Pengertian
Hepatitis C
Menurut WHO, jumlah penderita hepatitis C di dunia mencapai 130-150 juta jiwa dan menyebabkan kematian pada sekitar 350-500 ribu penderitanya. Sementara di Asia Tenggara sendiri, jumlah penderita yang meninggal akibat komplikasi sirosis dan kanker akibat hepatitis C tercatat mencapai 120.000 jiwa tiap tahunnya. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kasus hepatitis C tertinggi di Asia Tenggara.
Hepatitis C umumnya tidak menunjukkan gejala pada tahap-tahap awal. Karena itu, sekitar 75 persen penderita hepatitis C tidak menyadari bahwa dirinya sudah tertular sampai akhirnya mengalami kerusakan hati bertahun-tahun kemudian.
Meski ada gejala hepatitis C yang muncul, indikasinya mirip dengan penyakit lain sehingga sulit disadari. Beberapa di antaranya meliputi selalu merasa lelah, pegal-pegal, serta tidak bernafsu makan.
Gejala Hepatitis C
Masa inkubasi (waktu sejak virus pertama masuk sampai gejala muncul) untuk hepatitis C adalah dua minggu hingga enam bulan.
Infeksi pada enam bulan pertama ini dikenal dengan hepatitis C akut. Meski ada gejala hepatitis C yang muncul, indikasinya mirip dengan penyakit lain sehingga sulit disadari.
Hanya sekitar 25 persen penderita hepatitis C akut yang mengalami gejala. Beberapa indikasinya meliputi:
·
Kelelahan.
·
Nyeri otot dan sendi.
·
Demam.
·
Tidak nafsu makan.
·
Mual dan muntah.
·
Sakit perut.
·
Sakit kuning (dialami oleh sekitar 20 persen
penderita).
Sistem kekebalan tubuh penderita
hepatitis C akut terkadang mampu membunuh virus tanpa penanganan khusus
sehingga penderita akan sembuh. Hal ini terjadi pada sekitar 25 persen
penderitanya.
Sedangkan 75 persen sisanya akan menyimpan
virus hepatitis C untuk waktu yang lama. Inilah yang disebut hepatitis C
kronis.
Gejala-gejala hepatitis C kronis
sangat beragam dan berbeda-beda pada tiap penderita. Ada yang mengalami gejala
ringan dan ada yang berat. Selain gejala yang sama dengan hepatitis C akut,
berikut ini adalah indikasi-indikasi lain yang umumnya dialami oleh penderita.
·
Selalu
merasa lelah.
·
Sakit kepala.
·
Nyeri
otot dan sendi.
·
Gangguan
pencernaan.
·
Sulit
berkonsentrasi atau mengingat sesuatu.
·
Suasana
hati yang berubah-ubah.
·
Depresi.
·
Gatal-gatal
pada kulit.
·
Perut
bagian atas kanan (lokasi organ hati) terasa sakit.
·
Urin
berwarna gelap.
·
Tinja
berwarna abu-abu.
Penyebab Hepatitis C
Penularan hepatitis C paling umum terjadi melalui jarum suntik, terutama di antara para pengguna obat-obatan terlarang yang berbagi jarum suntik. Di samping itu, ada beberapa kelompok orang yang juga berisiko tinggi tertular penyakit ini. Di antaranya adalah:
·
Orang
yang berbagi penggunaan barang-barang pribadi yang mungkin terkontaminasi
darah, seperti gunting kuku atau alat cukur.
·
Pekerja
medis di rumah sakit yang sering menangani darah atau cairan tubuh penderita.
·
Orang
yang berhubungan seks tanpa alat pengaman.
·
Pasien
yang menjalani prosedur medis di rumah sakit dengan peralatan yang tidak
steril.
·
Orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya penderita HIV.
·
Orang
yang menjalani transfusi darah.
·
Orang
yang menjalani proses tato atau tindik di tempat yang tidak memiliki peralatan
steril.
·
Bayi
dalam kandungan ibu hamil yang terinfeksi.
Diagnosis Hepatitis C
Proses pemeriksaan ini dilakukan melalui tes darah. Ada dua jenis tes darah yang dianjurkan untuk mendiagnosis penyakit ini, yaitu:
·
Tes antibodi.
Keberadaan
hepatitis C mengindikasikan bahwa Anda pernah terpapar virus tersebut, tapi
belum berarti Anda masih menderita penyakit ini.
·
Tes Polymerase Chain Reaction atau PCR.
Tes ini
digunakan untuk memeriksa keberadaan virus hepatitis C dengan mendeteksi apakah
virus masih aktif berkembang biak dalam tubuh Anda atau tidak. Hasil yang
positif berarti tubuh Anda belum sepenuhnya memberantas virus dan infeksi sudah
memasuki tahap kronis atau jangka panjang.
Jika kedua hasil tes di atas menunjukkan hasil
positif, Anda akan disarankan untuk menjalani pemeriksaan fungsi hati. Proses
ini dapat dilakukan melalui tes darah, USG, dan biopsi. Tes-tes ini bertujuan
untuk memeriksa tingkat kerusakan yang terjadi pada organ hati serta jenis
virus hepatitis C. Genotipe virus hepatitis C terbagi dalam enam jenis dan
masing-masing memiliki respons berbeda terhadap langkah-langkah pengobatannya.
Pengobatan
Hepatitis C
Sebagian besar hepatitis C akut dapat sembuh tanpa penanganan khusus. Dokter akan menganjurkan tes darah untuk memantau apakah sistem kekebalan tubuh pasien berhasil memberantas virus selama 12 minggu. Jika virus tetap ada, dokter biasanya akan memberikan obat pegylated interferon selama enam bulan. Pegylated interferon adalah protein sintetis yang akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk menyerang virus.
Lain halnya dengan hepatitis C akut, penderita hepatitis C kronis membutuhkan langkah penanganan dengan obat-obatan sesegera mungkin. Selain pegylated interferon, pasien juga akan diberi obat antivirus ribavirin untuk menghambat penyebaran virus hepatitis C dalam tubuh. Tetapi obat ini tidak boleh diminum oleh ibu hamil karena dapat membahayakan bayi dalam kandungannya.
Durasi untuk terapi kombinasi pegylated interferon dan ribavirin tergantung pada genotipe virus hepatitis C yang diidap pasien. Genotipe 1 termasuk jenis virus hepatitis C yang sulit ditangani. Karena itu, rekomendasi penggunaan obat-obatannya adalah selama satu tahun.
Sedangkan genotipe lain umumnya lebih responsif terhadap terapi kombinasi sehingga durasi terapi akan lebih singkat, yaitu enam bulan. Penderita hepatitis C genotipe ini juga memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk sembuh.
Selama masa pengobatan, kondisi pasien akan dipantau melalui tes darah secara berkala. Proses ini biasanya dianjurkan setelah pengobatan selama satu dan empat bulan.
Sama seperti obat lain, kombinasi pegylated interferon dan ribavirin berpotensi menyebabkan efek samping. Misalnya tidak nafsu makan, anemia, demam, mual, rambut rontok, depresi, kecemasan, sulit berkonsentrasi, serta sulit mengingat sesuatu.
Hampir semua penderita hepatitis C kronis yang menjalaninya mengalami lebih dari satu jenis efek samping. Tetapi efek-efek samping tersebut umumnya akan berkurang seiring proses adaptasi tubuh terhadap obat.
Para pakar kemudian berhasil menemukan dua jenis obat baru, boceprevir dan telaprevir. Keduanya adalah obat penghambat enzim (protease inhibitors). Obat ini menghalangi kinerja enzim yang dibutuhkan oleh virus untuk berkembang biak.
Penggunaan boceprevir dan telaprevir harus dikombinasikan dengan pegylated interferon dan ribavirin. Kombinasi keempat obat ini direkomendasikan sebagai alternatif pengobatan bagi penderita hepatitis C yang belum pernah menjalani penanganan apa pun atau tidak responsif terhadap penanganan lain. Penderita hepatitis C dianjurkan untuk menjalani pengobatan ini selama satu tahun.
Boceprevir dan telaprevir juga dapat menyebabkan efek samping yang berbeda. Efek samping boceprevir meliputi demam, mual, tidak nafsu makan, serta insomnia. Sementara telaprevir dapat memicu efek samping anemia, diare, mual, muntah, dan ruam yang gatal.
Harap diingat bahwa jika pernah mengidap dan sembuh dari hepatitis C, bukan berarti tubuh Anda memiliki kekebalan sepenuhnya terhadap virus tersebut. Meski sudah pulih, penderita hepatitis C harus berhati-hati karena tetap memiliki risiko untuk kembali terinfeksi penyakit yang sama.
Komplikasi
Hepatitis C
Jaringan parut pada hati atau sirosis. Komplikasi ini berkembang dalam waktu 20 tahun setelah pertama terinfeksi. Konsumsi minuman keras dan mengidap diabetes tipe 2 serta infeksi hepatitis lain juga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk menderita sirosis. Gejala-gejala sirosis meliputi kelelahan, mual, tidak nasfu makan, perut bagian atas kanan (lokasi organ hati) terasa nyeri, sakit kuning, serta gatal-gatal yang hebat.
Sirosis yang parah dapat menyebabkan gagal hati dan kanker hati. Sekitar 20 persen penderitanya dapat mengidap gagal hati dan lima persen berisiko terkena kanker hati.
Gejala yang mengindikasikan gagal hati meliputi urin berwarna gelap, tinja yang cair dan berwarna pucat, rambut rontok, sering mengalami mimisan dan gusi berdarah, serta muntah darah. Sementara kanker hati memiliki gejala seperti mual, muntah, sakit kuning, dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Sirosis dan gagal hati hanya bisa disembuhkan dengan prosedur transplantasi hati. Penanganan dengan obat-obatan hanya bertujuan untuk mengurangi gejala dan mencegah sirosis bertambah parah.
Sementara kanker hati pada umumnya sulit disembuhkan. Penanganan dengan kemoterapi digunakan untuk memperlambat penyebaran kanker.
Selain ketiga penyakit di atas, hepatitis C juga berisiko menyebabkan beberapa komplikasi lain.
Misalnya pembengkakan ginjal, hipotiroidisme, hipertirodisme, lichen planus, mulut dan mata yang kering (akibat rusaknya kelenjar keringat, air liur, dan air mata), resistensi terhadap insulin, serta gangguan empedu.
Hepatitis C Akut dan Kronis
Virus hepatitis C dapat menyebabkan
infeksi akut dan kronis.
Hepatitis C akut adalah infeksi yang
terjadi pada enam bulan pertama. Infeksi ini biasanya tanpa gejala dan jarang
yang mematikan. Sekitar 25 persen penderitanya berhasil sembuh dari penyakit
ini tanpa penanganan secara khusus.
Sementara 75 persen sisanya akan
menyimpan virus untuk waktu yang lama. Inilah yang disebut hepatitis C kronis.
Penderita hepatitis C kronis memiliki risiko terkena sirosis dalam waktu 20
tahun. Sirosis adalah terbentuknya jaringan parut pada hati sehingga
fungsi-fungsinya terhambat.
Komplikasi ini dapat berakibat fatal. Sekitar 20
persen penderitanya dapat mengidap gagal hati dan lima persen berisiko terkena
kanker hati.
Makin dini ditangani, kerusakan hati
pada penderita hepatitis C dapat dihambat. Karena itu, orang-orang yang
berisiko tinggi tertular penyakit ini disarankan untuk menjalani tes darah
untuk mendiagnosis hepatitis C. Misalnya, orang yang pernah atau aktif menggunakan
obat-obatan terlarang lewat suntikan atau yang pernah menjalani transfusi
darah.
Jika positif mengidap hepatitis C,
Anda belum tentu membutuhkan pengobatan. Hepatitis C akut biasanya dapat sembuh
tanpa penanganan khusus. Tetapi penderita hepatitis C kronis membutuhkan
langkah penanganan melalui obat-obatan antivirus. Obat ini akan menghentikan
perkembangan virus dan mencegah kerusakan hati. Contoh antivirus yang umum
digunakan adalah interferon dan ribavirin.
Para pakar kemudian berhasil
menemukan dua jenis obat baru, boceprevir dan telaprevir.
Penggunaan kedua obat ini harus dikombinasikan dengan interferon dan ribavirin.
Harap diingat bahwa jika pernah
mengidap dan sembuh dari hepatitis C, bukan berarti tubuh Anda memiliki
kekebalan sepenuhnya terhadap virus tersebut. Meski sudah pulih, penderita
hepatitis C harus berhati-hati karena tetap memiliki risiko untuk kembali
terinfeksi penyakit yang sama.
Hepatitis C belum bisa dicegah dengan vaksinasi. Tetapi ada beberapa cara yang dapat kita ambil untuk menurunkan risiko penularan, misalnya berhenti atau tidak menggunakan obat-obatan terlarang dan hindari berbagi penggunaan barang-barang pribadi yang mungkin terkontaminasi darah, misalnya alat cukur atau sikat gigi.
Walau penyakit ini jarang menular melalui hubungan seks, penggunaan alat pengaman seperti kondom dalam hubungan seks tetap dapat menghindarkan Anda dari hepatitis C. Terutama jika terjadi kontak dengan darah, misalnya seks anal atau darah menstruasi.
Pencegahan penyebaran virus hepatitis C juga penting dilakukan. Penderita hepatitis C dapat mencegah penularan dengan cara:
·
Membersihkan dan menutupi luka dengan plester
tahan air.
·
Jangan menjadi pendonor darah.
·
Senantiasa membersihkan ceceran darah dengan
obat pembersih rumah tangga.
·
Jangan berbagi jarum suntik serta barang-barang
pribadi.
Penderita hepatitis C memiliki risiko untuk tertular jenis hepatitis lain. Karena itu, dokter umumnya menganjurkan mereka untuk menjalani vaksinasi guna mencegah hepatitis A dan B. Vaksin flu dan infeksi pneumokokus juga terkadang disarankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar