Selasa, 26 Desember 2017

KELAINAN KOGENITAL



Pengertian Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital merupakan kelainan (abnormalitas) yang terjadi pada janin selama masa perkembangan janin sebelum kelahiran. Kelainan tersebut dapat berupa kelainan struktur atau fungsi anggota badan janin.

Umumnya, kelainan kongenital dapat dideteksi sebelum atau sesudah kelahiran bayi. Beberapa jenis kelainan kongenital baru dapat terdeteksi pasca kelahiran seiring dengan tumbuh kembang anak. Contoh kelainan kongenital yang baru bisa terdeteksi selama tumbuh kembang anak adalah gangguan pendengaran. Beberapa contoh kelainan kongenital yang umum terjadi adalah kelainan jantung kongenital, sindrom Down, dan kelainan organ saraf kongenital.

Kelainan kongenital dapat berkontribusi terhadap disabilitas jangka panjang yang berpengaruh terhadap kehidupan individu penderita. Oleh karena itu, penderita kelainan kongenital harus mendapatkan dukungan dari keluarga, masyarakat, dan institusi pelayanan kesehatan. Penyebab munculnya kelainan kongenital tidak dapat diidentifikasi dengan pasti. Beberapa hal yang diduga kuat sebagai penyebab munculnya kelainan kongenital pada seseorang adalah faktor genetik, penyakit infeksi, kekurangan gizi, dan pengaruh lingkungan.

Terdapat beberapa jenis kelainan kongenital yang dapat dicegah. Langkah-langkah pencegahan munculnya kelainan kongenital dapat berupa vaksinasi, mencukupi asupan asam folat, serta memberikan perawatan pra kelahiran yang cukup dan memadai untuk janin.

Penyakit Akibat Kelainan Kongenital

Berikut adalah beberapa penyakit yang umumnya terjadi akibat kelainan kongenital pada janin selama dalam kandungan:

·         Anensefali.

Merupakan kelainan kongenital akibat kegagalan embrio dalam membentuk tabung saraf (neural tube) sehingga menyebabkan bayi tidak memiliki lobus frontalis dari otak besar (serebrum) dan tulang tengkorak. Anensefali dapat didiagnosis selama masa kehamilan ataupun pasca kelahiran.

·         Anoffalmia dan Mikroftalmia.

Merupakan kelainan kongenital pada mata bayi dimana bayi tidak memiliki satu atau kedua buah mata. Mikroftalmia disebabkan oleh terhambatnya perkembangan mata bayi, sehingga ukurannya lebih kecil dari mata bayi normal.

·         Anosia dan Mikrosia.

Merupakan kelainan kongenital pada telinga bayi. Anosia terjadi jika bayi tidak memiliki satu atau kedua daun telinga. Sedangkan mikrosia terjadi jika daun telinga bayi berukuran lebih kecil dari ukuran daun telinga normal.

·         Bibir sumbing (Cleft Lip) dan sumbing langit-langit mulut (Cleft Palate).

Merupakan kelainan kongenital pada bibir bayi yang terjadi jika bibir bayi tidak terbentuk sempurna, sehingga bibir dan langit-langit mulut tidak menutup sempurna. Selama masa pembentukan bibir dan langit-langit mulut, kedua organ tersebut berkembang dari kedua pinggiran, kemudian menyatu ditengah-tengah dan membentuk berbagai fitur pada wajah. Bibir sumbing umumnya terjadi antara minggu keempat sampai minggu ketujuh selama masa kehamilan. Sedangkan langit-langit mulut sumbing umumnya terjadi antara minggu keenam hingga minggu kesembilan selama masa kehamilan.

·         Kelainan jantung bawaan.

Merupakan kelainan kongenital yang paling umum terjadi pada bayi. Kelainan jantung bawaan terjadi ketika bayi terlahir dengan struktur jantung yang abnormal. Kelainan struktur jantung pada bayi dapat bervariasi mulai dari ringan, berupa lubang pada dinding jantung, hingga kelainan yang berat, berupa kehilangan satu atau lebih bagian dari jantung).

·         Mikrosefali.

Merupakan kelainan pada kepala bayi yang berukuran lebih kecil dari ukuran kepala normal. Bayi dengan mikrosefali umumnya memiliki volume otak yang lebih kecil dari normal dan cenderung mengalami keterlambatan perkembangan saraf. Beberapa kondisi mikrosefali lebih berat daripada mikrosefali lainnya. Mikrosefali berat umumnya terjadi akibat jaringan saraf pusat tidak berkembang dengan baik selama masa kehamilan bayi.

·         Sindrom Down.

Merupakan kelainan bawaan yang diakibatkan oleh kelainan kromosom pada bayi, yaitu pada kromosom nomor 21. Pada penderita sindrom Down, jumlah kromosom nomor 21 yang seharusnya hanya sepasang, menjadi berlebih hingga tiga buah atau trisomi. Beberapa kasus sindrom Down lainnya terjadi akibat adanya translokasi kromosom nomor 21 yang menempel sebagian atau seluruhnya pada kromosom nomor lain. Ciri-ciri penderita sindrom Down antara lain adalah:

a.       Wajah yang agak datar, terutama pada bagian hidung.

b.      Leher pendek.

c.       Daun telinga kecil.

d.      Lidah yang cenderung menempel dengan mulut.

e.      Tangan dan kaki berukuran lebih kecil dari normal.

·         Spina Bifida.

Merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada tulang belakang akibat gangguan perkembangan tabung saraf selama kehamilan. Pada penderita spina bifida, sumsum tulang belakang dan selaput durameter tidak terlindungi oleh tulang belakang serta membentuk tonjolan pada kulit. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan mental pada penderita dari ringan hingga berat tergantung pada lokasi terjadinya spina bifida.

Penyebab dan Faktor Risiko Munculnya Kelainan Kongenital

Sekitar 50 persen kasus kelainan kongenital tidak bisa di hubungkan ke suatu penyebab spesifik. Namun beberapa faktor dapat berkontribusi terhadap munculnya kelainan kongenital pada janin. Beberapa faktor tersebut adalah:

·         Faktor Genetik.

Genetik merupakan faktor yang sangat berpengaruh di dalam kemunculan kelainan kongenital. Kelainan kongenital yang disebabkan oleh faktor genetik dapat muncul akibat kelainan genetic yang diturunkan dari orang tua atau terjadinya mutasi pada gen tertentu. Perkawinan orangtua sedarah (konsanguniti) meningkatkan risiko munculnya kelainan genetik yang jarang terjadi dan meningkatkan risiko kematian bayi, cacat mental, serta kelainan lainnya hingga dua kali lipat.

·         Faktor Sosioekonomi dan Demografi.

Pendapatan rendah dapat berkontribusi secara tidak langsung terhadap munculnya kelainan kongenital, terutama pada keluarga atau negara dengan angka kecukupan gizi yang rendah. Kebanyakan kelainan kongenital muncul pada ibu hamil yang berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah, disebabkan karena kurangnya asupan gizi. Selain itu, risiko paparan infeksi serta kurangnya layanan kesehatan pada ibu hamil dari keluarga berpendapatan rendah dapat berpengaruh terhadap munculnya kelainan kongenital pada janin. Usia ibu hamil juga berpengaruh pada risiko munculnya kelainan pada janin. Kehamilan di usia lanjut dapat meningkatkan risiko terjadinya kelainan kromosom pada janin, salah satunya adalah sindrom D.

·         Faktor Lingkungan.

Paparan dari lingkungan terhadap ibu hamil, terutama berupa senyawa kimia berbahaya dapat berkontribusi terhadap munculnya kelainan pada janin. Contoh senyawa kimia yang berbahaya bagi ibu hamil dan janin adalah pestisida, alkohol, tembakau, radiasi, dan obat-obatan tertentu. Bekerja atau tinggal di dekat pengolahan limbah, pabrik peleburan besi, atau pertambangan juga dapat mengganggu kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin.

·         Infeksi.

Infeksi maternal pada ibu hamil (misalnya sifilis dan rubella) merupakan penyebab utama munculnya kelainan kongenital, terutama pada keluarga ekonomi rendah dan menengah. Baru-baru ini, infeksi virus zika pada ibu hamil diduga kuat sebagai penyebab kelainan mikrosefali pada bayi.

·         Malnutrisi pada Ibu Hamil.

Ekurangan asam folat pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko janin yang mengalami gangguan organ saraf pusat. Sedangkan kelebihan asupan vitamin A dapat memengaruhi perkembangan embrio dan janin pada ibu hamil.

Jenis-jenis Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital dapat muncul akibat berbagai faktor. Namun secara umum, kelainan kongenital yang disebabkan oleh faktor genetik dapat dibagi sebagai berikut:

·         Kelainan kromosom.

Kromosom merupakan struktur di dalam sel yang membawa sifat-sifat genetik dari generasi ke generasi selanjutnya. Kromosom normal pada manusia berjumlah 46 yang berasal dari ayah dan ibu, masing-masing sebanyak 23 buah. Jika jumlah kromosom bayi kurang atau lebih dari 46 akibat hilang atau terduplikasi, bayi akan menderita kelainan kongenital. Contoh kelainan kongenital jenis ini adalah sindrom Down, sindrom klinefelter, dan sindrom tuner.

·         Kelainan Gen.

Gen adalah struktur penyusun kromosom. Dalam sebuah kromosom, terdapat ratusan hingga ribuan gen, yang merupakan kumpulan informasi genetik dalam bentuk DNA. Kelainan kongenital dapat disebabkan karena adanya kelainan pada gen. Umumnya kelainan ini diturunkan dari kedua orangtuanya, dan dapat berupa:

a.       Kelainan pada gen autosom dominan.

Yaitu kelainan yang muncul jika bayi memiliki gen abnormal dari salah satu oranguanya.

b.      Kelaiana pada gen autosom resesif.

Yaitu kelainan yang muncul jika bayi memiliki gen abnormal dari kedua orang tuanya. Contohnya adalah penyakit cystic fibrosis dan penyakit Tay-Sachs.

c.       Kelaian gen di kromosom X yang bersifat resesif.

Umumnya kondisi ini lebih sering muncul pada laki-laki dibanding perempuan, dikarenakan perempuan memiliki 2 kromosom X. Contoh kelainan akibat kondisi ini adalah buta warna, hemofilia, dan distrofi otot.

d.      Kelainan gen di kromosom X yang bersifat dominan.

Kondisi ini dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Namun, biasanya gejala kelainan pada laki-laki lebih berat dibanding pada perempuan. Contohnya adalah kelainan kraniofasial, kelainan tulang, dan lain-lain.

Beberapa kelainan kongenital terjadi karena ada kombinasi dari beberapa faktor risiko. Adanya pengaruh dari lingkungan, terhadap janin dengan kelainan genetik tertentu, pada suatu tahap yang menentukan dalam perkembangan janin, dapat menyebabkan kelainan kongenital. Contoh dari kelainan kongenital seperti ini adalah bibir sumbing dan spina bifida.

Deteksi dan Diagnosis Kelainan Kongenital

Untuk mendeteksi kemungkinan munculnya kelainan pada janin, dapat digunakan skrining pada tiga tahapan, yaitu:

·         Skrining prakonsepsi (Sebelum kehamilan).

Skrining prakonsepsi bertujuan untuk memetakan risiko kelainan tertentu yang dimiliki oleh orangtua dan ada kemungkinan diwariskan kepada anak. Metode skrining yang dilakukan antara lain adalah memetakan riwayat kesehatan keluarga dan mengetahui apakah ada dari orangtua yang merupakan pembawa sifat kelainan genetik tertentu, terutama apabila ada perkawinan sedarah.

·         Skrining perikonsepsi (Selama masa kehamilan).

Tujuan dari skrining perikonsepsi adalah untuk memantau kondisi ibu hamil dan mengantisipasi hal-hal yang mungkin dapat meningkatkan risiko munculnya kelainan, serta memberikan tindakan medis untuk menurunkan risiko tersebut. Selain itu, skrining perikonsepsi juga bertujuan untuk mendeteksi kelainan pada kandungan dan janin terutama pada trimester pertama dan kedua. Beberapa metode skrining yang dilakukan selama masa kehamilan adalah sebagai berikut:

a.       Memantau kondisi dan riwayat kesehatan ibu hamil. Hal yang harus diperhatikan antara lain adalah usia ibu hamil (terutama ibu hamil pada usia muda atau lanjut), konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, dan lain-lain.

b.      USG (ultrasonografi). USG dapat mendeteksi sindrom Down serta adanya kelainan signifikan lain pada struktur tubuh janin, pada trimester pertama kehamilan. Kelainan genetik yang berat dapat terdeteksi pada trimester ke-dua, melalui pmeriksaan USG.

c.       Pemeriksaan Pemeriksaan darah terhadap beberapa penanda khusus sebagai parameter, dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan kromosom atau mendeteksi kelainan sistem saraf pada janin.

d.      Diagnosis korion dan amnion. Metode tes korion dan amnion dapat mendeteksi jika terjadi infeksi pada kandungan. Selain itu, tes ini juga dapat mendeteksi adanya kelainan kromosomal.

·         Skrining neonatal (pasca kehamilan).

Tujuan dari skrining neonatal adalah untuk memeriksa adanya kelainan kongenital agar dapat dilakukan tindakan medis segera apabila diperlukan, serta mencegah perkembangan lebih lanjut dari kelainan tersebut. Skrining pada bayi baru lahir mencakup pemeriksaan fisik secara umum, serta skrining untuk mendeteksi adanya kelainan darah, metabolisme atau produksi hormon.

Pencegahan Kelainan Kongenital

Untuk mencegah munculnya kelainan pada janin dan bayi, serta menurunkan risiko kelainan kongenital, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

·         Memastikan kecukupan gizi bagi wanita muda dan ibu hamil, terutama kecukupan buah dan sayur serta menjaga berat badan ideal.

·         Memastikan kecukupan vitamin dan mineral pada ibu hamil terutama asam folat.

·         Menghindari paparan zat kimia berbahaya pada ibu hamil seperti pestisida, alkohol, atau rokok.

·         Menghindari bepergian ke daerah-daerah yang terkena wabah penyakit infeksi khususnya bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu yang memiliki anak-anak usia dini.

·         Mengontrol kondisi gula darah untuk ibu hamil secara rutin, terutama ibu hamil yang memiliki risiko diabetes.

·         Memastikan tindakan medis terhadap ibu hamil tidak membahayakan kesehatan ibu hamil dan kandungannya, terutama pemberian obat-obatan atau radioterapi.

·         Melakukan vaksinasi pada wanita usia subur sebelum merencanakan kehamilan, terutama vaksinasi rubella.

·         Melakukan deteksi penyakit infeksi di lingkungan ibu hamil, khususnya rubella, cacar  air, dan sifilis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar