Pengertian
Dispareunia
Dispareunia dianggap sebagai keluhan yang cenderung lebih merupakan masalah fisik ketimbang masalah emosional, kecuali bila memang sudah dapat dibuktikan dengan jelas. Pada sebagian besar kasus, dispareunia terutama berawal dari gangguan fisik. Bentuk ekstrim dari kelainan fisik yang menyebabkan dispareunia adalah kontraksi otot dasar panggul wanita secara berlebihan yang disebut sebagai vaginismus.
Merujuk konsensus DSM-IV (American Psychiatric Association 1994), diagnosis dispareunia ditegakkan bila pasien mengeluhkan adanya nyeri genitalia yang bersifat menetap atau berulang sebelum, selama atau setelah melakukan hubungan seksual dan tidak disebabkan oleh karena vagina yang kering atau vaginismus.
Secara klinis sulit untuk membedakan vaginismus dengan dispareunia oleh karena vaginismus sendiri dapat terjadi secara sekunder akibat dispareunia. Perlu diketahui bahwa vaginismus ringan seringkali disertai dengan dispareunia.
Penting dipastikan apakah keluhan dispareunia sudah merupakan keluhan yang dirasakan sejak awal kehidupan seksual, merupakan keluhan yang terus menerus atau bersifat situasional. Hal yang perlu ditentukan adalah apakah nyeri yang terjadi terasa di bagian luar (superfisial) atau di bagian dalam (profunda). Rasa nyeri sudah dapat terjadi saat pemeriksaan fisik berupa ‘vaginal toucher’, terdapatnya faktor psikologi yang berperan dalam keluhan rasa nyeri ini harus sudah ditentukan sebelum memberikan terapi.
Gangguan yang umumnya dialami lebih sering pada
perempuan dibandingkan laki-laki ini bisa dipicu oleh faktor medis atau
psikologis. Pengobatan dispareunia dilakukan berdasarkan penyebab yang
mendasari gangguan ini.
Penyebab
Dispareunia
Penyebab dispareunia yang dirasakan di awal
persetubuhan dapat disebabkan oleh hal yang berbeda dengan yang dirasakan
ketika sedang berhubungan seksual dan dapat dikaitkan juga dengan faktor
emosional. Berikut adalah penjabarannya:
1. Rasa
sakit di awal hubungan seksual atau penetrasi dapat dikaitkan dengan beberapa
faktor, yaitu:
a. Terdapat
peradangan atau gangguan pada kulit.
Kondisi
athropic vaginitis (penipisan lapisan vagina akibat pasca menopause) atau
terdapat eksim di daerah kemaluan. Gangguan kulit bernama lichen planus, dan
lichen sclerosus yang mengubah lingkungan sekitar vagina juga diduga dapat
menyebabkan dyspareunia.
b. Adanya
infeksi pada organ tertentu.
Seks
yang menyakitkan dapat juga mengindikasikan adanya infeksi di area kemaluan
atau saluran kemih.
c. Kurangnya
lubrikasi atau pelumas.
Pemanasan
sebelum berhubungan seksual dapat mengurangi kondisi vagina kering dan
bermanfaat membuat hubungan seksual terasa lebih bergairah serta mengurangi
rasa sakit. Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit dapat
mengurangi pelumas, seperti obat tekanan darah tinggi, antidepresi, penenang,
antihistamin, dan beberapa jenis pil KB. Selain seks yang menyakitkan,
berkurangnya pelumas dapat berdampak akibat penurunan estrogen paska menopause,
melahirkan, atau selama masa menyusui.
d. Adanya
cidera atau efek pembedahan.
Cedera,
trauma, atau iritasi akibat kecelakaan, sunat pada perempuan, bedah panggul,
atau luka akibat pembesaran saluran lahir saat proses melahirkan (episiotomi).
e. Vaginismus.
Gangguan
berupa kontraksi yang dialami oleh otot dinding vagina dapat menyebabkan
penetrasi yang menyakitkan.
f. Kelainan
bawaan semenjak lahir.
Adanya
kelainan berupa vagina yang tidak terbentuk secara utuh semenjak dilahirkan,
disebut dengan vaginal agenesis, atau tumbuhnya membran yang menghalangi bukaan
vagina (imperforate hymen).
2. Rasa
sakit pada tubuh ketika terjadi penetrasi lebih dalam. Kondisi ini biasa
dikaitkan dengan posisi ketika berhubungan seksual, bisa disebabkan oleh:
a. Dampak
pembedahan atau prosedur medis tertentu.
Seperti
terapi radiasi, kemoterapi, bedah panggul, dan prosedur pengangkatan rahim atau
histerektomi yang dapat menyebabkan nyeri saat berhubungan.
b. Penyakit
kondisi medis tertentu.
Misalnya
penyakit peradangan panggul, kista rahim, wasir, endometriosis, sindrom iritasi
usus, fibroid rahim, dan turunnya uterus/rahim turun.
3. Faktor
emosional turut memberi dampak dalam berhubungan seksual dan bisa dikaitkan
dengan berbagai rasa sakit yang muncul ketika melakukannya. Beberapa faktor
emosional yang bisa dikaitkan, antara lain:
a. Tingkat
stres yang sedang dialami.
Stres
dapat menyebabkan tegangnya otot panggul sehingga memicu rasa sakit ketika
berhubungan seksual.
b. Gangguan
psikologis.
Seperti
depresi, cemas akan penampilan fisik, gelisah berkepanjangan, ketakutan dalam
menjalin hubungan atau keintiman dapat menurunkan gairah dan berujung kepada
kemunculan rasa tidak nyaman atau sakit.
c. Pernah
mengalami pelecehan seksual.
Walau
bukan faktor pemicu yang ditemui pada sebagian besar penderita dispareunia
perempuan, namun pelecehan seksual dapat menjadi faktor risiko bagi sebagian
perempuan yang pernah mengalaminya.
Dispareunia juga dapat terpicu oleh
trauma rasa sakit yang terulang ketika akan melakukan hubungan seksual sehingga
memicu kontraksi otot panggul yang menjadi penyebab rasa sakit. Maka dari itu,
sulit untuk memastikan faktor psikologis penyebab kondisi ini.
Dispareunia juga bisa terjadi pada
seseorang yang belum pernah atau tidak memiliki pengalaman berhubungan seksual,
khususnya jika pasangan juga tidak memiliki pengalaman tersebut. Faktor risiko lainnya
terjadi pada seseorang yang akan atau sudah memasuki masa menopause.
Pada pria, dispareunia umumnya
dirasakan di kelenjar yang berada di sekitar penis dan testis beberapa saat
setelah terjadi ejakulasi. Penyebab dispareunia pada pria, antara lain:
1.
Infeksi
pada kelenjar prostat, kandung kemih, dan kelenjar vesikula seminalis.
2.
Penderita
penyakit kelamin gonore.
3.
Cacat
anatomi penis, misalnya pada penyakit Peyronie.
4.
Jaringan
parut pada kulup penis akibat infeksi atau peradangan, atau ketika tertarik
sehingga menjadi terlalu ketat ketika berhubungan seksual atau masturbasi.
Penderita
dispareunia perlu meluangkan waktu secara khusus untuk mengidentifikasi
penyebab sebenarnya dari gejala yang dialami. Jika penyebabnya adalah kondisi
kesehatan atau gangguan lain pada tubuh, maka dapat dimulai dengan menghindari
kegiatan yang menyebabkan rasa sakit atau berkonsultasi dengan dokter.
Gejala
Dispareunia
Gejala
dispareunia sangat bervariasi dan berbeda antar satu penderita dengan penderita
lainnya. Pada wanita, gejala dispareunia dapat dirasakan di permukaan luar
daerah kemaluan, vagina, atau pada area yang lebih dalam, yaitu panggul.
Berikut adalah tanda-tanda dispareunia yang mungkin dirasakan oleh penderita.
1.
Rasa
sakit menyerupai rasa panas atau nyeri.
2.
Rasa
sakit yang muncul hanya ketika penetrasi seksual dimulai.
3.
Rasa
sakit yang muncul tiap terjadi penetrasi, bahkan ketika memasukkan tampon ke
dalam vagina.
4.
Rasa
sakit di dalam yang muncul ketika melakukan gerakan mendorong saat berhubungan
seksual.
5.
Rasa
sakit yang muncul setelah melakukan hubungan seksual yang tidak terasa sakit.
6.
Rasa
sakit seperti berdenyut yang bertahan hingga berjam-jam setelah berhubungan
seksual.
Diagnosis Dispareunia
Evaluasi medis dari dokter untuk
mendapatkan diagnosis dispareunia adalah dengan mewawancarai penderita
(anamnesa) mengenai gejala, sejarah kesehatan, dan evaluasi terkait lain.
Dokter akan bertanya apakah rasa sakit dirasakan pada semua jenis posisi seks atau
tidak, lokasi rasa sakit, serta sejarah hubungan seksual, prosedur operasi, dan
pengalaman bersalin yang pernah dilalui.
Pemeriksaan pada area panggul akan
dilakukan untuk mendeteksi jika terdapat gangguan, seperti infeksi atau
peradangan, iritasi kulit atau gangguan pada anatomi tubuh dan lokasi rasa
sakit. Tekanan ringan di area kemaluan dan otot panggul dapat mendeteksi rasa
sakit yang umumnya dialami penderita dispareunia.
Pemeriksaan pada area vagina juga
mungkin dilakukan menggunakan sebuah alat yang bernama spekulum untuk membuka
dinding vagina. Penderita dispareunia biasanya akan merasa sakit walau prosedur
ini dilakukan dengan perlahan-lahan sehingga wajar untuk meminta dokter
menghentikan prosedur jika dirasa sangat menyakitkan. Selain spekulum,
pemeriksaan panggul dapat dilakukan menggunakan ultrasound.
Pengobatan
Dispareunia
Dispareunia diobati sesuai dengan
penyebab yang mendasarinya. Jika pemicu rasa sakit ketika berhubungan seksual
adalah kurangnya pelumas yang diakibatkan oleh rendahnya hormon estrogen, maka
obat-obatan yang akan diberikan adalah yang berfungsi meningkatkan hormon
estrogen. Sebuah obat salep estrogen untuk area vagina atau obat minum mungkin
akan direkomendasikan kepada penderita dispareunia perempuan.
Obat
lain yang mungkin diberikan kepada penderita dispareunia sesuai dengan
pemicunya, misalnya adalah:
1.
Obat
anti jamur, jika penyebab dispareunia adalah infeksi jamur di area vagina.
2.
Antibiotik,
jika penyebabnya dispareunia adalah infeksi saluran kemih atau penyakit menular
seksual.
3.
Krim
steroid, jika penyebabnya dispareunia adalah penyakit lichen planus
atau lichen sclerosus.
Selain obat-obatan, prosedur operasi
dapat menjadi pertimbangan pilihan pengobatan dispareunia pada penderita yang
mengidap endometriosis juga. Prosedur operasi dilakukan untuk mengangkat massa
di panggul atau bagian yang terinfeksi, jaringan parut, atau memperbaiki
kondisi rahim terbalik yang menjadi pemicu dispareunia.
Beberapa jenis terapi berikut juga
tersedia bagi penderita dispareunia, yaitu:
1.
Terapi
atau konseling seks untuk membicarakan pengalaman emosional tertentu yang bisa
menjadi pemicu rasa sakit ketika penderita berhubungan seksual, terutama jika
kondisi ini sudah berlangsung lama. Meningkatkan kualitas komunikasi dan
mengembalikan intimasi seksual antar penderita dispareunia dan pasangannya juga
menjadi tujuan lain dari konseling seks.
2.
Terapi
perilaku kognitif dapat membantu mengubah pola perilaku dan pikiran negatif.
3.
Terapi
desensitisasi bisa mencakup berbagai teknik yang nantinya akan disesuaikan
dengan kondisi pasien. Pada dasarnya, terapi ini dilakukan untuk mengurangi
rasa sakit dengan cara mempelajari teknik relaksasi vagina dan latihan khusus
tulang panggul atau kegel.
Beberapa
terapi juga bisa dilakukan di rumah bersama pasangan, yaitu dengan mengubah
beberapa rutinitas seksual untuk mengurangi rasa sakit ketika berhubungan
seksual, seperti:
1.
Saling
membuka diri dalam membicarakan perasaan masing-masing mengenai kenyamanan
berhubungan seksual, seperti posisi apa yang cocok dengan kondisi Anda atau
apakah Anda menginginkan pasangan untuk melambatkan irama bercinta.
2.
Tidak
terburu-buru ketika berhubungan seksual dapat merangsang produksi pelumas alami
dan gairah yang turut mengurangi rasa sakit ketika terjadi penetrasi.
3.
Pilih
merek pelumas yang benar-benar cocok dan Anda sukai agar berhubungan seksual
menjadi nyaman dan tidak menyakitkan.
Sebagai
alternatif lainnya, penderita dispareunia disarankan untuk mencoba bertukar
posisi, misalnya dengan perempuan berada di atas untuk mencegah penis menyentuh
atau memberi tekanan pada otot panggul dan menghindari sakit atau keram. Posisi
bercinta dengan perempuan berada di atas laki-laki juga memberikan keleluasaan
bagi perempuan penderita dispareunia untuk mengendalikan penetrasi yang nyaman
bagi dirinya.
Pencegahan
Dispareunia
Beberapa
cara bisa dilakukan untuk mencegah munculnya rasa sakit ketika bercinta,
misalnya dengan saling memberikan ciuman, pijatan sensual, dan masturbasi
kepada satu sama lain. Kegiatan-kegiatan ini bisa menjadikan hubungan seks
menjadi lebih nyaman dan juga menyenangkan. Beberapa pencegahan lainnya, yaitu:
1.
Untuk
mencegah vagina kering, gunakan pelumas, atau tindakan pengobatan yang sesuai
jika mengeringnya vagina disebabkan oleh kondisi atrophic vaginitis.
2.
Untuk
mencegah infeksi saluran kemih, biasakan menyeka area kemaluan dari depan ke
belakang setelah buang air, dan berkemihlah tiap setelah berhubungan seksual.
3.
Untuk
mencegah penyakit menular seksual, hindari seks bebas dengan berganti-ganti
pasangan seksual. Bagi pria, selalu gunakan kondom tiap berhubungan seksual.
4.
Untuk
mengurangi risiko infeksi jamur, kenakan pakaian berbahan katun dan tidak
terlalu ketat. Jagalah kebersihan dengan sering mengganti pakaian ketika
berkeringat atau berenang. Utamakan juga kebersihan diri dengan mandi secara
rutin.
5.
Jika
Anda mengidap endometriosis, hindari penetrasi dalam atau dengan melakukan
hubungan seks dua minggu sebelum menstruasi (periode ovulasi) untuk mengurangi
rasa sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar