Senin, 18 Desember 2017

INKONTINENSIA TINJA



Pengertian Inkontinensia Tinja

Inkontinensia tinja atau inkontinensia fekal, atau disebut juga inkontinensia feses, adalah berkurang atau hilangnya kendali usus (saluran cerna) atas proses pengeluaran ‘limbah’ hasil proses pencernaan ke luar tubuh melalui dubur.

Kondisi ini berakibat pada keluarnya berbagai jenis kotoran dengan sendirinya. Kotoran ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu gas (kentut), lendir, serta tinja yang berbentuk cair atau padat.

Penyebab Inkontinensia Tinja

Inkontinensia tinja dapat disebabkan oleh gangguan otot, saraf, atau beberapa kondisi medis lain. Kondisi ini lebih merupakan gejala dibandingkan sebagai diagnosis dari suatu penyakit. Berikut adalah beberapa penyebab, termasuk faktor-faktor risiko yang bisa menjadikan seseorang berisiko mengalami inkontinensia tinja.

·         Gangguan atau kerusakan pada saraf yang mengendalikan anal sphincter akibat persalinan, perenggangan berlebihan saat buang air, stroke, atau cedera saraf tulang belakang. Beberapa penyakit juga dapat menyebabkan gangguan saraf, seperti diabetes dan multiple sclerosis.

·         Kerusakan lingkaran otot yang berada di ujung lubang anus/dubur (anal sphincter). Gangguan ini dapat bermula dari persalinan akibat prosedur episiotomi, yaitu pembedahan vagina ketika melahirkan.

·         Pembedahan untuk mengobati wasir atau kondisi-kondisi lain yang berkaitan dengan anus atau rektum (bagian akhir dari usus besar) sehingga berisiko mengakibatkan kerusakan saraf pada area ini.

·         Rektum yang turun hingga ke anus atau disebut rectal prolapse.

·         Rektum yang menonjol ke luar hingga area vagina pada perempuan atau disebut rectocele.

·         Terbatasnya ruang pada rektum untuk menampung kotoran akibat adanya jaringan parut pada dinding rektum yang mengurangi fleksibilitas rektum. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh pembedahan, penyakit yang menyebabkan peradangan pada saluran cerna, atau terapi radiasi.

·         Konstipasi kronik yang berdampak pada mengerasnya kotoran sehingga sulit untuk melewati rektum dan dikeluarkan dari tubuh. Proses pengeluaran kotoran yang keras akan memengaruhi saraf dan otot rektum atau usus yang menyebabkan kotoran dalam bentuk cairan melewati kotoran keras dan akhirnya keluar dari saluran pencernaan.

·         Diare yang berbentuk tinja cair berisiko memperburuk inkontinensia tinja dibanding tinja yang lebih padat.

·         Inkontinensia tinja lebih banyak dialami oleh orang-orang berusia paruh baya dan lansia.

·         Penderita Alzheimer dan dementia juga memiliki peningkatan risiko inkontinensia tinja.

·         Kondisi ini juga lazim dialami oleh wanita, khususnya akibat komplikasi persalinan. Walaupun demikian, kondisi ini bisa tidak menimbulkan gejala hingga bertahun-tahun. Umumnya, kondisi ini timbul ketika wanita berusia 40 tahun.

·         Orang yang memiliki keterbatasan fisik akibat cedera dan kerusakan pada saraf rektal atau bagian tubuh lainnya juga berisiko mengalami inkontinensia tinja. Keterbatasan fisik juga akan mempersulit ketika harus ke toilet. Tubuh yang tidak aktif terlalu lama juga akan memicu konstipasi dan kembali berujung kepada inkontinensia tinja.

Gejala Inkontinensia Tinja

Inkontinensia tinja dialami secara berbeda-beda pada tiap orang. Ada yang mengalaminya tiap hari, tapi ada juga yang mengalaminya pada waktu tertentu saja. Sebagian penderita juga bisa saja tidak menyadari terjadinya rembesan karena tidak merasakan gejala atau sensasi ingin buang air sama sekali. Kondisi ini disebut dengan inkontinensia pasif.

