Pengertian Deep Vein Thrombosis
Deep vein thrombosis (DVT) atau trombosis vena dalam
adalah penggumpalan darah yang terjadi di dalam pembuluh darah vena dalam.
Kondisi ini umumnya muncul pada pembuluh vena besar yang terdapat di bagian
paha dan betis.
Trombosis vena juga dapat muncul di pembuluh darah
vena lainnya, seperti lengan dan dapat menyebar hingga ke paru-paru. DVT yang
menyerang paru-paru ini dapat menyumbat separuh atau seluruh bagian dari arteri
paru dan menyebabkan timbulnya komplikasi berbahaya bernama emboli paru (pulmonary
embolism/PE) dan venous thromboembolism (VTE).
Penyebab Deep Vein Thrombosis
Darah manusia terdiri dari protein
bernama faktor pembeku dan sel-sel yang bernama trombosit. Kedua komponen ini
bekerja dengan cara membentuk gumpalan padat guna mencegah terjadinya
pendarahan saat pembuluh darah Anda terluka. Kombinasi dari lambatnya alliran
darah pada pembuluh darah, aktivasi pembekuan darah, dan jejas pada pembuluh
darah, menjadikan terbentuknya trombus (gumpalan darah) yang dapat menyumbat
aliran darah sehingga memicu DVT.
Terdapat banyak faktor risiko yang
dapat menjadi penyebab DVT, salah satunya adalah adanya penderita
penyakit ini di dalam riwayat keluarga. Penderita VTE serta penderita yang
mempunyai penyakit lain, seperti gagal jantung dan kanker, juga memiliki risiko
terkena DVT kembali. Usia dan berat badan juga dapat berdampak kepada seseorang
untuk mengidap DVT atau tidak. Begitu pula seseorang yang kondisi tubuhnya
sedang tidak aktif dapat memicu DVT.
Tubuh yang tidak bergerak dalam
jangka waktu yang cukup lama menyebabkan darah cenderung berkumpul pada tungkai
bawah, seperti pada betis dan paha. Kondisi ini biasa dialami oleh seseorang
setelah melalui prosedur operasi yang berlangsung lebih dari 90 menit atau berlangsung
60 menit untuk operasi yang dilakukan pada area perut, pinggul, dan tungkai.
Begitu pula bisa diakibatkan oleh perawatan yang mengharuskan pasien tetap
berbaring di tempat tidur. Melakukan perjalanan panjang dapat membuat tubuh
berada dalam keadaan tidak aktif untuk waktu lama juga. Keadaan ini dapat
menyebabkan melambatnya aliran darah hingga meningkatkan risiko terjadinya
penggumpalan darah. Pada kasus pasien rawat inap yang membutuhkan prosedur
operasi panjang, rumah sakit umumnya akan memberikan informasi mengenai risiko
dan tindak pencegahan DVT diawal.
Kemoterapi dan radioterapi yang
digunakan untuk mengobati kanker serta pengobatan penyakit yang disebabkan oleh
kondisi medis atau genetik lainnya dapat menambah risiko DVT pada pasien.
Selain kemoterapi, kondisi seperti vaskulitis dan varises vena juga bisa
menambah risiko DVT pada penderitanya. Kerusakan pembuluh darah yang disebabkan
oleh kondisi ini membuat pembuluh darah menyempit atau tersumbat sehingga dapat
memicu terjadinya penggumpalan darah. Penyakit-penyakit seperti jantung,
paru-paru, hepatitis, serta penyakit yang disebabkan oleh peradangan, seperti
rheumatoid arthritis juga memudahkan terjadinya penggumpalan darah. Begitu pula
dengan kondisi genetik, seperti thrombophilia dan sindrom Hughes.
Faktor risiko lainnya adalah
kehamilan, pil kontrasepsi, dan terapi sulih hormon atau hormone replacement
therapy (HRT) pada terapi hormon estrogen. Kondisi ini memungkinkan darah
menggumpal lebih mudah. Pada faktor kehamilan, penggumpalan darah dapat
membantu mencegah pasien kehilangan banyak darah selama proses persalinan,
namun turut meningkatkan risiko DVT.
Penderita obesitas, lansia dengan
kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan untuk melakukan banyak kegiatan,
serta perokok, dan kondisi dehidrasi juga merupakan penyebab lain dari penyakit
DVT.
Gejala Deep Vein Thrombosis
DVT dapat menyerang area tungkai dan
lengan. Pada sebagian kondisi, DVT dapat menunjukkan gejalanya di daerah yang
terjangkit sehingga pasien dapat merasakan sakit, pembengkakan, sekaligus nyeri
pada area tersebut. Warna kulit yang kemerahan serta rasa hangat dapat terasa,
seperti di area belakang lutut disertai rasa sakit yang makin menjadi-jadi
ketika Anda menekuk kaki mendekati lutut. Gejala yang muncul juga dapat
terlihat dari pembuluh darah di sekitar area yang terjangkit tampak lebih besar
dari biasanya.
Salah satu komplikasi akibat DVT
yang tidak segera memperoleh perawatan adalah kemunculan sebuah kondisi yang
bernama emboli paru. Kondisi ini memiliki gejala, seperti sakit dada, sesak
napas yang muncul secara bertahap atau tiba-tiba, serta mendadak pingsan. Baik
salah satu maupun keduanya, gejala DVT dan emboli paru sebaiknya segera
ditangani agar tidak memperburuk kondisi pasien. DVT juga berkemungkinan tidak
menunjukkan gejala sehingga perlu diwaspadai dan diselidiki tanda-tanda yang
muncul pada seseorang yang memiliki risiko terkena penyakit ini.
Diagnosis Deep Vein Thrombosis
Berdasarkan gejala di atas, dokter
dapat menyarankan pasien untuk melalui beberapa pemeriksaan fisik guna
memperoleh diagnosis dan rencana pengobatan yang sesuai. Selain pemeriksaan
fisik, dokter juga akan bertanya mengenai sejarah penyakit dalam keluarga untuk
menyelidiki jejak DVT. Pemeriksaan fisik berupa tes laboratorium juga mungkin
dilakukan, seperti tes ultrasound, D-dimer, dan venogram.
Pemindaian Ultrasound tipe Doppler
akan digunakan pada tes pemeriksaan untuk menemukan letak gumpalan darah berada
pada pembuluh dan seberapa cepat laju aliran darah. Dengan mengetahui kedua
faktor ini, letak dan penyebab penggumpalan dapat segera dideteksi.
Tes darah khusus yang bernama
D-dimer dapat dilakukan mengidentifikasi gumpalan darah yang telah terurai
kemudian memasuki aliran darah. Makin banyak gumpalan yang ditemukan maka makin
besar pula kemungkinan telah terjadi penggumpalan darah di dalam pembuluh darah
pasien.
Tes venogram dapat juga dilakukan
jika kedua tes di atas belum bisa membantu dokter dalam menentukan atau
memperkuat diagnosis DVT. Tes ini menggunakan bantuan pewarna dan X-ray untuk
mengetahui letak penggumpalan darah. Dalam venogram, pewarna akan disuntikkan
ke pembuluh darah kaki. Pewarna ini kemudian mengalir ke pembuluh darah
lain di area pasien merasakan gejala DVT. Jika penggumpalan terjadi di area
betis, maka hasil X-ray akan menunjukkan area kosong pada betis. Hal ini
dikarenakan pewarna tidak dapat mengalir melewati pembuluh darah betis yang
memiliki gumpalan.
Pengobatan Deep Vein Thrombosis
Pengobatan DVT dapat diberikan
dengan metode yang berbeda bergantung kepada kondisi tubuh pasien serta
penyakit yang diderita. Pasien yang sedang hamil pun akan mendapatkan perawatan
yang berbeda, termasuk tipe obat antikoagulan (pencegah kebekuan darah) yang
diberikan. Sebuah stocking medis atau stocking kompresi juga
dapat digunakan oleh pasien DVT untuk membantu mencegah terjadinya pembekuan
darah.
Selain mencegah terjadinya penggumpalan
darah, obat antikoagulan juga bisa membantu menghentikan gumpalan darah
menyebar ke aliran darah lainnya serta menyebabkan munculnya gumpalan darah
lain. Heparin dan warfarin adalah dua jenis obat antikoagulan yang umumnya
digunakan untuk mengobati DVT. Heparin biasanya diberikan terlebih dahulu untuk
mencegah pembekuan darah seketika. Pemberian warfarin juga umumnya dilakukan
setelah pasien diberikan heparin untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah
lanjutan.
Pemberian heparin dapat dilakukan
dengan cara menyuntikannya langsung pada pembuluh vena ataupun lapisan jaringan
di bawah kulit, dapat pula melalui cairan infus. Dosis heparin juga dapat
berbeda-beda pada tiap pasien dan pemberiannya harus dimonitor agar pasien
menerima dosis yang tepat, menjadikan kemungkinan pasien harus berada di rumah
sakit hingga 10 hari. Seperti halnya pengobatan lain pada umumnya, penggunaan
heparin juga dapat menimbulkan efek samping tertentu, seperti ruam, pendarahan,
dan kelemahan tulang pada pemakaian jangka panjang.
Dokter Anda dapat merekomendasikan
warfarin sebagai pengobatan lanjutan dari heparin. Obat ini diberikan dalam
bentuk tablet dan dapat dikonsumsi hingga enam bulan atau lebih, tergantung
anjuran dari dokter. Warfarin tidak dianjurkan untuk perempuan hamil yang
sedang dalam pengobatan heparin untuk jangka waktu lama. Jagalah kondisi
kesehatan Anda selama mengonsumsi warfarin dan pastikan jadwal konsultasi
dokter tidak terluput dari jadwal yang sudah ditentukan hingga Anda mendapatkan
dosis warfarin yang reguler.
Penggunaan stocking kompresi
juga bisa membantu mencegah terbentuknya luka dan sindrom paska DVT, yaitu
kerusakan jaringan betis akibat peningkatan tekanan vena. Stocking
kompresi digunakan tiap hari selama dua tahun atau hingga waktu yang ditentukan
dan pengukurannya harus dimonitor dan diperbarui tiap 3-6 bulan. Stocking
ini dapat dilepas menjelang tidur atau ketika pasien sedang melakukan postur
istirahat dengan tungkai terangkat, serta ketika pasien sedang melakukan
latihan fisik reguler.
Latihan fisik yang mungkin
direkomendasikan kepada pasien DVT adalah berjalan. Beristirahat dengan tungkai
yang terangkat juga disarankan agar kaki berada lebih tinggi dari pinggang demi
mengembalikan aliran darah dari betis.
Alternatif pengobatan lain dapat
juga diberikan jika penggunaan obat antikoagulan tidak memberikan hasil yang
sesuai bagi pasien. Inferior vena cava filters (IVC) ditempatkan pada
pembuluh darah untuk menyaring gumpalan darah dan menghentikannya mengalir
menuju jantung dan paru-paru. IVC dapat dipasang secara permanen atau
dilepaskan setelah penggumpalan darah berkurang. Keduanya dilakukan dengan
menggunakan prosedur operasi dengan bius lokal. IVC juga dapat digunakan pada
pasien penderita emboli paru dan pada kondisi cedera parah.
Komplikasi Deep
Vein Thrombosis
Beberapa komplikasi DVT yang tidak segera ditangani
selain penyakit emboli paru yang telah disebutkan sebelumnya adalah sindrom
paska trombosis. Kondisi ini menyebabkan sumbatan pada salah satu pembuluh
darah di paru.
Pencegahan Deep Vein Thrombosis
DVT dapat dicegah dengan memulai
pola hidup sehat, seperti olahraga ringan agar tubuh tetap bergerak dan
sirkulasi darah tetap terjaga, pola diet sehat, mengurangi berat badan bagi
penderita obesitas, serta jangan merokok.
Bagi Anda yang memiliki risiko DVT
dan merencanakan perjalanan panjang, pastikan Anda telah memberitahukan rencana
tersebut kepada orang terdekat maupun dokter. Pastikan juga Anda memiliki
perlindungan kesehatan perjalanan yang aktif untuk mencegah terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan selama perjalanan berlangsung. Beberapa kegiatan yang
sebaiknya dilakukan atau diperhatikan selama perjalanan, seperti perbanyak
minum air putih dan sebisa mungkin hindari minuman beralkohol karena dapat
menyebabkan dehidrasi. Tindakan pencegahan lainnya bisa dilakukan dengan
menghindari konsumsi pil tidur, perbanyak gerak badan dan tungkai, berjalan
singkat jika memungkinkan, dan gunakan stocking kompresi elastis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar