Pengertian Akromegali
Akromegali
adalah kelainan yang muncul karena tubuh kelebihan hormon pertumbuhan (growth hormone), sehingga terjadi
pertumbuhan secara berlebihan pada berbagai jaringan tubuh, otot dan tulang,
khususnya pada kaki, tangan, dan wajah. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh
tumor jinak pada kelenjar hipofisis (pituitary).
Peningkatan produksi growth hormone
juga dapat disebabkan oleh tumor pada organ tubuh lainnya seperti paru-paru
atau pankreas, namun sangat jarang.
Akromegali
umumnya terdiagnosa pada pasien dewasa berusia 40 hingga 45 tahun. Kondisi ini
termasuk jarang terjadi dan menampilkan gejala yang minim. Kebanyakan kasus
penderita mengetahui dirinya terserang akromegali setelah bertahun-tahun.
Akromegali dapat mengakibatkan komplikasi yang membahayakan nyawa jika tidak
segera diobati.
Penyebab Akromegali
Penyebab
akromegali adalah tingginya produksi hormon pertumbuhan (GH) yang dihasilkan
oleh kelenjar hipofisis. Sembilan puluh lima persen kasus akromegali
memperlihatkan adanya tumor pada kelenjar hipofisis, yang merupakan penyebab
meningkatnya produksi GH. Dalam kasus yang jarang terjadi, keturunan bisa
menjadi faktor pemicu.
Kelenjar
hipofisis terletak di bagian bawah otak dan berfungsi memproduksi berbagai
hormon penting bagi tubuh, salah satunya adalah hormon pertumbuhan (GH). GH
memicu organ hati dalam memproduksi insulin-like growth factor I (IGF-I)
sebagai stimulan pertumbuhan tulang dan jaringan tubuh. Kadar GH berlebih akan
mempengaruhi produksi IGF-I, memicu pertumbuhan abnormal pada jaringan tubuh,
otot, dan tulang.
Bagi penderita
tumor hipofisis, akromegali dapat disertai dengan gejala lain, yaitu bila tumor
menekan saraf dan jaringan di sekitar hipofisis, atau jika tumor juga
menyebabkan produksi hormon tiroid berlebih.
Gejala
Akromegali
Tidak semua kondisi
akromegali memperlihatkan gejala yang signifikan secara langsung. Gejala yang
terlihat pun akan berbeda dari setiap penderita. Beberapa gejala yang dapat
dialami adalah:
·
Kaki dan tangan
membesar.
·
Struktur wajah
berubah.
·
Ukuran lidah,
hidung, dan bibir membesar.
·
Struktur gigi
melebar.
·
Kulit berminyak
dan kasar.
·
Pertumbuhan kulit
secara abnormal.
·
Keringat
berlebih, hingga bau badan.
·
Pusing.
·
Lemas.
·
Otot melemah.
·
Nyeri sendi dan
kemampuan gerak menjadi terbatas.
·
Fungsi
penglihatan menurun.
·
Suara serak dan
mendalam (pelebaran pita suara dan sinus).
·
Mendengkur
kencang saat tidur.
·
Rongga
membesar (barrel chest).
·
Gangguan siklus
menstruasi pada wanita.
·
Kesulitan ereksi
pada pria.
Kondisi ini juga dapat
mengakibatkan organ penting tubuh seperti hati, ginjal, jantung, dan limpa
membesar, dan berpotensi membahayakan nyawa. Segera temui dokter atau kunjungi
rumah sakit terdekat jika merasakan gejala-gejala di atas agar mendapatkan
penanganan dini.
Diagnosis
Akromegali
Dalam mendiagnosis
akromegali, dokter terlebih dahulu akan mengumpulkan keterangan terkait gejala
dan riwayat kesehatan pasien, termasuk jenis tumor yang diderita, perubahan
struktur tubuh, dan pengobatan yang sedang dijalani. Setelah itu akan dilakukan
pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis, seperti:
·
Tes
darah.
Terdapat 2 tes darah yang dapat dilakukan, yaitu tes
pengukur kadar GH dan IGF-I untuk mengetahui banyaknya hormon yang diproduksi,
dan tes supresi hormon pertumbuhan untuk melihat perubahan dan respons kadar GH
terhadap pemberian glukosa.
·
Pemindaian.
CT scan dan MRI
umumnya digunakan untuk memeriksa ketepatan lokasi tumor pada kelenjar
hipofisis atau organ tubuh lainnya. Foto Rontgen juga dapat dilakukan untuk
memeriksa kepadatan dan ukuran tulang.
Pengobatan Akromegali
Pengobatan
akromegali difokuskan untuk mengurangi tingkat keparahan gejala, mengatur kadar
hormon yang berlebih, dan mengembalikan fungsi kelenjar hipofisis. Operasi,
obat-obatan, dan terapi radiasi adalah 3 cara pengobatan yang umumnya
disarankan.
·
Operasi.
Operasi transfenoidal biasa direkomendasikan untuk mengangkat
tumor dari hipofisis yang menekan saraf dan memicu produksi GH berlebih.
Tindakan ini dilakukan melalui hidung atau bibir atas, menggunakan endoskopi
dan alat operasi lainnya untuk mengangkat tumor yang ada. Tindakan ini
dilakukan dalam kondisi anestesi lokal.
Saran untuk mengonsumsi obat-obatan dan melakukan terapi mungkin
akan dilakukan sebelum atau setelah operasi.
·
Obat-obatan.
Obat-obatan berikut ini
dapat digunakan untuk pengobatan pendukung setelah operasi, atau jika operasi
tidak dapat dilakukan (misalnya dalam kasus tumor berukuran besar):
a. Dopamine agonist.
Obat-obatan seperti
bromocriptine dan cabergoline
berfungsi untuk menekan produksi hormon pertumbuhan. Kedua obat ini dikonsumsi
sekali atau dua kali seminggu dalam bentuk pil.
b. Analog somatostatin.
Obat-obatan seperti lanreotide dan octreotide digunakan untuk
mengontrol produksi dan aliran hormon pertumbuhan, serta mengecilkan ukuran
tumor adenoma. Obat ini diberikan dalam bentuk suntikan di rumah sakit, dengan
dosis awal 3 kali sehari untuk melihat efektifitasnya, dan dilanjutkan sebulan
sekali untuk jangka waktu yang ditentukan. Suntikan ini umumnya diberikan di
bawah kulit (subkutan) dan di otot pantat (otot gluteus).
c. Antagonis hormon pertumbuhan.
Salah satu contoh obat
ini adalah pegvisomant. Obat ini berfungsi
untuk memblokir efek hormon pertumbuhan pada jaringan tubuh, menekan gejala,
dan mengatur kadar IGF-I pada hati. Obat antagonis hormon pertumbuhan biasanya
diberikan jika penderita tidak merespons pengobatan lainnya, melalui suntikan
secara subkutan sehari sekali di rumah sakit. Obat ini tidak dapat mengecilkan
ukuran tumor atau mengurangi kadar hormon dalam tubuh.
·
Radiotrapi.
Radioterapi umumnya
direkomendasikan jika penderita tidak merespons secara baik terhadap tindakan
operasi atau obat-obatan. Terapi ini berfungsi untuk menghancurkan sel tumor
yang tidak dapat dijangkau sebelumnya dan menekan kadar hormon pertumbuhan
secara perlahan. Radioterapi dapat dilakukan dengan 3 cara berikut:
a. Terapi radiasi konversional.
Tumor ditargetkan
menggunakan pancaran eksternal (EBT) yang diberikan dalam dosis kecil dengan
jeda selama 4 hingga 6 minggu. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan
pada kelenjar hipofisis dan jaringan otak, serta memberikan waktu untuk
penyembuhan jaringan yang terkena radiasi. Hasil dari terapi ini umumnya
dirasakan setelah bertahun-tahun.
b. Terapi pisau gamma (gamma knife).
Tumor ditargetkan secara
langsung menggunakan pancaran radiasi yang kuat, tanpa mengenai jaringan otak
di sekitarnya. Pasien akan diminta untuk menggunakan penutup kepala khusus agar
meminimalisir pergerakan kepala. Terapi ini hanya dilakukan sekali, dengan
hasil yang dapat dirasakan setelah 3 hingga 5 tahun. Terapi pisau gamma juga
berisiko memimbulkan efek samping yang lebih kecil dibanding terapi radiasi
konvensional.
c. Terapi radiasi proton.
Tidak berbeda jauh dengan terapi
pisau gamma, terapi radiasi proton memancarkan radiasi kuat pada tumor dengan
efek minim pada jaringan otak. Terapi ini diberikan secara berkala, dengan
intensitas yang lebih singkat dibandingkan terapi radiasi konvensional.
Komplikasi Akromegali
Akromegali
yang tidak diobati dapat menimbulkan komplikasi yang bisa membahayakan nyawa,
seperti:
·
Hipertensi.
·
Penyakit
jantung, terutama pembesaran jantung (kardiomiopati).
·
Diabetes
melitus.
·
Kehilangan
fungsi penglihatan.
·
Gondok.
·
Pertumbuhan
polip atau prakanker di garis kolon.
·
Pertumbuhan
tumor jinak di rahim.
·
Penekanan
pada saraf tulang belakang.
·
Sindrom lorong kapal (carpal tunnel syndrome).
·
Sleep
apnea, yang dapat menutup saluran pernapasan.
·
Osteoarthritis atau penurunan kemampuan pergerakan
pada sendi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar