Pengertian
Disfagia
Disfagia berpotensi menjadi ancaman serius terhadap kesehatan. Pada sebagian kasus, penderita bahkan tidak bisa makan atau minum sama sekali dikarenakan gejala rasa sakit yang menyertai sudah sangat parah.
Gangguan yang
menyebabkan disfagia dapat mempengaruhi fase oral, faringeal, atau esofageal
dari fase menelan. Anamnesa yang lengkap dan pemeriksaan fisik yang seksama
adalah penting dalam diagnosis dan pengobatan dari disfagia. Pemeriksaan fisik
di tempat tidur harus menyertakan pemeriksaan leher, mulut, orofaring, dan
laring. Pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan.
Beberapa pemeriksaan
menelan juga telah diajukan, namun pemeriksaan menelan dengan videofluoroscopic
diterima sebagai pemeriksaan stdanart untuk mendeteksi dan menilai kelainan
menelan. Metode ini bukan saja mampu memperkirakan resiko aspirasi dan
komplikasi respirasi namun juga membantu dalam menentukan strategi diet dan
komplikasi.
Selain kesulitan menelan, ada juga beberapa gejala
atau tanda-tanda lain yang dapat menyertai, di antaranya:
1. Rasa
nyeri saat menelan.
2. Makanan
terasa tersangkut di dalam tenggorokan atau dada.
3. Tersedak
atau batuk ketika makan dan minum.
4. Mengeluarkan
air liur terus-menerus.
5. Penurunan
berat badan.
6. Makanan
yang sudah ditelan keluar kembali.
7. Asam
lambung sering naik ke tenggorokan.
8. Sering
sakit ulu hati.
9. Suara
menjadi serak.
10. Penderita
kerap memotong makanan menjadi kecil-kecil akibat sulit menelan atau bahkan
menghindari makanan tertentu.
Penyebab
Disfagia
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang
mengalami disfagia, di antaranya:
1. Menderita
kondisi-kondisi yang dapat membuat esofagus (saluran makanan dari mulut ke
lambung) menyempit atau kerongkongan mengalami obstruksi, misalnya penyakit
asam lambung, kanker mulut dan tenggorokan, penyakit eosinophilic
oesophagitis, radang esofagus karena sariawan oleh jamur atau TBC, atau Zenker
diverticulum (penyakit kantong esofagus). Selain kondisi-kondisi tersebut,
penyempitan esofagus juga bisa disebabkan oleh efek samping radioterapi.
2. Menderita
kondisi bawaan, seperti cerebral palsy, gangguan belajar, dan bibir
sumbing.
3. Menderita
kondisi yang dapat mengganggu kinerja otot-otot pendorong makanan dari
kerongkongan ke dalam lambung, misalnya penyakit akalsia dan sceroderma.. Selain kedua kondisi
tersebut, faktor umur juga bisa memperlemah kemampuan otot dalam menelan.
4. Menderita
kondisi yang dapat merusak sistem saraf yang bertugas mengendalikan proses
menelan, misalnya penyakit demensia, Parkinson, multiple sclerosis, penyakit
neuron motorik, stroke, tumor otak, dan myasthenia gravis.
5. Menderita
kondisi yang dapat mengganggu pernapasan, misalnya penyakit paru obstruktif
kronik.
6. Komplikasi
akibat cedera di bagian kepala atau leher.
Diagnosis
Disfagia
Jangan abaikan jika Anda sering
merasa kesulitan dalam menelan dan segera ke dokter. Pengobatan akan lebih
efektif jika diagnosis dilakukan secepatnya. Selain itu, penanganan dini juga
akan menurunkan risiko terkena komplikasi-komplikasi, seperti kehilangan berat
badan, malanutrisi, dehidrasi, tersedak, atau bahkan pneumonia.
Selain menanyakan gejala-gejala yang
pasien rasakan, termasuk tingkat keparahan dan seberapa sering gejala tersebut
muncul, dokter juga akan mengecek indeks massa tubuh untuk melihat apakah
pasien kekurangan nutrisi akibat kesulitan menelan.
Sebagai tes awal, dokter biasanya
akan menyuruh pasien meminum air dalam takaran tertentu secepat mungkin (water
swallow test). Catatan waktu yang didapat serta jumlah air yang tertelan
dapat membantu dokter menaksir kemampuan pasien dalam menelan. Beberapa metode
pemeriksaan ini mungkin dilakukan:
1.
Endoskopi.
Pemeriksaan ini
dilakukan dengan bantuan selang khusus yang bentuknya fleksibel serta
dilengkapi kamera dan lampu. Gambar yang ditangkap oleh kamera nantinya akan
bisa dilihat oleh dokter melalui layar monitor. Endoskopi bisa diterapkan untuk
memeriksa kondisi rongga pernapasan atas (hidung sampai tenggorokan) atau
memeriksa kondisi esofagus (tenggorokan sampai lambung).
2.
Fluoroskopi.
Pemeriksaan ini
menggunakan X-ray dan dipandu oleh zat khusus yang disebut barium.
3. Manometri.
Pemeriksaan
ini bertujuan melihat seberapa baik kinerja esogafus dengan cara mengukur
besaran tekanan pada organ tersebut ketika menelan. Manometri dibantu dengan
kateter (selang khusus berukuran kecil) yang dilengkapi dengan sensor tekanan.
Selain melihat fungsi esofagus, metode pemeriksaan ini juga bisa diterapkan
untuk mengukur volume asam yang mengalir balik dari lambung guna memastikan
apakah disebabkan oleh penyakit asam lambung dengan cara mengukur kadar asam
lambung.
Pengobatan
Disfagia
Mengetahui penyebab disfagia secara
mendasar sangat penting terhadap tingkat keberhasilan pengobatan. Agar proses
menelan makanan menjadi lebih mudah, selain memberikan obat-obatan atau
menerapkan prosedur pengobatan tertentu, dokter juga akan menyarankan pasien
untuk beralih dari makanan padat ke makanan cair.
Jika disfagia disebabkan oleh nyeri
ulu hati dan penyakit asam lambung maka biasanya dokter akan meresepkan
obat-obatan yang mampu mencegah refluks atau aliran balik asam lambung ke dalam
esofagus. PPI (proton pump inhibitor) dapat membantu meringankan gejala
disfagia yang disebabkan oleh penyempitan atau adanya jaringan parut pada
esophagus. Jika terjadi peradangan di dalam esofagus (esofagitis), maka
pemberian obat kortikosteroid biasanya akan dilakukan.
Apabila disfagia disebabkan oleh
adanya sesuatu yang menghalangi esofagus, misalnya akibat pembentukan jaringan
parut atau terjadinya penyempitan di dalam saluran tersebut, maka metode endoskopi
bisa diterapkan dengan tujuan menyingkirkan objek yang menghalangi atau bisa
dilakukan dengan memperbesar diameter saluran esofagus (dilatasi).
Apabila terhalangnya esofagus
disebabkan oleh tumor, maka prosedur operasi harus dilakukan.
Operasi juga bisa
diterapkan pada kasus disfagia yang disebabkan oleh penyakit akalasia (kondisi
yang menyebabkan otot-otot di dalam esofagus menjadi sangat kaku). Namun pada
kasus akalasia, dokter kemungkinan akan mencoba meresepkan obat botulinum toxin
terlebih dahulu sebelum operasi dilakukan.
Jika disfagia disebabkan oleh
kelumpuhan otak, terganggunya sistem saraf yang bertugas mengendalikan proses
menelan, atau terganggunya kinerja otot-otot pendorong makan dari kerongkongan
ke dalam lambung, maka terapi untuk meningkatkan kemampuan menelan harus
dilakukan di bawah bimbingan ahli terkait.
Pada kasus disfagia parah,
pemasangan selang khusus untuk menyalurkan makanan di tubuh penderita mungkin
dilakukan untuk mencegah malanutrisi dan dehidrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar