Pengertian Chlamydia
Chlamydia adalah penyakit menular seksual yang ditularkan
melalui hubungan seks tanpa menggunakan kondom. Penyakit ini bisa menjangkiti
pria dan wanita dalam segala usia. Namun sebagian besar kasus chlamydia dialami
oleh wanita berusia muda yang aktif secara seksual. Penyakit ini bisa
menimbulkan gangguan kesehatan yang lebih serius jika tidak segera ditangani dengan
tuntas.
Gejala Chlamydia
Sebagian besar
penderita chlamydia tidak merasakan gejala apa pun saat awal tertular penyakit
ini. Namun setelah 1 sampai 3 pekan, biasanya gejala baru akan muncul. Meskipun
sudah muncul, gejala chlamydia seringkali diabaikan karena biasanya tidak parah
dan segera berlalu. Gejala yang dialami oleh pria berbeda dengan wanita.
Satu-satunya gejala yang bisa dialami oleh keduanya adalah rasa sakit ketika
buang air kecil.
Setengah dari
pria penderita chlamydia tidak merasakan gejala penyakit ini, dan sisanya lagi
mengalaminya. Gejala yang muncul bisa berupa rasa sakit pada testikel, sensasi
terbakar atau gatal pada saat berkemih, dan keluarnya cairan berwarna putih
kental atau encer dari ujung penis. Infeksi masih terjadi dan bisa ditularkan
walau gejala yang dialami sudah hilang.
Sedangkan pada
wanita, persentase yang tidak mengalami gejala adalah sekitar 70 persen, dan
sisanya yaitu 30 persen mengalami gejala. Gejala yang muncul dapat berupa
perdarahan ketika atau setelah selesai melakukan hubungan seks dan
keluarnya cairan yang tidak biasa dari vagina. Selain itu, ada juga yang
mengalami menstruasi lebih berat dari biasanya, perdarahan di antara masa
menstruasi, dan rasa sakit pada perut bagian bawah.
Chlamydia tidak
hanya menginfeksi alat kelamin, tapi bisa juga menjangkiti mata dan menyebabkan
terjadinya konjungtivitis jika cairan vagina atau sperma yang terinfeksi
terkena mata. Mata yang terinfeksi akan terasa perih, bengkak, teriritasi, dan
mengeluarkan cairan. Anus juga bisa terinfeksi dan menyebabkan perdarahan,
keluar cairan, serta rasa sakit dan tidak nyaman.
Penyebab Chlamydia
Chlamydia disebabkan oleh bakteri Chlamydia
trachomatis. Bakteri ini ditularkan oleh penderita melalui hubungan seksual
tanpa menggunakan kondom. Penularan chlamydia bisa melalui seks oral, anal,
vaginal, dan saling bersentuhannya alat kelamin. Selain itu, chlamydia juga
bisa menular melalui alat bantu seks yang tidak dilapisi dengan kondom atau
tidak dicuci sampai bersih setelah digunakan.
Berhubungan
seksual dengan banyak orang atau berganti-ganti pasangan, dapat meningkatkan
risiko terjangkit chlamydia.
Beberapa faktor
lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena chlamydia adalah:
·
Pernah mengidap penyakit menular seksual.
·
Memiliki lebih dari satu pasangan
seksual/berganti-ganti pasangan.
·
Berhubungan seksual tanpa menggunakan kondom.
·
Aktif secara seksual sebelum usia 18 tahun.
Chlamydia tidak menular melalui beberapa hal berikut ini:
·
Pelukan.
·
Dudukan toilet.
·
Menggunakan peralatan makan yang sama dengan
penderita.
·
Berbagi handuk dengan penderita.
·
Ciuman.
·
Berenang di kolam renang yang sama.
·
Mandi di kamar mandi yang sama.
Ibu penderita chlamydia bisa menularkan infeksi pada bayi
yang dilahirkannya dan menyebabkan mata menjadi bengkak dan mengeluarkan cairan
atau yang disebut dengan konjungtivitis. Oleh karena itu, ketika merencanakan
kehamilan atau pada saat awal kehamilan, pastikan Anda tidak sedang mengalami
infeksi ini dan jika positif, obati secepat mungkin.
Diagnosis
Chlamydia
Chlamydia dapat didiagnosis dengan
cara yang mudah dan tidak menimbulkan rasa sakit, yaitu dengan menggunakan alat
penyeka yang berbentuk seperti cotton bud atau melalui tes sampel urine.
Alat penyeka
tipis dimasukkan ke ujung penis untuk mendapatkan sampel dari saluran
pembuangan urine atau uretra. Sedangkan bagi pasien wanita, alat penyeka
digunakan pada bagian dalam vagina bagian bawah atau serviks.
Alat penyeka bisa
digunakan untuk mengumpulkan sampel cairan dari kelopak mata jika mata Anda
mengalami peradangan akibat infeksi chlamydia. Selain itu, alat penyeka juga
bisa digunakan untuk mengambil sampel dari tenggorokan atau anus jika pasien
melakukan seks oral atau anal.
Tes sebaiknya
dilakukan kembali setelah tiga bulan untuk memastikan infeksi chlamydia sudah
hilang sepenuhnya. Chlamydia tidak dapat dideteksi dengan tes darah atau pap
smear.
Pengobatan
Chlamydia
Chlamydia dapat diatasi dengan menggunakan kombinasi obat
antibiotik. Pengobatan chlamydia disarankan untuk mereka yang:
·
Hasil tesnya positif terhadap Chlamydia.
·
Berhubungan seksual dengan penderita chlamydia
dalam kurun waktu 2 bulan terakhir, meskipun orang tersebut tidak mengalami
gejala apapun.
·
Bayi baru lahir dengan ibu yang positif
menderita chlamydia pada saat kehamilan dan persalinan.
Berikut ini adalah beberapa obat antibiotik yang biasanya
diresepkan oleh dokter untuk mengatasi chlamydia:
·
Ofloxacin.
·
Doxycycline.
·
Erythromycin.
·
Azithromycin.
·
Amoxicillin.
Konsultasikan kepada dokter jika Anda
sedang hamil atau menyusui, memiliki alergi terhadap obat antibiotik, atau
sedang menggunakan alat kontrasepsi. Obat antibiotik yang aman untuk dikonsumsi
oleh ibu hamil adalah amoxicillin, azithromycin, dan erythromycin.
Pasien disarankan
untuk tidak melakukan hubungan seksual selama masa pengobatan yang biasanya
berlangsung selama 1-2 pekan atau hingga infeksi telah hilang sepenuhnya. Untuk
mencegah penularan kembali, pasangan Anda juga harus melakukan pengobatan walau
tidak mengalami gejala chlamydia.
Obat antibiotik
memiliki beberapa efek samping, namun biasanya ringan. Efek samping yang
mungkin terjadi setelah mengonsumsi obat ini adalah diare, nafsu makan menurun,
mual, perut kembung, muntah, sakit perut dan infeksi jamur pada vagina.
Komplikasi Chlamydia
Chlamydia dapat menyebar dan menimbulkan gangguan kesehatan
jangka panjang jika tidak ditangani dengan tepat. Berikut ini adalah beberapa
komplikasi chlamydia yang dapat terjadi pada pasien pria.
·
Epididimitis.
Peradangan dan
pembengkakan pada epididimis yang merupakan bagian dari sistem reproduksi pria
dan saluran untuk mengalirkan sperma dari testikel. Penyakit ini dapat
menimbulkan rasa sakit. Jika tidak segera ditangani, cairan atau bahkan nanah
akan keluar. Dan jika sudah parah, kemandulan bisa terjadi.
·
Reactive
arthritis.
Peradangan pada
persendian yang kebanyakan dialami oleh pria dibandingkan wanita. Obat
antiinflamasi nonsteroid (misalnya ibuprofen) bisa digunakan untuk mengatasi
gejala dari kondisi ini. Biasanya gejala akan membaik dalam waktu kurang lebih
enam bulan, namun bisa saja kembali kembali.
·
Uretritis.
Peradangan pada
saluran pembuangan urine atau uretra. Kondisi ini biasanya ditandai dengan
gejala seperti sering atau tidak mampu menahan buang air kecil, terasa sakit
atau perih saat buang air kecil, kulup atau ujung penis mengalami iritasi dan
terasa sakit, dan ujung penis mengeluarkan cairan kental berwarna putih.
Sedangkan pada wanita, beberapa komplikasi yang dapat
terjadi akibat chlamydia adalah:
·
Cervicitis.
Peradangan pada leher rahim atau serviks. Gejala kondisi ini bisa berupa
sakit pada perut bagian bawah, sakit saat berhubungan seksual, perdarahan saat
atau usai berhubungan seksual, dan perdarahan di antara masa menstruasi.
·
Penyakit radang panggul.
Infeksi pada ovarium, rahim dan tuba fallopi. Jika tidak ditangani,
kondisi ini bisa meningkatkan risiko kehamilan ektopik atau pertumbuhan janin
di luar rahim dan keguguran. 90 persen kasus PID disebabkan oleh komplikasi
chlamydia dan gonore yang tidak terobati dengan baik. Radang panggul bisa
diobati dengan menggunakan antibiotik.
·
Komplikasi kehamilan.
Wanita hamil yang menderita chlamydia dapat menulari janinnya jika tidak
melakukan pengobatan. Apabila ini terjadi, bayi di dalam kandungan bisa
mengalami infeksi mata dan paru-paru. Chlamydia juga dapat meningkatkan risiko
bayi lahir secara prematur atau dengan berat badan yang rendah.
·
Bartholinitis.
Pembengkakan kelenjar Bartholin (kelenjar yang memproduksi cairan pelumas
saat wanita berhubungan seksual). Kista kelenjar bartholin dapat terbentuk jika
kelenjar tersumbat dan mengalami infeksi. Selain itu, kondisi ini juga bisa
menyebabkan abses atau penimbunan nanah yang terasa sakit atau perih saat
disentuh, berwarna merah, dan menimbulkan demam.
·
Salpingitis.
Peradangan
pada tuba fallopi yang menyebabkan sel telur dari ovarium sulit untuk menuju
rahim dan membuat pasien lebih sulit untuk hamil. Risiko mengalami kehamilan
ektopik atau kehamilan di luar rahim akan meningkat, meskipun tuba fallopi
hanya tersumbat sebagian.
Pencegahan Chlamydia
Ada beberapa cara yang bisa kita
lakukan untuk mencegah penularan penyakit menular seksual seperti chlamydia
(termasuk gonore atau herpes genital), yaitu dengan menggunakan kondom saat
berhubungan seksual dan tidak berbagi penggunaan alat bantu seks. Pemakaian
kondom memang tidak 100 persen menghilangkan risiko terkena infeksi, namun
setidaknya cara ini cukup efektif dalam mengurangi risikonya.
Selain itu,
penularan chlamydia juga dapat dicegah dengan cara membatasi jumlah pasangan
seksual atau setia dengan satu orang pasangan saja. Jika Anda aktif melakukan
hubungan seksual dengan lebih dari satu orang, maka Anda dianjurkan melakukan
pemeriksaan secara rutin mengingat chlamydia tidak menimbulkan gejala pada
sebagian orang.
Wanita juga
disarankan untuk tidak terlalu sering membersihkan vagina, karena dapat
mengurangi jumlah bakteri baik di dalamnya. Jumlah bakteri baik yang sedikit
akan meningkatkan risiko infeksi dalam vagina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar