Selasa, 25 Juli 2017

CHLAMYDIA



Pengertian Chlamydia

Chlamydia adalah penyakit menular seksual yang ditularkan melalui hubungan seks tanpa menggunakan kondom. Penyakit ini bisa menjangkiti pria dan wanita dalam segala usia. Namun sebagian besar kasus chlamydia dialami oleh wanita berusia muda yang aktif secara seksual. Penyakit ini bisa menimbulkan gangguan kesehatan yang lebih serius jika tidak segera ditangani dengan tuntas.

Gejala Chlamydia

Sebagian besar penderita chlamydia tidak merasakan gejala apa pun saat awal tertular penyakit ini. Namun setelah 1 sampai 3 pekan, biasanya gejala baru akan muncul. Meskipun sudah muncul, gejala chlamydia seringkali diabaikan karena biasanya tidak parah dan segera berlalu. Gejala yang dialami oleh pria berbeda dengan wanita. Satu-satunya gejala yang bisa dialami oleh keduanya adalah rasa sakit ketika buang air kecil.

Setengah dari pria penderita chlamydia tidak merasakan gejala penyakit ini, dan sisanya lagi mengalaminya. Gejala yang muncul bisa berupa rasa sakit pada testikel, sensasi terbakar atau gatal pada saat berkemih, dan keluarnya cairan berwarna putih kental atau encer dari ujung penis. Infeksi masih terjadi dan bisa ditularkan walau gejala yang dialami sudah hilang.

Sedangkan pada wanita, persentase yang tidak mengalami gejala adalah sekitar 70 persen, dan sisanya yaitu 30 persen mengalami gejala. Gejala yang muncul dapat berupa  perdarahan ketika atau setelah selesai melakukan hubungan seks  dan keluarnya cairan yang tidak biasa dari vagina. Selain itu, ada juga yang mengalami menstruasi lebih berat dari biasanya, perdarahan di antara masa menstruasi, dan rasa sakit pada perut bagian bawah.

Chlamydia tidak hanya menginfeksi alat kelamin, tapi bisa juga menjangkiti mata dan menyebabkan terjadinya konjungtivitis jika cairan vagina atau sperma yang terinfeksi terkena mata. Mata yang terinfeksi akan terasa perih, bengkak, teriritasi, dan mengeluarkan cairan. Anus juga bisa terinfeksi dan menyebabkan perdarahan, keluar cairan, serta rasa sakit dan tidak nyaman.

Penyebab Chlamydia

Chlamydia disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Bakteri ini ditularkan oleh penderita melalui hubungan seksual tanpa menggunakan kondom. Penularan chlamydia bisa melalui seks oral, anal, vaginal, dan saling bersentuhannya alat kelamin. Selain itu, chlamydia juga bisa menular melalui alat bantu seks yang tidak dilapisi dengan kondom atau tidak dicuci sampai bersih setelah digunakan.

Berhubungan seksual dengan banyak orang atau berganti-ganti pasangan, dapat meningkatkan risiko terjangkit chlamydia.

Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena chlamydia adalah: 

·         Pernah mengidap penyakit menular seksual.

·         Memiliki lebih dari satu pasangan seksual/berganti-ganti pasangan.

·         Berhubungan seksual tanpa menggunakan kondom.

·         Aktif secara seksual sebelum usia 18 tahun.

Chlamydia tidak menular melalui beberapa hal berikut ini:

·         Pelukan.

·         Dudukan toilet.

·         Menggunakan peralatan makan yang sama dengan penderita.

·         Berbagi handuk dengan penderita.

·         Ciuman.

·         Berenang di kolam renang yang sama.

·         Mandi di kamar mandi yang sama.

Ibu penderita chlamydia bisa menularkan infeksi pada bayi yang dilahirkannya dan menyebabkan mata menjadi bengkak dan mengeluarkan cairan atau yang disebut dengan konjungtivitis. Oleh karena itu, ketika merencanakan kehamilan atau pada saat awal kehamilan, pastikan Anda tidak sedang mengalami infeksi ini dan jika positif, obati secepat mungkin.

Diagnosis Chlamydia

Chlamydia dapat didiagnosis dengan cara yang mudah dan tidak menimbulkan rasa sakit, yaitu dengan menggunakan alat penyeka yang berbentuk seperti cotton bud atau melalui tes sampel urine.

Alat penyeka tipis dimasukkan ke ujung penis untuk mendapatkan sampel dari saluran pembuangan urine atau uretra. Sedangkan bagi pasien wanita, alat penyeka digunakan pada bagian dalam vagina bagian bawah atau serviks.

Alat penyeka bisa digunakan untuk mengumpulkan sampel cairan dari kelopak mata jika mata Anda mengalami peradangan akibat infeksi chlamydia. Selain itu, alat penyeka juga bisa digunakan untuk mengambil sampel dari tenggorokan atau anus jika pasien melakukan seks oral atau anal.

Tes sebaiknya dilakukan kembali setelah tiga bulan untuk memastikan infeksi chlamydia sudah hilang sepenuhnya. Chlamydia tidak dapat dideteksi dengan tes darah atau pap smear

Pengobatan Chlamydia

Chlamydia dapat diatasi dengan menggunakan kombinasi obat antibiotik. Pengobatan chlamydia disarankan untuk mereka yang:

·         Hasil tesnya positif terhadap Chlamydia.

·         Berhubungan seksual dengan penderita chlamydia dalam kurun waktu 2 bulan terakhir, meskipun orang tersebut tidak mengalami gejala apapun.

·         Bayi baru lahir dengan ibu yang positif menderita chlamydia pada saat kehamilan dan persalinan.

Berikut ini adalah beberapa obat antibiotik yang biasanya diresepkan oleh dokter untuk mengatasi chlamydia:

·         Ofloxacin.

·         Doxycycline.

·         Erythromycin.

·         Azithromycin.

·         Amoxicillin.

Konsultasikan kepada dokter jika Anda sedang hamil atau menyusui, memiliki alergi terhadap obat antibiotik, atau sedang menggunakan alat kontrasepsi. Obat antibiotik yang aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil adalah amoxicillin, azithromycin, dan erythromycin.

Pasien disarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual selama masa pengobatan yang biasanya berlangsung selama 1-2 pekan atau hingga infeksi telah hilang sepenuhnya. Untuk mencegah penularan kembali, pasangan Anda juga harus melakukan pengobatan walau tidak mengalami gejala chlamydia.

Obat antibiotik memiliki beberapa efek samping, namun biasanya ringan. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi obat ini adalah diare, nafsu makan menurun, mual, perut kembung, muntah, sakit perut dan infeksi jamur pada vagina. 

Komplikasi Chlamydia

Chlamydia dapat menyebar dan menimbulkan gangguan kesehatan jangka panjang jika tidak ditangani dengan tepat. Berikut ini adalah beberapa komplikasi chlamydia yang dapat terjadi pada pasien pria.

·         Epididimitis.

Peradangan dan pembengkakan pada epididimis yang merupakan bagian dari sistem reproduksi pria dan saluran untuk mengalirkan sperma dari testikel. Penyakit ini dapat menimbulkan rasa sakit. Jika tidak segera ditangani, cairan atau bahkan nanah akan keluar. Dan jika sudah parah, kemandulan bisa terjadi.

·         Reactive arthritis.

Peradangan pada persendian yang kebanyakan dialami oleh pria dibandingkan wanita. Obat antiinflamasi nonsteroid (misalnya ibuprofen) bisa digunakan untuk mengatasi gejala dari kondisi ini. Biasanya gejala akan membaik dalam waktu kurang lebih enam bulan, namun bisa saja kembali kembali.

·         Uretritis.

Peradangan pada saluran pembuangan urine atau uretra. Kondisi ini biasanya ditandai dengan gejala seperti sering atau tidak mampu menahan buang air kecil, terasa sakit atau perih saat buang air kecil, kulup atau ujung penis mengalami iritasi dan terasa sakit, dan ujung penis mengeluarkan cairan kental berwarna putih.

Sedangkan pada wanita, beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat chlamydia adalah:

·         Cervicitis.

Peradangan pada leher rahim atau serviks. Gejala kondisi ini bisa berupa sakit pada perut bagian bawah, sakit saat berhubungan seksual, perdarahan saat atau usai berhubungan seksual, dan perdarahan di antara masa menstruasi.

·         Penyakit radang panggul.

Infeksi pada ovarium, rahim dan tuba fallopi. Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa meningkatkan risiko kehamilan ektopik atau pertumbuhan janin di luar rahim dan keguguran. 90 persen kasus PID disebabkan oleh komplikasi chlamydia dan gonore yang tidak terobati dengan baik. Radang panggul bisa diobati dengan menggunakan antibiotik.

·         Komplikasi kehamilan.

Wanita hamil yang menderita chlamydia dapat menulari janinnya jika tidak melakukan pengobatan. Apabila ini terjadi, bayi di dalam kandungan bisa mengalami infeksi mata dan paru-paru. Chlamydia juga dapat meningkatkan risiko bayi lahir secara prematur atau dengan berat badan yang rendah.

·         Bartholinitis.

Pembengkakan kelenjar Bartholin (kelenjar yang memproduksi cairan pelumas saat wanita berhubungan seksual). Kista kelenjar bartholin dapat terbentuk jika kelenjar tersumbat dan mengalami infeksi. Selain itu, kondisi ini juga bisa menyebabkan abses atau penimbunan nanah yang terasa sakit atau perih saat disentuh, berwarna merah, dan menimbulkan demam.

·         Salpingitis.

Peradangan pada tuba fallopi yang menyebabkan sel telur dari ovarium sulit untuk menuju rahim dan membuat pasien lebih sulit untuk hamil. Risiko mengalami kehamilan ektopik atau kehamilan di luar rahim akan meningkat, meskipun tuba fallopi hanya tersumbat sebagian.

Pencegahan Chlamydia

Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mencegah penularan penyakit menular seksual seperti chlamydia (termasuk gonore atau herpes genital), yaitu dengan menggunakan kondom saat berhubungan seksual dan tidak berbagi penggunaan alat bantu seks. Pemakaian kondom memang tidak 100 persen menghilangkan risiko terkena infeksi, namun setidaknya cara ini cukup efektif dalam mengurangi risikonya.

Selain itu, penularan chlamydia juga dapat dicegah dengan cara membatasi jumlah pasangan seksual atau setia dengan satu orang pasangan saja. Jika Anda aktif melakukan hubungan seksual dengan lebih dari satu orang, maka Anda dianjurkan melakukan pemeriksaan secara rutin mengingat chlamydia tidak menimbulkan gejala pada sebagian orang.

Wanita juga disarankan untuk tidak terlalu sering membersihkan vagina, karena dapat mengurangi jumlah bakteri baik di dalamnya. Jumlah bakteri baik yang sedikit akan meningkatkan risiko infeksi dalam vagina.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar