Senin, 27 Maret 2017

PECTUS EXCAVATUM



Pengertian Pectus Excavatum

Pectus excavatum adalah kondisi dimana bentuk tulang dada masuk ke dalam. Pada kasus pectus excavatum yang parah, bagian tengah dada penderita akan tampak sangat cekung ke dalam, sehingga penderita seringkali merasa tidak percaya diri dengan kondisi fisiknya.

Pectus excavatum merupakan kelainan dinding dada yang sebagian besar penderitanya adalah anak laki-laki.

Pada kondisi yang ringan, penderita biasanya tidak akan memiliki keluhan selain bentuk dadanya yang tidak normal. Namun jika cekungan semakin parah dan dalam, maka dapat mengganggu kerja jantung dan paru-paru.

Sampai saat ini, penyebab terjadinya pectus excavatum belum diketahui. Namun, para ahli menduga bahwa faktor genetika ikut mempengaruhi terjadinya kondisi ini, di mana tiga puluh tujuh persen orang dengan pectus excavatum memiliki riwayat keluarga dengan kondisi yang sama.

Gejala Pectus Excavatum

Pada kondisi ringan, satu-satunya gejala yang dialami oleh penderita pectus excavatum adalah adanya sedikit cekungan pada bagian dada.

Tingkat keparahan pectus excavatum ditentukan oleh sebuah metode pengukuran bernama Indeks Haller. 

Untuk dapat menghitung Indeks Haller, dokter akan menyarankan Anda untuk melakukan X-ray atau CT scan. Dari hasil pencitraan tersebut, dokter kemudian akan mengukur jarak antara tulang tengah dinding dada (sternum) hingga tulang punggung. Angka yang normal adalah 2,5, dan pectus excavatum dianggap cukup parah apabila sudah melebihi angka 3,25.

Pectus excavatum yang parah akan menekan organ jantung dan paru-paru, maka penderita biasanya akan merasakan gejala-gejala seperti: 

·         Infeksi pernafasan kambuhan.

·         Berkurangnya kekuatan berolahraga.

·         Detak jantung cepat atau berdebar.

·         Jantung berdesir.

·         Bersin atau batuk-batuk.

·         Kelelahan.

·         Nyeri pada dada.

Diagnosis Pectus Excavatum

Langkah pertama diagnosis pectus excavatum yang akan dilakukan dokter adalah dengan melakukan pemeriksaan fisik pada bagian dada pasien. Beberapa langkah diagnosis yang dapat dilakukan dokter untuk melengkapi hasil pemeriksaan fisik adalah:

·         Uji pencitraan.

Seperti X-ray dada atau CT Scan. Hasil dari pencitraan X-ray dapat menunjukkan adanya kelainan bentuk tulang dada. Sedangkan CT Scan dapat membantu dokter menentukan tingkat keparahan pectus excavatum.

·         Ekokardiogram.

Dilakukan untuk memeriksa kerja jantung dan katup-katupnya secara langsung.

·         Uji fungsi paru-paru.

Pada pengujian ini dokter akan mengukur jumlah udara yang dapat ditampung paru-paru pasien dan seberapa cepat pasien dapat mengeluarkan udara dari paru-paru.

·         Uji latihan fisik.

Pengujian ini akan memonitor fungsi paru-paru dan jantung ketika pasien berolahraga.

·         Elektrokardiogram.

Dilakukan dokter agar dapat memeriksa kondisi irama jantung pasien.

Pengobatan dan Komplikasi Pectus Excavatum

Pada kondisi pectus excavatum ringan, penderita biasanya hanya akan disarankan untuk menjalani terapi fisik saja. Beberapa jenis latihan dapat membantu meningkatkan postur pasien serta meningkatkan daya kembang bagian dada pasien.

Sedangkan untuk kondisi yang parah, pectus excavatum dapat ditangani dengan tindakan pembedahan. Ada beberapa jenis pembedahan untuk menangani kondisi pectus excavatum yaitu: 

·         Sayatan besar (Prosedur Ravitch).

Ini merupakan sayatan horisontal pada bagian tengah dada. Sayatan ini memungkinkan ahli bedah untuk melihat tulang dada secara langsung. Tulang rawan cacat akan diangkat. Setelah itu, tulang dada akan dikembalikan ke posisi normal dengan bantuan alat penopang besi khusus. Setelah kurang lebih 6 sampai 12 bulan penopang besi ini akan dikeluarkan kembali dari dada pasien.

·         Sayatan kecil (Prosedur Nuss).

Ini dilakukan pada kedua sisi dada pasien. Ahli bedah akan memasukkan alat besi melengkung dari sayatan kecil tersebut untuk menaikkan posisi tulang dada ke posisi normal. Batang besi melengkung ini akan dikeluarkan dari dada pasien setelah dua tahun.

Meskipun kedua teknik operasi ini memiliki angka keberhasilan yang cukup tinggi, risiko operasi seperti rasa nyeri, infeksi, dan hasil operasi yang kurang efektif tetap mungkin terjadi. Prosedur Ravitch memiliki risiko untuk terjadinya distrofi dada, sehingga prosedur ini biasanya dilakukan pada usia minimal 8 tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar