Pengertian
Cedera Saraf Tulang Belakang
Cedera saraf tulang belakang atau spinal cord
injury adalah luka atau kerusakan yang terjadi pada saraf tulang belakang
atau saraf yang terletak di ujung saluran (kanal) tulang belakang.
Saraf tulang belakang berfungsi untuk menjembatani sinyal-sinyal pesan dari otak ke organ tubuh lainnya. Berdasarkan jenis pesan yang dikirim, terdapat dua kelompok sel saraf, yaitu kelompok saraf motorik dan kelompok saraf sensorik. Kelompok saraf motorik adalah sel-sel saraf yang membawa sinyal dari otak untuk mengendalikan gerakan otot. Kelompok saraf sensorik adalah sel-sel saraf yang membawa sinyal dari otak untuk mengendalikan posisi anggota gerak, serta sensasi yang berhubungan dengan rasa sakit, dingin, panas, dan tekanan.
Penyebab
Cedera Saraf Tulang Belakang
Cedera saraf tulang belakang bisa disebabkan oleh
kerusakan yang terjadi pada tulang belakang, ligamen, keping (diskus) tulang
belakang atau saraf tulang belakang itu sendiri. Karena fungsinya sebagai
jembatan pesan antara otak dan tubuh, cedera pada saraf tulang belakang dapat
berdampak kepada sebagian atau seluruh sel saraf dan bagian tubuh yang
berhubungan dengan area yang mengalami kerusakan. Misalnya, cedera pada
punggung bagian bawah dapat memengaruhi sel saraf dan fungsi organ seperti
tungkai, batang tubuh termasuk organ-organ didalamnya seperti kandung kemih,
dan organ seksual. Kerusakan saraf tulang belakang dapat dipicu oleh penyebab
traumatis (primer) atau nontraumatis (sekunder) yang dialami oleh tulang
belakang.
Beberapa contoh penyebabnya antara lain:
·
Kecelakaan kendaraan bermotor.
Kecelakaan merupakan penyebab yang paling umum dari kondisi ini.
·
Lansia, khususnya yang berusia diatas 65
tahun, memiliki risiko mengalami cedera saraf tulang belakang akibat terjatuh.
Olahraga atau cedera saat rekreasi. Beberapa kegiatan atletis seperti, menyelam
di perairan dangkal, berkuda, ski, papan luncur, dan lain-lain berisiko
menyebabkan cedera saraf tulang belakang ketika terjatuh.
·
Tindak kekerasan. Cedera dapat bermula
dari luka tembak dan luka tusuk yang ikut memotong atau melukai saraf tulang
belakang.
·
Penyakit. Kondisi ini dapat dipicu oleh
cedera nontraumatis, seperti dari penyakit kanker, arthritis, peradangan,
osteoporosis, kelainan tulang atau sendi, dan infeksi atau penurunan jumlah
diskus tulang belakang.
·
Alkohol. Penggunaan alkohol secara
berlebihan merupakan salah satu penyebab cedera saraf tulang belakang yang
umum.
Meski cedera tulang belakang biasanya dikarenakan
kecelakaan yang dapat menimpa semua orang, ada beberapa faktor risiko yang
meningkatkan terjadinya kondisi ini. Beberapa faktor risiko cedera saraf tulang
belakang, antara lain:
·
Usia. Rentang usia 16-30 tahun adalah
usia yang rentan mengalami cedera traumatis pada saraf tulang belakang.
Demikian juga lansia yang berusia diatas 65 tahun rentan dengan cedera akibat
terjatuh.
·
Jenis kelamin. Cedera saraf tulang
belakang lebih umum dialami oleh pria daripada perempuan.
·
Sering melakukan kegiatan yang berisiko
jatuh.
·
Memiliki gangguan tulang atau sendi.
Gejala
Cedera saraf Tulang Belakang
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, cedera
pada saraf tulang belakang dapat memengaruhi fungsi motorik dan sensorik tubuh.
Dari rasa sakit, mati rasa, hingga kelumpuhan. Hal ini bergantung kepada
tingkat keparahan dan lokasi cedera. Tingkat keparahan cedera dibagi menjadi
dua, yaitu:
·
Menyeluruh atau lengkap. Tingkat cedera
ini melibatkan hilangnya semua kemampuan yang bersifat inderawi (sensorik) dan
kemampuan mengendalikan pergerakan (motorik) area yang dipersarafi tulang
belakang yang cedera.
·
Lokal atau tidak lengkap. Terjadi bila
masih ada beberapa fungsi sensorik atau motorik yang bekerja. Cedera jenis ini
memiliki beragam tingkat keparahan tersendiri.
Selain itu, kelumpuhan (paralysis) akibat
cedera tulang belakang dapat dikategorikan menjadi:
·
Tetraplegia atau quadriplegi, yang bisa
memengaruhi keempat anggota gerak, dada dan perut.
·
Paraplegia, yang memengaruhi anggota
gerak bawah dan organ panggul.
Cedera saraf tulang belakang dapat memiliki satu
atau lebih gejala di bawah ini:
·
Kehilangan kemampuan untuk merasakan
sentuhan, panas, dan dingin.
·
Tidak dapat bergerak.
·
Rasa sakit atau seperti tersengat akibat
rusaknya serat saraf tulang belakang.
·
Kesulitan batuk, bernapas, juga sulit
untuk mengeluarkan cairan dari paru-paru.
·
Kehilangan kendali terhadap proses tubuh
yang berkaitan dengan usus dan kandung kemih, seperti sulit menahan buang air
kecil maupun besar.
·
Perubahan yang berhubungan dengan
aktivitas seksual, fungsi seksual, dan fertilitas.
·
Mengalami refleks atau kejang yang
berlebihan.
Waspadai gejala darurat yang muncul paska kecelakaan
sebagai indikasi terdapatnya cedera pada saraf tulang belakang, yaitu:
·
Rasa sakit atau tekanan pada leher,
kepala, atau punggung yang parah.
·
Kesemutan atau mati rasa pada jari,
tangan, jari kaki, atau kaki.
·
Gangguan pernapasan setelah kecelakaan.
·
Sulit menjaga keseimbangan tubuh ketika
berjalan.
·
Bagian tubuh menjadi lemah, tidak
terkoordinasi, atau mengalami kelumpuhan. Kondisi ini dapat juga muncul setelah
pendarahan atau pembengkakan di sekitar saraf tulang belakang terjadi.
·
Posisi leher atau punggung yang
terpelintir ke arah yang tidak normal. Segera hubungi dokter jika orang yang
baru saja mengalami kecelakaan pada bagian kepala atau leher menunjukkan gejala
cedera saraf tulang belakang seperti di atas. Kondisi ini dapat membahayakan
karena ada kemungkinan terjadi cedera yang lebih serius.
Diagnosis
Cedera Saraf Tulang Belakang
Rangkaian wawancara serta tes yang menguji fungsi
motorik dan sensorik akan dilakukan dokter sebagai langkah awal mendapatkan
diagnosis dari cedera saraf tulang belakang. Rangkaian tes bisa dilakukan
secara darurat jika pasien yang mengalami cedera leher berada dalam kondisi
tidak sadar atau memiliki gejala cedera saraf.
Beberapa tes yang mungkin dilakukan, antara lain:
·
X-ray, untuk mengecek kondisi tulang
belakang dari kemungkinan adanya retakan, tumor atau gangguan lainnya.
·
CT scan, untuk mendapatkan gambaran yang
lebih jelas dari tulang belakang dan mengetahui jenis gangguan yang dialaminya.
·
MRI, untuk memeriksa kondisi saraf
tulang belakang menggunakan gelombang magnetik dan radio yang kuat. Pemeriksaan
ini dapat membantu dokter mendapatkan informasi apakah terdapat gumpalan darah
atau kondisi lain yang menyebabkan tekanan pada saraf tulang belakang.
·
Uji saraf mungkin dilakukan untuk
mengetahui tingkat keparahan cedera. Salah satunya dengan cara menguji kekuatan
otot dan kemampuan pasien merespons rangsangan berupa sentuhan atau tusukan
jarum.
Pengobatan
Cedera Saraf Tulang Belakang
Jeda antara cedera dan penanganan
cedera saraf tulang belakang dapat mempengaruhi jenis komplikasi yang akan
berkembang dan waktu pemulihan pasien. Penanganan juga dilakukan untuk
meminimalisasi efek dari trauma kepala dan leher. Oleh karena itu, penanganan
cedera saraf sering sudah dimulai dari tempat kejadian. Sayangnya, hingga saat
ini masih belum ada cara untuk mengembalikan fungsi saraf tulang belakang yang
telah rusak. Peneliti masih terus berusaha menemukan terapi baru, termasuk
prostesis dan obat yang memicu pertumbuhan atau memperbaiki sel saraf.
Beberapa tahapan pengobatan cedera
saraf tulang belakang, yaitu:
·
Tahapan awal.
pengobatan
dilakukan untuk mencegah shock, dan menjaga pasien agar dapat
bernapas. Imobilisasi leher juga dilakukan untuk mencegah kerusakan lanjutan
pada saraf tulang belakang, dan mencegah komplikasi. Pengobatan tahap awal,
terdiri dari:
a. Pelindung
leher yang berguna untuk menjaga keseimbangan leher dengan tulang belakang.
b. Pembedahan
mungkin dilakukan untuk mengangkat bagian tulang, keping, retakan tulang
belakang, atau benda lain yang menekan tulang belakang. Pembedahan juga mungkin
dilakukan untuk mencegah rasa sakit dan deformitas/cacat tulang.
c. Obat
methylprednisolone dalam bentuk cairan injeksi. Obat ini dapat disuntikkan ke
dalam pembuluh darah untuk mengobati cedera saraf tulang belakang kondisi akut.
Tujuannya adalah untuk mengurangi kerusakan pada sel saraf dan peradangan di
sekitar area cedera jika diberikan dalam waktu 8 jam setelah cedera terjadi.
d. Pengobatan
eksperimen. Penelitian terhadap pengobatan terbaru yang masih terus dilakukan
hingga saat ini. Tujuannya mengendalikan peradangan, menghentikan kematian sel,
dan merangsang regenerasi sel saraf.
·
Tahapan kedua.
Tahap kedua dari pengobatan
cedera saraf tulang belakang adalah untuk mencegah munculnya kondisi lanjutan
atau komplikasi akibat cedera ini, seperti infeksi pernapasan, kontraktur otot,
gangguan usus dan kandung kemih, kerusakan jaringan akibat imobilisasi
(dekubitus), dan penggumpalan darah. Begitu kondisi pasien dianggap siap untuk
menjalani perawatan dan terapi selanjutnya, maka pasien akan memulai tahap
rehabilitasi.
· Tahapan Ketiga atau rehabilitasi.
Bertujuan untuk mengedukasi pasien tentang dampak
cedera ini, bagaimana menghadapinya, dan tentunya pemulihan fisik. Pasien akan
diajarkan untuk kembali membangun hidup yang produktif dengan memanfaatkan
kemampuan barunya. Pasien dilatih untuk mempertahankan dan memperkuat fungsi
otot yang ada, mengembalikan fungsi motorik halus yang terganggu, dan
mempelajari teknik untuk beradaptasi dengan aktivitas sehari-hari.
Pengobatan pada tahap rehabilitasi diberikan untuk
mengatasi rasa sakit, mengendalikan efek dari cedera saraf tulang belakang
terhadap fungsi organ pencernaan dan seksual. Selain itu juga berfungsi untuk
mengendalikan kelenturan otot.
Beberapa peralatan penunjang atau teknologi modern
juga mungkin digunakan oleh penderita cedera saraf tulang belakang untuk
memudahkan proses pemulihan fisik mereka, seperti:
a. Kursi
roda listrik atau yang memiliki bahan yang lebih ringan dibandingkan kursi roda
pendahulunya dapat membantu pasien menjalani aktivitas tanpa harus selalu
bergantung kepada orang lain.
b. Perlengkapan
elektronik yang bisa dioperasikan menggunakan suara atau tombol dapat membantu
pasien melakukan aktivitas atau rutinitas sehari-hari.
c. Alat
perangsang fungsi elektrik atau functional electrical stimulation system
(FES) yang digunakan untuk mengendalikan otot tangan dan kaki sehingga
penderita dapat berjalan atau berpegangan.
d. Menggunakan
bantuan robot untuk melatih kembali kemampuan berjalan setelah pasien mengalami
cedera saraf tulang belakang. Peralatan ini masih bersifat terobosan baru yang
masih harus disempurnakan.
e. Komputer
yang dapat diaktifkan menggunakan program pengenalan suara dapat digunakan oleh
pasien yang mengalami keterbatasan fungsi organ tangan akibat cedera ini.
Pemulihan cedera saraf tulang belakang dapat
berlangsung cepat dan lama. Pada beberapa kasus, pemulihan dapat terjadi sedikit
demi sedikit, dimulai dari satu minggu hingga 6 bulan, bisa juga memakan waktu
hingga satu tahun atau lebih lama.
Komplikasi
Cedera Saraf tulang Belakang
Cedera saraf tulang belakang berdampak besar pada
bagaimana tubuh menjalani fungsinya. Beberapa perubahan dan komplikasi yang
turut dialami oleh organ tubuh lainnya, yaitu:
·
Kemampuan kulit untuk merasakan tekanan,
rasa dingin atau panas yang terhalang akibat kondisi ini membuat penderita
rentan mengalami luka atau nyeri pada area kulit yang mengalami tekanan
berlebihan dan terkena panas atau dingin.
·
Pembuangan urine dari kandung kemih
sulit untuk dikendalikan akibat sel saraf yang bertugas sebagai pembawa pesan
telah mengalami cedera. Kondisi ini dapat memicu infeksi saluran kemih, ginjal,
dan kencing batu. Proses rehabilitasi akan membantu penderita untuk belajar
bagaimana mengendalikan kandung kemih pasca cedera.
·
Berkurangnya kendali tubuh untuk proses
pembuangan air besar yang turut berubah.
·
Naiknya tekanan darah atau sebaliknya,
menurun saat bangkit dari posisi duduk, hingga pembengkakan pada tungkai yang
dapat memicu penggumpalan darah, seperti penyakit trombosis vena dalam (deep
vein thrombosis).
·
Kejang otot atau kekencangan otot yang
tidak terkontrol (spastisitas), atau sebaliknya, otot yang lemas akibat
berkurangnya kekuatan (flasiditas).
·
Gangguan pernapasan sebagai akibat dari
pengaruh cedera saraf tulang belakang pada otot perut dan dada.
·
Penurunan berat badan dan degenerasi
otot dapat membatasi gerakan tubuh yang kemudian berisiko pada kondisi
obesitas, diabetes, dan penyakit yang berhubungan dengan organ jantung
(kardiovaskular).
·
Nyeri otot, sendi atau saraf pada otot
yang terlalu sering digunakan pada penderita cedera saraf tulang belakang tidak
lengkap.
·
Kesehatan seksual, seperti fungsi organ
seksual, tingkat kesuburan, dan gairah seksual dapat turut terpengaruh akibat
kondisi ini.
·
Depresi dapat muncul akibat harus
melalui perubahan-perubahan yang dialami oleh tubuh dan rasa sakit akibat
kondisi ini.
Pencegahan
Cedera Saraf Tulang Belakang
Mencegah terjadinya cedera pada saraf tulang
belakang dapat dilakukan melalui langkah-langkah pencegahan berikut ini:
·
Tetap waspada dan berhati-hati saat
sedang berolahraga atau melakukan aktivitas berisiko lainnya. Gunakan
perlengkapan pengaman, misalnya helm, saat melakukan olahraga kasti.
·
Perhatikan keadaan sekeliling untuk
mencegah jatuh. Gunakan pegangan tambahan pada tangga, atau keset antiselip
untuk mencegah terpeleset saat di kamar mandi.
·
Patuhi peraturan lalu lintas dan
berhati-hati saat mengemudikan kendaraan. Jangan mengemudi saat berada dalam
pengaruh minuman beralkohol.
·
Periksa kedalaman sungai atau kolam
sebelum melompat ke dalam.
Saat menemui orang lain yang mengalami kecelakaan,
cegah atau kurangi risiko terjadinya cedera saraf tulang belakang pada leher
atau punggungnya dengan cara:
·
Segera hubungi paramedis dan jangan
memindahkan atau menggerakkan korban sebelum paramedis tiba di lokasi.
·
Letakkan handuk tebal di kedua sisi
leher, atau pegang leher dan kepala, dan minta korban untuk tidak bergerak
hingga paramedis tiba.
·
Lakukan pertolongan pertama yang
diperlukan untuk menghentikan pendarahan tanpa menggerakan leher dan kepala.
Perkaya diri, anggota keluarga, dan orang lain di
sekitar tentang informasi cedera saraf tulang belakang, pilihan perawatan,
serta bantuan penunjang lainnya. Makin banyaknya informasi yang bisa diketahui
mengenai penyakit ini dapat membantu meringankan beban dan depresi yang dapat
muncul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar