Pengertian Tifus
Tifus dapat menular dengan cepat. Infeksi demam tifoid terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi sejumlah kecil tinja yang mengandung bakteri. Pada kasus yang jarang terjadi, penularan terjadi akibat terkena urine yang terinfeksi bakteri.
Gejala Tifus
Jika tidak ditangani dengan tepat, kondisi pengidap tifus dapat memburuk dalam beberapa minggu. Bahkan perlu waktu hingga bulanan sebelum tubuh dapat sepenuhnya pulih ditambah dengan meningkatnya risiko berkembangnya komplikasi. Gejala juga dapat muncul kembali karena tidak mendapat pengobatan.
Padahal jika dirawat dengan baik, kondisi pengidap bisa mulai membaik dalam 3-5 hari. Berikut gejala yang umum terjadi begitu Anda terinfeksi:
·
Demam yang dapat meningkat secara
bertahap tiap hari di minggu pertama. Demam biasanya meninggi pada malam hari.
·
Otot terasa sakit.
·
Sakit kepala.
·
Merasa sakit atau tidak enak.
·
Pembesaran ginjal dan hati.
·
Kelelahan dan lemas.
·
Berkeringat.
·
Batuk kering.
·
Penurunan berat badan.
·
Sakit perut.
·
Kehilangan nafsu makan.
·
Anak-anak sering mengalami diare,
sementara orang dewasa cenderung mengalami kontipasi.
·
Muncul ruam pada kulit berupa bintik-bintik
kecil berwarna merah muda.
·
Linglung. Merasa tidak tahu sedang
berada di mana dan apa yang sedang terjadi di sekitar dirinya.
Gejala tifus berkembang dari minggu ke minggu,
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
·
Minggu pertama.
Gejala-gejala
awal di sini perlu diperhatikan, terutama terkait perkembangan suhu badan
penderita.
a. Demam.
Awalnya tidak tinggi, kemudian meningkat menjadi 39°C 40°C. Temperatur
tubuh dapat naik atau turun di minggu ini.
b. Sakit
kepala.
c. Lemas
dan tidak enak badan.
d. Batuk
kering.
e. Mimisan.
·
Minggu kedua.
Jika
tidak segera ditangani, Anda akan memasuki stadium kedua dengan gejala:
a. Demam
tinggi yang masih berlanjut yang cenderung memburuk di daerah perut dan dada.
b. Mengigau.
c. Sakit
perut.
d. Diare
atau sembelit parah.
e. Tinja
umumnya berwarna kehijauan.
f. Perut
sangat kembung akibat pembengkakan hati dan empedu.
·
Minggu ketiga.
Temperatur
tubuh akan menurun di akhir minggu ketiga, namun jika tidak segera ditangani,
komplikasi mungkin akan muncul di tahap ini, seperti:
a. Pendarahan
pada usus.
b. Pecahnya
usus.
·
Minggu keempat.
Suhu
demam akan menurun secara perlahan-lahan.
Jika tidak segera ditangani, maka
akan muncul gejala-gejala lain, antara lain mengigau dan berbaring kelelahan
tanpa gerakan dengan mata setengah tertutup, hingga komplikasi yang
membahayakan nyawa. Pada sebagian kasus, gejala dapat kembali muncul dua minggu
setelah demam mereda.
Segera konsultasikan kepada dokter
jika Anda atau anak Anda mengalami demam tinggi dan beberapa gejala di atas.
Ingatlah bahwa walaupun telah menerima vaksin atauimunisasi, seseorang masih
berkemungkinan mengidap tifus. Pemeriksaan juga sebaiknya dilakukan jika Anda
terserang demam setelah berkunjung ke tempat yang memiliki kasus penyebaran
tifus.
Penyebab Tifus
Bakteri ini berkaitan, tapi tidak sama dengan bakteri salmonella yang menyebabkan seseorang keracunan makanan.
Sanitasi buruk adalah penyebab utamapenularan.
Tinja yang mengandung bakteri Salmonella
typhi adalah sumber utama penularan tifus. Tinja ini diproduksi oleh
orang yang lebih dulu telah terinfeksi. Di negara seperti Indonesia, persebaran
bakteri Salmonella typhi biasanya terjadi melalui konsumsi air
yang terkontaminasi tinja yang terinfeksi tersebut.
Dampak yang sama terjadi pada
makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi. Kondisi ini terutama
disebabkan oleh buruknya sanitasi dan akses mendapatkan air bersih.
Bakteri ini juga dapat menyebar jika
orang yang telah terinfeksi bakteri tidak mencuci tangan sebelum menyentuh atau
mengolah makanan. Penyebaran bakteri terjadi ketika ada orang lain yang
menyantap makanan yang tersentuh tangan pengidap.
Orang yang menyantap makanan olahan
pengidap juga akan terinfeksi jika pengolah tidak mencuci tangannya setelah
buang air kecil karena penularan juga dapat terjadi dari urine pengidap
bakteri, meski cara ini memang lebih jarang terjadi.
Beberapa situasi berikut juga dapat
menjadi penyebab penyebaran tifus:
·
Mengonsumsi seafood dari air yang
terkontaminasi urin dan tinja terinfeksi.
·
Mengonsumsi sayur-sayuran yang menggunakan pupuk
yang terdiri dari kotoran manusia yang terinfeksi.
·
Mengonsumsi produk susu yang telah
terkontaminasi.
·
Menggunakan toilet yang terkontaminasi bakteri.
Anda akan terinfeksi jika menyentuh mulut sebelum mencuci tangan setelah buang
air.
·
Melakukan seks oral dengan pembawa
bakteri Salmonella typhi.
Selain itu, bakteri yang menyebar dapat merusak organ dan jaringan dan menyebabkan komplikasi serius. Kondisi yang paling umum terjadi adalah pendarahan internal atau usus bocor.
Diagnosis Tifus
Di Indonesia, pemeriksaan Widal (uji serologi untuk mendeteksi keberadaan bakteri salmonella) masih banyak dilakukan untuk menentukan diagnosis. Walau demikian, interpretasi hasil tes Widal harus hati-hati. Hal ini dikarenakan pada daerah endemis, seperti di Indonesia, semua orang sudah pernah terpapar Salmonella thyphosa. Secara alami, tubuh telah membentuk antibodi terhadap bakteri ini. Itu sebabnya, ketika pemeriksaan Widal dilakukan, antibodi dalam tubuh akan memberi reaksi positif. Namun ini bukan berarti Anda positif mengidap tifus. Walau demikian, tes ini sangat membantu terutama di daerah yang tidak memiliki tes diagnostik yang lebih canggih dan mahal.
Selain tes Widal, terdapat juga tes yang lebih cepat dan akurat mendeteksi tifus, yaitu tes TUBEX.
Tes imunologi ini dilakukan menggunakan partikel berwarna untuk meningkatkan sensitivitas.
Tifus juga didiagnosis dengan menganalisis sampel darah, tinja, atau urine di laboratorium. Selain pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, akurasi diagnosis juga dapat dilakukan dengan memeriksa sampel cairan tulang belakang. Namun tes ini hanya digunakan jika pemeriksaan lain tidak mendatangkan hasil yang meyakinkan. Waktu yang panjang dan rasa sakit yang ditimbulkan membuat tes ini lebih jarang dilakukan.
Jika Anda positif mengidap tifus, ada baiknya untuk turut memeriksakan anggota keluarga lain demi mendeteksi kemungkinan penularan.
Pengobatan Tifus
Terapi antibiotik adalah cara paling efektif dalam menangani tifus dan harus diberikan sesegera mungkin. Sampel darah, tinja, dan urine Anda akan diperiksa di laboratorium untuk menentukan jenis antibiotik yang tepat untuk diberikan. Selain itu, obat penurun demam juga dapat diberikan untuk menurunkan suhu tubuh. Perawatan tifus (tipes) dapat dilakukan di rumah sakit, tapi jika lebih cepat terdeteksi dan gejala masih ringan, Anda dapat menjalani perawatan di rumah.
·
Pengobatan
tifus di rumah sakit.
Umumnya orang yang terdiagnosis
tifus pada stadium awal membutuhkan 1-2 minggu pengobatan dengan tablet
antibiotik yang diresepkan. Meski tubuh akan mulai membaik setelah 2-3
hari mengonsumsi antibiotik, sebaiknya jangan menghentikan konsumsi sebelum
antibiotik habis. Ini penting untuk memastikan agar bakteri benar-benar hilang
dari tubuh.
Meski begitu pemberian antibiotik untuk mengobati tifus
mulai menimbulkan masalah tersendiri di negara-negara di Asia Tenggara.
Beberapa kelompok Salmonella typhi menjadi kebal terhadap
antibiotik. Beberapa tahun terakhir, bakteri ini juga menjadi kebal terhadap
antibiotik golongan kloramfenikol, ampicillin dan trimotheprim-silfamethoxazole.
Segera konsultasikan dengan dokter jika kondisi Anda
memburuk saat menjalani perawatan di rumah. Pada sebagian kecil pengidap,
penyakit ini dapat saja kambuh lagi. Agar tubuh segera pulih dan mencegah
risiko tifus datang lagi, pastikan Anda menjalani langkah-langkah sederhana
berikut ini:
a.
Istirahat
cukup.
b.
Makan
teratur. Anda dapat makan sesering mungkin dalam kadar sedikit dibandingkan
jika makan dengan porsi besar sebanyak tiga kali sehari.
c.
Minum
banyak air putih.
d.
Cuci
tangan teratur dengan sabun dan air hangat untuk mengurangi risiko penyebaran
infeksi.
·
Bakteri menetap dalam tubuh.
Beberapa orang yang telah pulih sudah tidak
menunjukkan gejala-gejala tifus, namun mereka dapat tetap mengidap
bakteri Salmonella typhi dalam saluran usus mereka selama
bertahun-tahun. Sekitar 5 persen pengidap tifus yang tidak menjalani
pengobatan yang cukup tetapi kemudian pulih, akan terus membawa bakteri ini di
dalam tubuhnya. Tanpa mereka sadari, para pembawa ini bisa membuat orang lain
terinfeksi melalui tinja mereka.
Umumnya orang-orang ini juga dapat segera kembali
bekerja atau bersekolah. Namun beberapa profesi perlu mendapat perhatian
khusus. Mereka disarankan untuk memastikan bahwa tubuhnya tidak lagi memiliki
bakteri Salmonella typhi sebelum kembali ke aktivitas sehari-sehari.
Profesi yang berisiko ini, antara lain:
a.
Orang
yang pekerjaannya berhubungan dengan pengolahan dan penyiapan makanan.
b.
Perawat
yang sering berhadapan atau mengurus orang yang rentan sakit.
c.
Pengasuh
balita atau perawat lansia.
·
Pengobatan tambahan saat tifus
kambuh.
Sebagian orang mengalami gejala
tifus yang kembali kambuh sepekan setelah pengobatan antibiotik selesai
dijalani. Biasanya dokter akan kembali meresepkan antibiotik meski
gejala-gejala yang dirasakan tidak separah sebelumnya.
Jika setelah menjalani pengobatan ternyata hasil tes tinja
menemukan bahwa Anda masih mengidap bakteri Salmonella typhi, Anda
mungkin akan disarankan untuk menjalani 28 hari pengobatan antibiotik kembali
untuk membersihkan sisa-sisa bakteri. Ini untuk mengurangi potensi Anda menjadi
pembawa bakteri tifus jangka panjang.
Selama Anda masih terdiagnosis terinfeksi, sebaiknya hindari
aktivitas mengolah makanan. Selain itu pastikan Anda mencuci tangan setelah
buang air.
Komplikasi Tifus
Sekitar 10 persen pengidap tifus (tipes) menderita
komplikasi. Komplikasi terjadi ketika pengidap tifus terlambat atau tidak
diobati dengan antibiotik yang tepat. Komplikasi terjadi rata-rata tiga minggu
setelah infeksi. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah sistem pencernaan
yang mengalami pendarahan internal dan infeksi yang menyebar ke jaringan
sekitarnya hingga mengakibatkan usus atau sistem pencernaan pecah.
·
Gejala pendarahan dalam.
Pengidap tifus yang mengalami
pendarahan dalam biasanya merasakan gejala-gejala seperti merasa lelah
sepanjang waktu, sesak napas, muntah darah, kulit pucat, denyut jantung tidak
teratur, dan tinja berwarna hitam pekat.
Umumnya pendarahan dalam akibat tifus tidak mengancam nyawa.
Meski demikian, transfusi darah mungkin dibutuhkan untuk mengganti hilangnya
darah dari tubuh. Operasi juga mungkin diperlukan untuk memperbaiki kerusakan
pada daerah pendarahan.
·
Luka pada dinding system pencernaan.
Perforasi terjadi ketika dinding
sistem pencernaan terluka dan sebuah lubang pun terbentuk sehingga isi sistem
pencernaan dapat tertumpah ke rongga perut. Tidak seperti kulit, lapisan perut
bernama peritoneum tidak memiliki mekanisme pertahanan untuk melawan infeksi.
Maka nyawa pasien akan terancam ketika bakteri penyebab tifus menyebar hingga
ke perut dan menginfeksi peritoneum. Kondisi ini dikenal sebagai peritonitis.
Peritonitis adalah penyakit yang gawat karena peritoneum
biasanya steril dan bebas dari kuman. Dalam situasi ini, infeksi dapat menyebar
dengan cepat melalui darah ke berbagai organ lainnya. Infeksi ini dapat
mengakibatkan berbagai organ berhenti berfungsi, bahkan membawa kematian jika
tidak segera ditangani.
Tanda utama perforasi adalah sakit perut yang tidak
tertahankan. Gejala lain adalah infeksi dalam darah (sepsis), mual dan
muntah. Di rumah sakit, pengidap peritonitis akan diobati dengan suntikan
antibiotik sebelum dioperasi untuk menutup lubang pada dinding usus.
Pencegahan Tifus
Beberapa reaksi dan efek samping yang mungkin muncul dan dirasakan setelah pemberian vaksin tifus, yaitu:
·
Rasa sakit dan kemerahan atau bengkak di sekeliling
area suntikan.
·
Mual.
·
Pusing.
·
Sakit perut.
·
Diare.
Langkah Pencegahan Selain Vaksin
Terkait dengan negara-negara di
Asia, termasuk Indonesia, adalah daerah endemi tifus. Penyakit ini umumnya
terjadi di negara-negara dengan kebersihan dan sanitasi buruk. Selain Asia,
negara-negara di Amerika Selatan dan Tengah, Timur Tengah, serta Afrika juga
merupakan daerah dengan tingkat kasus tifus yang tinggi.
Sayangnya di negara-negara
berkembang, penyakit ini tumbuh subur seiring meningginya tingkat resistensi
bakteri terhadap antibiotik untuk mengobati tifus. Ini mengakibatkan beberapa
antibiotik sudah tidak mampu melawan tifus. Diperlukan penyusunan dan
penyebaran terhadap daftar obat-obatan yang sudah tidak efektif agar pasien
mendapat pengobatan yang tepat.
Untuk mencegah penyakit ini,
vaksinasi tifus harus dipadukan dengan perbaikan sanitasi dan penyediaan air
bersih, serta kebiasaan hidup sehat. Perhatikan hal-hal berikut ini untuk
menghindari risiko tertular tifus:
·
Cuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan
dan minuman, serta setelah buang air atau membersihkan kotoran, misalnya
saat mencuci popok kain. Gunakan hand-sanitizer jika tidak tersedia
air untuk mencuci tangan.
·
Jika Anda akan bepergian ke tempat yang memiliki
kasus penyebaran tifus, sebaiknya pastikan air yang akan diminum sudah direbus
dengan baik terlebih dulu.
·
Jika harus membeli minuman, sebaiknya minum air
dalam kemasan.
·
Minimalkan konsumsi makanan yang dijual di
pinggir jalan karena mudah terpapar bakteri.
·
Hindari es batu dalam minuman Anda. Juga
sebaiknya hindari membeli dan mengonsumsi es krim yang dijual di pinggir jalan.
·
Hindari konsumsi buah dan sayuran mentah,
kecuali Anda mengupas atau mencucinya sendiri dengan air bersih.
·
Batasi konsumsi makanan boga bahari (seafood),
terutama yang belum dimasak.
·
Sebaiknya gunakan air matang untuk menggosok
gigi atau berkumur, terutama jika Anda sedang berada di tempat yang tidak
terjamin kebersihan airnya.
·
Bersihkan toilet secara teratur. Hindari
bertukar barang pribadi, seperti handuk, sprei, dan alat mandi. Cuci
benda-benda tersebut secara terpisah di dalam air hangat.
·
Hindari konsumsi susu yang tidak
terpasteurisasi.
·
Bawalah selalu antibiotik yang telah diresepkan
dokter dan ikutilah petunjuk yang telah diberikan. Pengobatan antibiotik harus
dilakukan hingga periode pengobatan berakhir untuk mencegah resistensi obat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar