Rabu, 04 Oktober 2017

PENYAKIT PARU INTERSTISIAL



Pengertian Penyakit Paru Interstisial

Penyakit paru interstisial adalah kumpulan penyakit yang ditandai oleh pembentukan jaringan parut atau fibrosis, secara progresif pada jaringan paru-paru yang berada di sekitar alveoli. Jaringan tersebut disebut jaringan interstisial. Pembentukan jaringan parut dapa interstisial paru dapat menyebabkan penurunan elastisitas paru-paru, sehingga fungsi pernapasan menurun dan pasokan oksigen dalam darah berkurang.

Umumnya penyakit paru interstisial terjadi akibat gangguan autoimun, efek samping pengobatan, radiasi, serta paparan senyawa berbahaya. Pada kasus tertentu, penyebab terjadinya fibrosis pada paru tidak diketahui, misalnya pada pneumonia interstisial nonspesifik dan sarkoidosis.

Jaringan paru yang sudah mengalami fibrosis tidak dapat pulih kembali. Pengobatan yang diberikan umumnya adalah untuk memperlambat proses kerusakan paru-paru, namun tidak dapat mengembalikan fungsi paru-paru secara utuh. Oleh karena itu, pada kerusakan yang sudah meluas, penanganan yang umumnya direkomendasikan adalah transplantasi paru-paru.

Jenis-Jenis Penyakit Paru Interstisial

Seseorang yang menderita penyakit ini akan mengalami penebalan jaringan interstisial. Penebalan dapat diakibatkan oleh peradangan, penimbunan cairan, atau luka pada paru-paru. Beberapa penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru interstisial adalah:

·         Pneumonia interstisial

Pneumonia interstisial disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau jamur.

·         Fibrosis paru idiopatik.

Ini merupakan penyakit jenis fibrosis kronis yang berkembang dengan cepat pada penderita dan belum diketahui penyebabnya.

·         Pneumonitis interstisial nonspesifik.

Penyakit peradangan ini seringkali disebabkan oleh kelainan autoimun, seperti rheumatoid arthritis atau  scleroderma.

·         Pneumonitis hipersensitivitas.

Penyakit ini seringkali disebabkan oleh debu, kapang, atau bahan iritan lain yang terhirup secara terus-menerus.

·         Sarkoidosis.

Penyakit paru interstisial yang muncul bersamaan dengan pembengkakan kelenjar getah bening.

·         Asbestosis.

Penyakit paru interstisial yang terjadi akibat terhirupnya bahan kimia asbestos ke dalam paru-paru.

Gejala Penyakit Paru Interstisial

Gejala yang sering terjadi pada penderita penyakit paru interstisial adalah:

·         Batuk kering.

·         Napas pendek pada saat beristirahat dan pada saat melakukan aktivitas fisik.

Pada penyakit paru interstisial yang sudah berlangsung dalam jangka waktu lama, dapat muncul gejala-gejala tambahan yang berkaitan dengan penurunan kadar oksigen dalam darah. Contohnya adalah pembesaran volume jantung, perubahan bentuk ujung jari yang disebut clubbing finger, infeksi, kelelahan, dan demam. Pada penderita penyakit paru interstisial stadium lanjut dapat terlihat kebiruan di bibir, kulit, dan kuku yang diakibatkan kekurangan oksigen.

Gejala-gejala tersebut sangat umum terjadi pada berbagai penyakit paru-paru. Oleh karena itu, konsultasi kepada dokter sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan diagnosis secara akurat. Jika penyakit paru interstisial terdiagnosis pada tahap awal, maka kerusakan jaringan paru-paru lebih lanjut dapat dicegah.

Penyebab Penyakit Paru Interstisial

Secara kronologis, penyakit paru interstisial terjadi pada saat jaringan paru-paru di antara alveoli mengalami kerusakan. Ketika terjadi kerusakan, jaringan tersebut akan merespons dengan melakukan regenerasi sel untuk memperbaiki diri. Pada penderita penyakit paru interstisial, proses perbaikan jaringan alveoli berlangsung secara abnormal. Hal itu akan menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada jaringaninterstisial dan penebalan lapisan epitel alveoli. Akibatnya, oksigen menjadi lebih susah diikat dan diserap oleh pembuluh darah di paru-paru, sehingga penderita mengalami kekurangan oksigen.

·         Matrial berbahaya.

Paparan jangka panjang material berbahaya yang merusak paru-paru dapat memicu munculnya penyakit paru interstisial. Contoh-contoh material berbahaya tersebut adalah:

a.       Serat asbestos.

b.      Debu batu bara.

c.       Dedak.

d.      Spora jamur dan kapang.

e.      Debu silika.

·         Efek samping obat-obatan.

Beberapa jenis obat dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan memicu munculnya penyakit paru interstisial. Contohnya adalah:

a.       Obat kemoterapi dan imunomodulator, seperti methotrexate dan cyclophosphamide.

b.      Obat penyakit jantung, seperti amiodarone dan propanolol.

c.       Obat antibiotik, seperti nitrofurantoin dan sulfasalazine.

·         Efek samping radioterapi

Pemberian radioterapi jangka panjang kepada pasien penderita kanker paru-paru atau payudara dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan paru-paru yang masih sehat. Hal ini dapat memicu munculnya penyakit paru interstisial. Namun kondisi tersebut bergantung kepada hal-hal berikut:

a.       Jumlah atau volume paru-paru yang terkena radiasi.

b.      Intensitas atau kekuatan radiasi yang diberikan kepada pasien.

c.       Penggunaan kemoterapi bersamaan dengan radioterapi.

d.      Adanya penyakit paru-paru yang muncul bersamaan dengan kanker.

·         Penyakit-penyakit autoimun.

Berbagai penyakit autoimun dapat memicu munculnya penyakit paru interstisial, di antaranya adalah:

a.       Dermatomiositis dan polimiositis.

b.      Mixed-connective tissue disease (MCTD).

c.       Vaskulitis.

d.      Rheumatoid arthritis.

e.      Sarkoidosis.

f.        Skleroderma.

g.       Sindrom Sjogren.

h.      Lupus Eritematosus Sistemik (LES).

i.         Penyakit jaringan ikat tidak terdiferensiasi.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena penyakit paru interstisial antara lain adalah:

·         Usia.

Penyakit ini seringkali mucul pada orang dewasa. Namun tidak menutup kemungkinan terjadi juga pada anak-anak dan remaja.

·         Paparan senyawa berbahaya di lingkungan atau pekerjaan

Pekerja di pertambangan, pertanian, atau konstruksi seringkali terkena bahan kimia yang berbahaya bagi paru-paru. Kondisi tersebut meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit paru interstisial.

·         Riwayat keluarga

Terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki risiko terkena penyakit paru interstisial jika terdapat keluarga yang pernah menderita penyakit tersebut.

·         Pengobatan radioterapi dan kemoterapi

Kedua pengobatan kanker tersebut dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit paru interstisial, terutama jika dijalani dalam waktu yang cukup lama.

·         Merokok

·         Infeksi virus kronis.

Terutama infeksi virus hepatitis C dan Epstein-Barr.

·         Menderita penyakit refluks gastroesfagus (GERD).

Diagnosis Penyakit Paru Interstisial

Gejala penyakit paru interstisial sangat umum dijumpai di berbagai penyakit pernapasan lainnya. Karakter penyakit paru interstisial yang cukup luas dan tidak terlalu spesifik menyebabkan proses diagnosis penyakit ini menjadi cukup sulit. Oleh karena itu, diperlukan berbagai pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis. Di antaranya:

·         Pemindaian.

Metode pemindaian paru-paru yang digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit paru interstisial adalah:

a.       Foto rontgen dada.

Sebagian besar penyakit interstisial dapat terdeteksi dengan foto Rontgen. Namun terkadang, pada beberapa kasus, penyakit paru interstisial tidak nampak pada foto Rontgen sehingga membutuhkan metode diagnosis lainnya.

b.      CT scan

CT scan dengan resolusi tinggi dapat membantu memetakan kerusakan paru-paru akibat penyakit interstisial, serta dapat menampilkan detail dan pola fibrosis pada paru.

c.       Ekokardiogram

Metode ini dapat memberikan gambaran kondisi jantung secara terperinci termasuk struktur dan kerja jantung. Pemeriksaan dengan ekokardiogram dapat mendeteksi adanya tekanan yang abnormal pada jantung, baik di bagian kiri maupun kanan.

·         Tes fungsi paru.

Tes ini dilakukan untuk mengukur kinerja paru-paru. Dua pemeriksaan yang termasuk ke dalam tes ini adalah:

a.       Oksimetri.

Pemeriksaan untuk mengukur kadar oksigen dalam darah. Dilakukan dengan menggunakan alat kecil yang dijepitkan pada jari tangan.

b.      Spirometri  dan kapasitas  difusi.

Tes ini dilakukan dengan cara menghembuskan napas sekuat mungkin melalui tabung guna mengukur volume udara yang tertampung di dalam paru-paru dan volume udara yang dihembuskan dari paru-paru.

·         Pemeriksaan jaringan paru-paru

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat jaringan paru-paru secara lebih detail melalui pengamatan di bawah mikroskop. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan:

a.       Biopsi bronkoskopi.

Pada biopsi bronkoskopi, jaringan paru-paru diambil menggunakan selang kecil fleksibel yang dimasukkan melalui mulut, kemudian masuk ke tenggorokan. Meskipun bersifat noninvasif, metode pengambilan sampel ini memiliki efek samping. Selain dapat menyebabkan tenggorokan kering atau sakit, metode ini juga berisiko menyebabkan perdarahan dan pengempisan paru-paru.

b.      Biopsi pembedahan.

Metode ini dilakukan pada pasien yang telah dibius total. Selama proses pengambilan jaringan, akan dibuat dua atau tiga irisan kecil di antara tulang rusuk, kemudian alat biopsi yang dilengkapi kamera akan mengambil jaringan paru untuk dianalisis melalui mikroskop. Teknik ini disebut juga sebagai video-assisted thoracoscopic surgery (VATS). Pada beberapa kasus, biopsi melalui pembedahan dilakukan tanpa bantuan kamera dan dilakukan dengan membuat irisan besar pada dada. Metode tersebut dinamakan biopsi paru-paru terbuka.

·         Peninjauan riwayat kesehatan, pekerjaan, dan perjalanan

Peninjauan terhadap ketiga hal ini dapat membantu dokter untuk menentukan penyebab utama munculnya penyakit paru interstisial.

Pengobatan Penyakit Paru Interstisial

Kerusakan jaringan paru pada penyakit interstisial tidak dapat diperbaiki. Penanganan yang diberikan kepada pasien lebih bertujuan untuk meringankan gejala, memperlambat perkembangan penyakit, dan menjaga kualitas hidup pasien. Salah satunya adalah dengan pemberian obat, seperti:

·         Obat antiinflamasi.

Obat ini diberikan pada pasien yang mengalami kerusakan paru-paru akibat peradangan atau gangguan autoimun. Contoh obat antiinflamasi yang dapat diberikan adalah kortikosteroid (prednison dan methylprednisolone).

·         Obat antifibrosis

Untuk pasien yang mengalami kerusakan paru-paru akibat fibrosis paru idiopatik.

·         Antibiotik dan antijamur

Antibiotik diberikan pada pasien yang menderita pneumonia yang diakibatkan oleh bakteri. Sedangkan pada pneumonia interstisial yang diakibatkan oleh jamur, dapat diobati dengan antijamur. Pada pneumonia interstisial yang diakibatkan oleh virus, umumnya dapat sembuh dengan sendirinya.

Selain pemberian obat, dua metode lain yang juga dapat digunakan dalam penanganan penyakit paru interstisial adalah:

·         Terapi oksigen

Terapi oksigen tidak bertujuan untuk menyembuhkan kerusakan jaringan paru-paru yang terjadi akibat penyakit interstisial, namun untuk mempermudah pernapasan, serta meningkatkan kualitas tidur dan kualitas hidup pasien. Selain itu, dengan pemberian terapi oksigen, komplikasi akibat kekurangan oksigen dalam darah dapat dicegah, dan tekanan pada jantung bagian kanan dapat diturunkan.

·         Transplantasi  paru.

Transplantasi paru merupakan langkah pengobatan terakhir bagi penderita penyakit paru interstisial jika berbagai metode penanganan lain sudah tidak dapat meringankan gejala dan tidak dapat memperbaiki kualitas hidup penderita.

Komplikasi Penyakit Paru Interstisial

Beberapa komplikasi akibat penyakit paru interstisial adalah:

·         Penyakit refluks gastroesofageal (GERD).

Penyakit fibrosis idiopatik paru, yang merupakan salah satu dari penyakit paru interstisial, dapat memicu timbulnya penyakit refluksgastreosofageal (GERD). Kondisi ini dapat diobati dengan antasida.

·         Hipertensi pulmonal.

Terjadinya kenaikan tekanan darah pada pembuluh arteri paru-paru disebabkan oleh penyempitan di dalam pembuluh tersebut. Hipertensi pulmonal dapat memicu sejumlah penyakit berbahaya lainnya akibat kegagalan jantung bagian kanan.

·         Hipoksemia.

Perkembangan penyakit paru interstisial akan membuat seseorang mengalami kekurangan oksigen dalam darah. Hal ini bisa menjadi semakin parah jika tidak ditangani. Pasien yang sudah menderita hipoksemia membutuhkan pemberian oksigen pada saat melakukan aktivitas atau beristirahat.

·         Gangguan pernapasan akut.

Ini merupakan komplikasi yang tergolong cukup serius dan biasanya harus ditangani di rumah sakit. Seseorang yang mengalami kondisi ini, akan merasakan sesak napas secara tiba-tiba akibat memburuknya fungsi pernapasan secara cepat.

·         Gagal napas.

Keadaan ini terjadi pada penyakit paru interstisial tahap lanjut, di mana terjadi penurunan kadar oksigen di dalam darah, penyempitan pembuluh arteri paru yang menimbulkan hipertensi pada paru dan bilik kanan jantung, hingga mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.

·         Kanker paru-paru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar