel
syndrome.
j.
Penyakit ginjal.
k.
Penyakit hati.
l.
Tumor pada otak atau urat saraf.
m.
Kelainan pada sumsum tulang atau jaringan ikat.
n.
Hipotiroidisme.
o.
Kekurangan vitamin B1, B6, B12, E, atau Niasin.
p.
Kelebihan vitamin D.
q.
Penyakit infeksi, seperti penyakit lyme atau HIV.
r.
Efek samping pengobatan, misalnya kemoterapi.
s.
Paparan senyawa kimia toksik.
Kerusakan
urat saraf akibat neuropati selain menyebabkan parestesia juga dapat
menyebabkan mati rasa permanen atau kelumpuhan (paralisis).
Faktor
Resiko Parestesia
Sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang
terkena parestesia (kesemutan) adalah:
·
Melakukan gerakan berulang yang menekan urat
saraf, misalnya mengetik, memainkan alat musik, atau bermain tenis.
·
Memiliki diabetes tipe 1 atau tipe 2.
·
Memiliki penyakit autoimun.
·
Memiliki penyakit saraf, seperti multiple sklerosis.
·
Memiliki kebiasaan minum alkohol dan pola makan
yang tidak seimbang sehingga menyebabkan kekurangan vitamin, terutama vitamin
B-12 dan asam folat.
Diagnosis Parestesia
Parestesia yang berkelanjutan membutuhkan penanganan medis
dan sebaiknya diperiksakan ke dokter. Pemeriksaan yang dilakukan oleh biasanya
meliputi:
·
Evaluasi kesehatan secara umum.
Dokter akan menanyakan kondisi kesehatan pasien secara umum, termasuk
riwayat medis, aktivitas yang melibatkan gerakan berulang, dan pengobatan yang
sedang dijalani. Evaluasi ini dilakukan untuk memperkirakan apakah pasien
mengalami kerusakan jaringan saraf atau neuropati.
·
Pemeriksaanfisik secara menyeluruh.
Termasuk pemeriksaaan neurologis.
·
Pemeriksaan laboratarium.
Termasuk pemeriksaan darah dan cairan serebrospinal.
·
Pemindaian.
Metode
ini akan direkomendasikan jika dicurigai terdapat masalah pada leher atau
tulang belakang. Contoh-contoh pemindaian yang dapat dilakukan adalah CT scan, MRI, dan foto Rontgen.
Pengobatan Parestesia
Pengobatan parestesia (kesemutan) bergantung kepada
penyebabnya. Jika parestesia sebagai gejala dari penyakit tertentu, maka
penanganan penyakit yang menimbulkan parestesia merupakan langkah pengobatan
utama.
Jenis dan penyebab parestesia juga akan menentukan apakah
parestesia dapat sembuh sempurna pasca pengobatan. Parestesia temporer biasanya
akan hilang setelah beberapa saat. Sedangkan pada beberapa kasus lainnya,
kerusakan urat saraf yang menyebabkan parestesia tidak dapat diperbaiki
kembali.
Pada kasus parestesia kronis, gejala parestesia tidak hilang
dengan sendirinya. Atau apabila hilang, gejala akan segera muncul kembali.
Kondisi ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, oleh karena itu penting
untuk mencari penyebab utamanya.
Untuk meredakan gejala parestesia kronis yang sudah terjadi
selama lebih dari dua bulan, penanganan bisa dilakukan melalui:
·
Injeksi kortikosteroid.
Kortikosteroid dapat menurunkan peradangan pada organ dan menghilangkan
rasa nyeri secara sementara. Efek samping dari kortikosteroid adalah infeksi
sendi, kerusakan urat saraf, nyeri, dan pemutihan pada kulit di sekitar daerah
injeksi.
·
Antidepresan tristik.
Obat jenis ini dapat menurunkan rasa sakit. Efek samping yang mungkin
terjadi adalah kantuk, mulut kering, dan gangguan aktivitas seksual.
·
Gabapetin, fenitoin, atau pregabalin.
Obat jenis antikejang ini dapat menurunkan gejala parestesia. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah sembelit, mual, pusing, dan kantuk.
·
Pembedahan.
Pembedahan
dilakukan untuk menghilangkan kompresi pada urat saraf yang menyebabkan
parestesia menjadi parah dan berlangsung lama. Namun metode ini jarang
dilakukan.
Pencegahan Parestesia
Parestesia (kesemutan) tidak selalu bisa dicegah, namun
frekuensi kemunculnya dapat dikurangi. Berikut ini sejumlah cara yang bisa
dilakukan guna menghindari parestesia, di antaranya:
·
Hindari gerakan berulang yang dapat menekan
saraf.
·
Istirahat secara berkala jika sering melakukan
gerakan secara berulang.
·
Bangun dan bergerak ke sekeliling secara berkala
jika sudah duduk dalam waktu yang cukup lama.
Jika memiliki diabetes atau penyakit kronis lain, pemantauan
dan manajemen penyakit dapat menurunkan risiko terjadinya parestesia kronis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar