Pengertian
Karsinoma Nosafaring
Selain di nasofaring, kanker faring juga dapat muncul pada area orofaring (dasar lidah, tonsil, dan permukaan bawah langit-langit mulut) dan hipofaring (sinus piriformis, area setelah tulang krikoid dan dinding belakang faring). Kasus kanker ini lebih banyak ditemukan pada orang-orang di kawasan Asia Tenggara.
Epidemiologi
Seperti telah disebutkan dalam Bab Pendahuluan, karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, ataupun Oseania, insidennya umumnya kurang dari 1/100.000 penduduk. Insiden di beberapa negara Afrika agak tinggi, sekitar 5-10/100.000 penduduk. Namun relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara dan China. Di RRC, walaupun karsinoma nasofaring jauh lebih sering ditemukan daripada berbagai daerah lain di dunia, mortalitas rata-rata nasional hanya 1,88/100.000, pada pria 2,49/100.000, dan pada wanita 1,27/100.000.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), larynx (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase rendah.
Karsinoma nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya menyerang usia 30-60 tahun (menduduki 75-90%). Perbandingan proporsi pria dan wanita adalah 2-3,8:1.
Sebagian besar penderita karsinoma nasofaring berumur diatas 20 tahun, dengan umur paling banyak antara 50-70 tahun. Penelitian di Taipe menjumpai umur rata-rata penderita lebih muda yaitu 25 tahun. Insiden karsinoma nasofaring meningkat setelah umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan insiden setelah umur 60 tahun.
Sebesar 2% dari kasus. karsinoma nasofaring adalah penderita anak dan di Guangzhou ditemukan 1% karsinoma nasofaring dibawah 14 tahun. Pada penelitian yang dilakukan di medan (2008), kelompok umur penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah 50-59 tahun (29,1%). Umur penderita yang paling muda adalah 21- tahun dan yang paling tua 77 tahun. Rata-rata umur penderita pada penelitian ini adalah 48,8 tahun.
Karsinoma nasofaring paling sering ditemukan pada laki-laki dengan penyebab yang masih belum dapat diungkap secara pasti dan mungkin berhubungan dengan adanya faktor genetika, kebiasaan hidup, pekerjaan, dan lain-lain.
Penyebab Karsinoma Nosafaring
Seperti kanker pada umumnya, kanker karsinoma disebabkan oleh adanya mutasi gen yang menyebabkan sel berkembang di luar kendali dan menginvasi jaringan di sekitarnya yang kemudian dapat menyebar ke bagian tubuh lain (metastase). Penyebab mutasi gen ini belum diketahui hingga saat ini.
Karsinoma nasofaring memiliki beberapa faktor risiko yang bisa membuat seseorang lebih berisiko terserang penyakit ini, seperti virus Epstein-Barr. Akan tetapi pemicu pasti penyakit ini masih belum ditemukan. Oleh karena itu, pada sebagian kasus, seseorang dapat terhindar dari kondisi ini walaupun memiliki semua faktor risiko pada dirinya, sementara pada kasus lain terjadi sebaliknya. Beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring, yaitu:
·
Etnis. Kasus
karsinoma nasofaring lebih banyak ditemukan pada orang yang tinggal di Cina,
Afrika bagian utara, Asia Tenggara, dan bangsa Inuit di Alaska. Walau demikian,
warga Asia yang dilahirkan di Amerika tidak memiliki risiko setinggi warga Asia
yang berimigrasi ke Amerika.
·
Keluarga. Dengan riwayat kanker nasofaring.
·
Usia. Penyakit ini paling umum ditemukan pada
orang dewasa yang berusia antara 30-50 tahun.
·
Jenis Kelamin. Penyakit ini paling umum ditemukan
pada laki-laki dibandingkan perempuan.
·
Uap masakan dari makanan yang diawetkan dengan
teknik pengasinan yang masuk ke rongga hidung dapat meningkatkan risiko kanker
nasofaring, seperti ikan asin , dan asinan sayuran. Risiko akan bertambah tinggi
jika pasien sudah terpapar zat kimia ini sejak usia dini.
·
Bekerja di lingkungan yang membuat Anda
selalu menghirup serbuk kayu dan zat kimia formaldehyde.
·
Virus Epstein-Barr. Virus yang merupakan bagian
dari keluarga virus herpes ini memiliki gejala yang menyerupai pilek. Selain
karsinoma nasofaring, penderita yang terjangkit infeksi virus ini juga dapat
terkena infeksi mononukleosis. Selain kanker nasofaring, virus Epstein-Barr
juga dikaitkan dengan jenis kanker lain yang langka.
Tidak mudah untuk mengetahui kemunculan dan gejala karsinoma nasofaring di stadium awal. Penyakit ini biasanya mulai terlihat ketika pasien sudah berada pada stadium lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh gejala karsinoma nasofaring pada stadium awal yang tidak spesifik atau bahkan gejala bisa tidak muncul sama sekali. Beberapa gejala karsinoma nasofaring yang umumnya dapat dikenali, yaitu:
·
Terdapat benjolan pada leher akibat terjadi
pembesaran kelenjar getah bening.
·
Darah pada air liur.
·
Mimisan.
·
Trismus (susah membuka mulut akibat rahang
tertahan atau otot rahang kaku).
·
Pusing.
·
Hidung tersumbat
·
Pendengaran berkurang.
·
Infeksi telinga dengan frekuensi yang lebih
sering.
Diagnosia Karsinoma Nosafaring
Diagnosa karsinoma nasofaring
terdiri dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk
mengetahui kondisi dan penyebaran (stadium) sel kanker.
Dokter mungkin akan menanyakan
gejala dan tanda yang dialami penderita, faktor risiko, dan riwayat kesehatan
keluarga yang mungkin berhubungan dengan karsinoma faring.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan
mengecek keadaan fisik leher untuk meraba pembengkakan pada kelenjar getah
bening. Selain itu, pemeriksaan akan dimulai dari pemeriksaan fisik umum,
mulut, pemeriksaan menyeluruh pada area kepala dan leher. Dokter juga dapat
menggunakan kamera untuk melihat ke dalam nasofaring pasien. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan metode endoskopi melalui hidung setelah pembiusan lokal untuk
mencari kejanggalan pada kondisi nasofaring. Jika belum terdapat data-data
pendukung diagnosis yang cukup, dokter akan mengambil contoh jaringan dengan
metode yang sama untuk memastikan adanya sel kanker di laboratorium.
Karsinoma
nasofaring dapat ditegakkan diagnosisnya secara dini, untuk itu harus melakukan
hal-hal berikut ini:
·
Tingkat
kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.
Pasien dengan
epistaksis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral, lymphadenopathy leher tak nyeri, cephalgia, ruda paksa saraf kranial
dengan kausa tak jelas, dengan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga
nasofaringnya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik.
·
Pemeriksaan
kelenar limfe leher.
Perhatikan
pemeriksaan kelenjar limfe rantai jugularis interna, rantai nervus aksesorius
dan rantai arteri vena transversalis koli apakah terdapat pembesaran.
·
Pemeriksaan
nasofaring.
Nasofaring
diperiksa dengan cara rinoskopi posterior, dengan atau tanpa menggunakan
kateter.
a.
Rinoskopi
posterior tanpa menggunakan kateter.
Nasofaringoskopi indirek menggunakan kaca dan lampu khusus
untuk menilai nasofaring dan area yang dekat sekitarnya.
Pada pasien dewasa yang tidak sensitif, pemeriksaan ini
dapat dilakukan.Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan dapat
tampak dengan mudah.
b.
Rinoskop posterior menggunakan kateter.
Nasofaringoskopi
direk, dokter menggunakan sebuah fibreoptic
scope ( lentur, menerangi, tabung sempit yang dimasukkan ke rongga hidung
atau mulut)untuk menilai secara langsung lapisan nasofaring.
Dua buah kateter
dimasukkan masing-masing kedalam rongga hidung kanan dan kiri, setelah tampak
di orofaring, uung katater tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar
selanjutnya disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang lainnya.
·
Pemeriksaan
saraf cranial.
Ditujukan pada kecurigaan
paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu diperiksa
berulang kali barulah ditemukan hasil positif.
·
Pencitraan.
a.
Computed tomography (CT) scan nasofaring.
Makna klinis aplikasinya adalah: (1) membantu diagnosis; (2) memastikan
luas lesi, penetapan stadium secara akurat; (3) secara tepat menetapkan zona
target terapi; merancang medan radiasi; (4) memonitor kondisi remisi tumor
pasca terapi dan pemeriksaan tindak lanjut.
b.
Chest
x-ray.
Jika pasien
telah didiagnosa karsinoma nasofaring, foto polos x-ray dada mungkin dilakukan
untuk menilai penyebaran kanker ke paru.
c.
Magnetic resonance imaging (MRI) scan.
MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat serentak
membuat potongan melintang, sagital koronal, sehingga lebih baik dari CT. MRI
selain dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi,
juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan
antara pasca fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor, MRI juga lebih
bermanfaat.
d.
Foto tengkorak (AP, lateral, dasar tengkorak dan
waters).
Untuk memastikan adanya destruksi pada tulang dasar tengkorak serta
adanya metastasis jauh.
e.
Pencitraan tulang seluruh tubuh.
Berguna untuk diagnosis kanker nasofaring dengan metastasis ke tulang,
lebih sensitif dibandingkan ronsen biasa atau CT, umumnya lebih dini 3-6 bulan
dibandingkan ronsen. Setelah dilakukan bone-scan,
lesi umumnya tampak tampak sebagai
akumulasi radioaktivitas; sebagian kecil tampak sebagai area defek
radioaktivitas.
f.
(Positron
emission tomography) PET.
Disebut juga pencitraan biokimia molekular metabolik in vivo. Pasien akan menerima injeksi glukosa yang terdiri dari
atom radioaktif. Jumlah radioaktif yang digunakan sangat rendah. Karena sel
kanker di dalam tubuh bertumbuh dengan cepat, kanker mengabsorpsi sejumlah
besar gula radioaktif.
·
Biopsy nasofaring.
Penghapusan sel atau jaringan sehingga
dapat dilihat dibawah mikroskop oleh patologi untuk memastiakan tanda-tanda
kanker.
·
Pemeriksaan
histopatologi.
Telah disetujui
oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma (epidermoid) pada nasofaring yaitu
karsinoma sel skuamosa (berkeratinisasi), karsinoma tidak berkeratinisasi dan
karsinoma tidak berdiferensiasi.
·
Pemeriksaan serologis EBV.
Bagi salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap memiliki risiko tinggi
kanker nasofarin.
a.
Titer antibodi (Viral
Capsid Antigens-Imunoglobulin A) VCA-IgA >= 1:80.
b.
Dari penelitian pemeriksaan VCA-IgA, (Early Antigen-Imunoglobulin) EA-IgA dan
EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator tersebut positif.
c.
Dari tiga indikator pemeriksaan diatas, salah satu
menunjukkan titer yang tinggi kontinu atau terus meningkat.
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut
ditujukan untuk mencari tahu tahapan penyebaran sel kanker yang dimulai dari
stadium I hingga stadium IV. Tahapan ini akan membantu menentukan rencana
pengobatan dan peluang kesembuhan pasien. Stadium rendah menunjukkan ukuran
kanker yang kecil dan masih berada di area nasofaring. Namun stadium tinggi
menandakan bahwa kanker telah menyebar ke luar nasofaring, bisa ke leher atau
area tubuh lain
Pengobatan karsinoma nasofaring atau
kanker karsinoma melibatkan beberapa jenis terapi, seperti kemoterapi, radiasi,
atau gabungan keduanya. Tiap pilihan terapi memiliki kelebihan dan keuntungan
tersendiri yang dapat didiskusikan secara langsung dengan dokter yang menangani
kondisi pasien.
Sebuah rencana pengobatan dapat dibuat
berdasarkan stadium, tujuan pengobatan, kondisi kesehatan pasien, dan efek
samping pengobatan yang dapat ditoleransi oleh pasien. Beberapa jenis
pengobatan yang mungkin dilakukan adalah:
·
Terapi radiasi.
Radiasi X-ray atau proton
berkekuatan tinggi diarahkan langsung ke bagian tubuh yang menjadi target
penyinaran untuk membunuh sel kanker atau tumor pada nasofaring. Terapi radiasi
ini dinamakan external beam radiation (radiasi cahaya eksternal). Efek
samping yang mungkin ditimbulkan adalah kulit kemerahan yang bersifat
sementara, mulut kering, dan berkurangnya fungsi pendengaran. Terapi radiasi
yang dikombinasikan dengan obat-obatan kemoterapi dapat menyebabkan efek
samping berupa radang pada mulut dan tenggorokan sehingga pasien dapat
mengalami kesulitan ketika makan.
Terapi sinar radiasi lainnya yang digunakan adalah brachytherapy
yang umumnya digunakan pada kasus karsinoma nasofaring yang kambuh. Terapi ini
dilakukan dengan cara menempatkan kabel beraliran radioaktif sangat dekat atau
langsung pada tumor.
·
Kemoterapi.
Terapi yang
menggunakan obat-obatan sebagai pembasmi sel kanker ini dapat diberikan dalam
bentuk pil, disuntikkan melalui pembuluh nadi, atau keduanya. Jenis, dosis, dan
efek samping dari obat-obatan kemoterapi akan bergantung dari jenis obat yang
diberikan oleh dokter. Terapi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a.
Kemoterapi sebelum terapi
radiasi, atau kemoterapi
neoajuvan, yaitu pemberian obat-obatan kemoterapi sebelum terapi radiasi atau
terapi kemoradiasi. Tingkat kesuksesan terapi ini masih perlu diteliti lebih
lanjut.
b.
Kemoterapi bersamaan dengan
terapi radiasi,
atau terapi kemoradiasi, yaitu pemberian obat-obatan pembasmi kanker secara
bersamaan dengan radiasi untuk meningkatkan efektivitas terapi radiasi. Efek
samping yang mungkin muncul adalah gabungan dari efek samping kedua jenis
terapi ini sehingga pasien berkemungkinan sulit untuk menoleransi dampaknya.
c.
Kemoterapi setelah terapi
radiasi,
yaitu pemberian obat-obatan pembasmi kanker setelah terapi radiasi atau kemoradiasi
untuk membasmi sisa-sisa sel kanker dalam tubuh pasien termasuk yang sudah
menyebar ke tubuh lain. Metode ini masih menuai kontroversi tentang apakah
pengobatan kemoterapi tambahan memang memperbaiki peluang kesembuhan dari
pasien karsinoma nasofaring. Pada umumnya, efek samping yang berat dan sulit
untuk ditoleransi pasien menjadi penyebab pengobatan ini harus dihentikan.
·
Pembedahan.
Terapi pembedahan jarang dilakukan pada kasus karsinoma
faring. Pembedahan biasanya dilakukan untuk mengangkat nodus limfa yang sudah
diinvasi sel kanker. Dokter akan memindahkan sel kanker tersebut dengan cara
membuat irisan pada langit-langit mulut pasien.
Pengobatan radioterapi karsinoma nasofaring dapat memicu
mulut kering yang membuat pasien merasa tidak nyaman saat menelan makanan.
Komplikasi pengobatan ini juga dapat memicu infeksi yang berisiko berdampak
kepada kesehatan mulut dan gigi. Pasien yang memiliki kondisi mulut kering
(xerostomia) mungkin akan mendapatkan rekomendasi perawatan maupun diet makanan
untuk mengurangi memburuknya gejala yang dialami, dari dokter atau dokter gigi.
Beberapa langkah pengobatan yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut, yaitu:
a.
Berkumur
dengan larutan garam dengan air hangat setelah makan. Gunakan campuran dari air
hangat, garam, dan baking soda sebagai campuran cairan kumur.
b.
Perbanyak
minum air putih untuk menjaga kelembapan mulut. Anda juga bisa mengunyah permen
atau permen karet bebas gula untuk merangsang kelenjar ludah menghasilkan air
liur.
c.
Perbanyak
konsumsi makanan yang basah. Anda bisa menambahkan kuah, kaldu, mentega, atau
susu pada makanan yang kering.
d.
Hindari
makanan yang asam, pedas, dan minuman yang tidak baik bagi kesehatan mulut,
seperti minuman berkafein dan beralkohol.
Komplikasi
Karsinoma Nosafaring
Beberapa komplikasi yang bisa terjadi jika tidak
segera mengobati karsinoma nasofaring, yaitu:
·
Kanker yang mengganggu jaringan sekitar.
Kanker nasofaring yang tumbuh terlalu besar dapat mengganggu struktur di
sekitarnya seperti tenggorokan, otak, dan tulang.
·
Meluasnya pertumbuhan sel kanker
(metastase) sehingga merusak atau memengaruhi jaringan pada tenggorokan,
tulang, dan otak.
Pencegahan
Karsinoma Nosafaring
Pencegahan karsinoma nasofaring
dapat dimulai dengan mengurangi risiko Anda mengembangkan kondisi ini dalam
tubuh, yaitu dengan menghindari kebiasaan yang berhubungan dengan pemicu kanker
karsinoma. Misalnya, mengurangi konsumsi makanan yang diawetkan menggunakan
teknik pengasinan dan secara alami, tidak merokok, dan mengurangi konsumsi
alkohol.
Anda juga bisa membuat jadwal
pemeriksaan kesehatan rutin, seperti pemeriksaan darah untuk mendeteksi virus
Epstein-Barr. Pemeriksaan darah sangat dianjurkan bagi mereka yang memiliki
faktor risiko tinggi terhadap penyakit ini. Salah satunya adalah tinggal di
daerah dengan angka kasus karsinoma faring yang tinggi.
wihh nice info, saya pengunjung setia web anda
BalasHapuskunjung balik, di web kami banyak penawaran dan tips tentang kesehatan
Ada artikel menarik tentang obat tradisional yang mampu menyembuhkan penyakit berat, cek yuk
http://goldengamatemasmitoha.com/pengobatan-karsinoma-nasofaring/