Penderita lain mengalami inkontinensia tinja ketika sedang mengalami diare atau memiliki kasus ketika penyakit ini terulang lebih dari satu kali. Mereka mengalami kesulitan menahan keinginan untuk buang air yang terasa secara tiba-tiba, disebut juga inkontinensia mendesak.

Dari dua jenis inkontinensia di atas, dapat dikatakan bahwa inkontinensia tinja dapat disertai oleh gejala-gejala berupa gangguan pada saluran cerna, seperti:

·         Perut kembung berisi gas.

·         Diare.

·         Konstipasi.

Diagnosis Inkontinensia Tinja

Pemeriksaan awal yang dilakukan untuk mendiagnosis inkontinensia tinja dimulai dengan pemeriksaan fisik terlebih dahulu, salah satunya dengan melihat langsung kondisi anus penderita. Dokter dapat menggunakan tangan atau sebuah alat berujung tumpul untuk mendeteksi adanya kerusakan saraf di area tersebut.  Respons yang timbul biasanya berupa terjadinya kontraksi pada anal sphincter  dan anus sedikit menjorok keluar.

Tes penunjang yang mungkin dilakukan setelah pemeriksaan awal untuk memastikan penyebab inkontinensia tinja pada penderita adalah:

·         Pemeriksaan rektum digital dengan cara memasukkan jari yang telah terbungkus sarung tangan dan diberi pelumas untuk mengevaluasi kekuatan otot anal sphincter dan gangguan di sekitar rektal. Penderita juga akan disuruh mengejan untuk mengetahui jika rektum turun (rectal prolapse).

·         Proktografi, yaitu mengambil video X-ray dari penderita saat buang air besar di toilet yang didesain khusus untuk mengukur seberapa banyak kotoran yang bisa dikeluarkan oleh tubuh. Tes ini juga dilakukan untuk mengetahui kekuatan rektum menahan kotoran agar tidak merembes.

·         Tes pencitraan tubuh MRI untuk mendapat gambaran yang lebih jelas dari anal sphincter dan melihat apakah otot anus masih utuh. Tes ini juga dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari proses pembuangan kotoran.

·         USG anorektal untuk melihat struktur sphincter penderita dengan cara memasukkan instrument bedah yang menyerupai tongkat tipis ke anus dan rektum.

·         Proktosigmoidoskopi, yaitu memasukkan tabung fleksibel ke rektum untuk memeriksa usus yang terdekat dengan rektum (sekitar 60 cm) jika ada peradangan, jaringan parut, atau tumor. Kondisi ini bisa menjadi penyebab inkontinensia tinja.

·         Prosedur kolonoskopi untuk memeriksa seluruh bagian usus dengan cara memasukkan tabung fleksibel ke rektum.

Pengobatan Inkontinensia Tinja

Inkontinensia tinja diobati sesuai dengan kondisi penyebabnya. Jenis-jenis pengobatan penyakit ini meliputi pemberian obat-obatan, pembedahan, perubahan pola makan hingga berbagai terapi.

·         Obt-obatan.

Terdapat beberapa jenis obat yang mungkin diberikan kepada penderita inkontinensia tinja, seperti:

a.       Obat antidiare.

Misalnya diphenoxylate, atropine sulfat, dan loperamide hydrochloride.

b.      Pencahar dalam jumlah yang besar.

Untuk inkontinensia tinja yang disebabkan oleh konstipasi kronik. Obat ini memiliki kandungan psyllium, atau methylcellulose.

c.       Zat pengumpul yang disuntikan ke saluran dubur.

Misalnya larutan Hyaluronate Sodium.

·         Pembedahan.

Prosedur operasi mungkin dilakukan untuk mengobati penyebab inkontinensia tinja yang diakibatkan oleh suatu kondisi medis lain, seperti turunnya rektum dan kerusakan otot dubur akibat proses persalinan. Beberapa pilihan prosedur yang umum, yaitu:

a.       Prosedur bedah koreksi.

Mengobati turunnya rektum, rektokel, dan wasir. Prosedur ini akan membantu mengurangi atau menghilangkan inkontinensia tinja.

b.      Sphincteroplasty.

Prosedur bedah untuk memperbaiki otot dubur yang lemah atau rusak yang umum dilakukan pada penderita inkontinensia tinja setelah proses persalinan.

c.       Kolostomi.

Prosedur pengalihan kotoran kepada pembukaan yang dibuat di area perut. Kotoran akan keluar melalui lubang ini dan akan ditampung pada sebuah kantong khusus yang ditempelkan di dekat lubang.

Pada dasarnya, prosedur ini dilakukan hanya jika metode-metode lain tidak membuahkan hasil.

·         Terapi fisik.

Terapi fisik juga dapat membantu mengembalikan kekuatan otot dubur yang rusak. Selain itu, terapi juga dapat meningkatkan kendali dan kewaspadaan otot dubur terhadap keinginan untuk buang air. Beberapa terapi yang biasanya direkomendasikan bagi penderita inkontinensia tinja, yaitu:

a.       Stimuli saraf sakral.

Penanaman alat pengirim impuls listrik secara berkelanjutan di saraf sakral, yang dapat memperkuat otot rektum. Saraf sakral berada di sepanjang saraf tulang belakang hingga otot di tulang panggul dan mengontrol sensasi dan kekuatan otot rektum dan otot dubur. Prosedur ini biasanya dilakukan sebagai pilihan pengobatan terakhir.

b.      Balon vagina.

Alat yang menyerupai pompa ini dimasukkan ke vagina untuk memberikan tekanan pada area rektum ketika mengembang dan mengurangi frekuensi buang air akibat inkontinensia tinja.

c.       Biofeedback.

Sebuah gerakan latihan sederhana untuk meningkatkan kekuatan otot dubur, otot dasar panggul, kontraksi otot ketika sedang buang air, dan sensasi ketika kotoran sudah siap dikeluarkan dari tubuh. Seorang terapis akan membantu penderita inkontinensia tinja untuk mempelajari gerakan-gerakan ini dengan bantuan manometri anal atau balon rektal.

d.      Melatih usus atau saluran cerna.

Memiliki kebiasaan buang air pada waktu tertentu akan meningkatkan kendali tubuh atas kondisi inkontinensia tinja yang dialami, misalnya buang air setelah makan.

e.      Latihan kegel.

Latihan ini dapat mengurangi inkontinensia tinja dan menguatkan otot panggul dasar yang berperan dalam kinerja saluran kemih, saluran cerna, dan pada rahim perempuan. Kegel dilakukan dengan cara menghasilkan kontraksi pada otot yang biasanya digunakan untuk menghentikan aliran urine selama tiga detik, kemudian relaksasi selama tiga detik. Lakukan pola ini sebanyak sepuluh kali.

Selanjutnya Anda bisa meningkatkan durasi kontraksi dan jumlah pola secara bertahap ketika otot sudah makin kuat.

·         Perubahan diet pada makanan yang dikonsumsi. Makanan dan minuman sangat berpengaruh pada tubuh sehingga mengurangi atau menambah jenis makanan atau minuman tertentu dapat membantu mengurangi inkontinensia tinja yang dialami. Biasanya dokter akan merekomendasikan penderita untuk mengonsumsi banyak cairan dan makanan tinggi serat kepada penderita inkontinensia tinja akibat konstipasi. Sedangkan untuk penderita yang disebabkan karena diare, mengkonsumsi makanan berserat tinggi juga dapat memadatkan tinja.

·         Minum sedikitnya delapan gelas air putih sehari.

·         Makanan tinggi serat biasanya terdapat pada buah dan sayuran. Biasakan untuk mengonsumsi makanan tinggi serat sebanyak 20-30 gram sehari, namun lakukan secara bertahap dan sesuaikan dengan kondisi tubuh agar terhindar dari perut kembung atau berisi gas.

·         Mengubah pola makan juga bisa membantu Anda mengendalikan pergerakan saluran cerna dan proses pembuangan kotoran. Memerhatikan apa pun yang dikonsumsi akan membantu Anda membuat catatan berisi makanan atau minuman yang sebaiknya dikurangi atau ditambahkan dari daftar makanan sehari-hari. Makanan pedas, berlemak, berminyak, bersantan, dan makanan yang berasal dari produk susu adalah beberapa jenis makanan yang perlu dihindari, begitu juga dengan minuman bersoda. Tanyakan kepada dokter atau ahli gizi mengenai daftar makanan atau minuman yang perlu diperhatikan.

·         Menjaga kebersihan kulit di sekitar lubang anus dan memastikannya tetap kering. Basuhlah area anus dengan bersih tiap setelah buang air, lalu keringkan secara saksama. Hindari menggunakan sabun pembersih karena dapat menyebabkan iritasi. Anda bisa menggunakan tisu atau kain bebas alkohol yang telah dilembapkan sebelumnya untuk menyeka area anus. Krim atau bedak yang tidak mengandung banyak bahan kimia juga bisa digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan di sekitar area anus. Anda juga bisa menggunakan pembalut dewasa yang mampu menyerap kelembapan di area yang tertutup.

·         Gunakan pakaian dalam berbahan katun agar aliran udara tetap terjaga. Gantilah pakaian yang basah sesegera mungkin untuk menghindari ketidaknyamanan atau iritasi. Pakaian dalam sekali pakai bisa digunakan.

Penderita inkontinensia tinja biasanya mengalami masalah dengan kepercayaan diri dan kesulitan ketika sedang berada di luar rumah. Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan oleh penderita inkontinensia tinja untuk menjaga kenyamanan dan meningkatkan kepercayaan diri terkait kondisi yang diderita.

·         Buang air sebelum melakukan perjalanan.

·         Gunakanlah pembalut atau popok dewasa saat menempuh perjalanan jarak jauh.          

·         Jangan lupa mempersiapkan alat pembersih dan pakaian ganti cadangan sesuai dengan kebutuhan.

·         Segera cari lokasi toilet sesampainya di tujuan.

·         Gunakan pil penghilang bau untuk mengurangi aroma tidak sedap dari kotoran atau gas (kentut). Pil semacam ini bisa diperoleh di apotek.

Komplikasi Inkontinensia Tinja

Inkontinensia tinja tidak hanya menyebabkan iritasi kulit di sekitar anus yang halus dan peka. Komplikasi lain jika kondisi ini tidak segera diobati, yaitu:

·         Gatal-gatal.

·         Sakit.

·         Luka atau bisul.

·         Frustrasi.

·         Timbulnya rasa marah.

·         Depresi.

·         Rasa malu dan mengasingkan diri untuk menyembunyikan masalah ini dari lingkungannya.

Mencegah Inkontinensia Tinja

Inkontinensia tinja adalah kondisi yang tidak dapat disembuhkan dengan mudah karena akan ditentukan kepada jenis penyebabnya. Namun beberapa langkah berikut dapat dilakukan untuk membantu mengantisipasi berkembangnya kondisi inkontinensia tinja.

·         Hindari mengejan saat buang air besar. Mengejan dapat melemahkan otot dubur atau merusak saraf yang bisa berujung kepada inkontinensia tinja.

·         Hindari penyebab diare.

·         Kurangi penyebab konstipasi, misalnya dengan mengonsumsi makanan tinggi serat, banyak minum cairan, dan berolahraga dengan teratur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar