Pengertian
Epilepsi
Di dalam otak manusia terdapat neuron atau sel-sel saraf yang merupakan bagian dari sistem saraf. Tiap sel saraf saling berkomunikasi dengan menggunakan impuls listrik. Pada kasus epilepsi, kejang terjadi ketika impuls listrik tersebut dihasilkan secara berlebihan sehingga menyebabkan perilaku atau gerakan tubuh yang tidak terkendali.
Kejang memang menjadi gejala utama penyakit epilepsi, namun belum tentu orang yang mengalami kejang mengidap epilepsi. Dalam dunia medis, seseorang dicurigai menderita epilepsi setelah mengalami kejang sebanyak lebih dari satu kali. Tingkat keparahan kejang pada tiap penderita epilepsi berbeda-beda. Ada yang hanya berlangsung beberapa detik dan ada juga yang hingga beberapa menit. Ada yang hanya mengalami kejang pada sebagian tubuhnya dan ada juga yang mengalami kejang total hingga menyebabkan kehilangan kesadaran.
Menurut data WHO, kurang lebih 50 juta orang di dunia hidup dengan epilepsi. Angka ini akan bertambah sekitar 2.4 juta setiap tahunnya. Angka pertambahan kasus epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Di negara maju, kasus epilepsi bertambah sekitar 30-50 kasus tiap 100ribu penduduk. Sedangkan di negara dengan pendapatan perkapita rendah dan menengah kasus bisa bertambah hingga dua kali lipatnya.
Di Indonesia sendiri didapatkan data kasus epilepsi paling sedikit 700.000-1,4 juta. Angka ini akan bertambah sekitar 70ribu tiap tahunnya. Di antaranya, terdapat kurang lebih 40-50 persen kasus epilepsi yang terjadi pada anak-anak.
Gejala
Epilepsi
Kejang berulang merupakan gejala utama epilepsi.
Karakteristik kejang akan bervariasi dan bergantung pada bagian otak yang
terganggu pertama kali dan seberapa jauh gangguan tersebut terjadi.
Berdasarkan gangguan pada otak, jenis kejang
epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu parsial dan umum.
1. Kejang
parsial.
Pada kejang parsial atau focal,
otak yang mengalami gangguan hanya sebagian saja. Kejang parsial ini dibagi
lagi menjadi dua kategori, yaitu: kejang parsial simpel (tanpa kehilangan
kesadaran) dan kejang parsial kompleks.
Kejang parsial simpel ditandai dengan tidak hilangnya
kesadaran penderita saat kejang terjadi. Gejalanya dapat berupa anggota tubuh
yang menyentak, atau timbul sensasi kesemutan, pusing, dan kilatan cahaya.
Bagian tubuh yang mengalami kejang tergantung kepada bagian
otak mana yang mengalami gangguan. Contohnya jika epilepsi mengganggu fungsi
otak yang mengatur gerakan tangan atau kaki, maka kedua anggota tubuh itu saja yang
akan mengalami kejang. Selain itu, kejang parsial juga dapat membuat
penderita berubah secara emosi, seperti merasa gembira atau takut secara
tiba-tiba.
Kadang-kadang, kejang focal memengaruhi kesadaran
penderita sehingga dia terlihat seperti bingung atau setengah sadar selama
beberapa saat. Inilah yang dinamakan dengan kejang parsial kompleks.
Ciri-ciri kejang parsial kompleks lainnya adalah pandangan kosong,
menelan, mengunyah, atau menggosok-gosokkan tangan.
2. Kejang
umum.
Pada
kejang umum atau menyeluruh, gejala terjadi pada sekujur tubuh dan
disebabkan oleh gangguan yang berdampak kepada seluruh bagian otak.
Berikut
ini adalah gejala-gejala yang bisa terjadi saat seseorang terserang kejang
umum:
a. Mata
yang terbuka saat kejang.
b. Kejang
tonik.
Tubuh
yang menjadi kaku selama beberapa detik. Ini bisa diikuti dengan
gerakan-gerakan ritmis pada lengan dan kaki atau tidak sama sekali. Otot-otot
pada tubuh terutama lengan, kaki, dan punggung berkedut.
c. Kejang
atonik.
Otot
tubuh tiba-tiba menjadi rileks sehingga penderita jatuh tanpa kendali.
d. Kejang
klonik.
Gerakan
menyentak ritmis yang biasanya menyerang otot leher, wajah dan lengan.
e. Penderita
epilepsi kadang-kadang mengeluarkan suara-suara atau berteriak saat mengalami
kejang-kejang.
f. Mengompol.
g. Kesulitan
bernapas untuk beberapa saat sehingga badan terlihat pucat atau bahkan membiru.
h. Dalam
sebagian kasus, kejang menyeluruh membuat penderita benar-benar tidak sadarkan
diri.
i.
Setelah sadar, penderita terlihat
bingung selama beberapa menit atau jam.
Ada jenis epilepsi yang umumnya dialami oleh
anak-anak, dikenal dengan nama epilepsi absence atau petit mal.
Meski kondisi ini tidak berbahaya, namun konsentrasi dan prestasi akademik anak
bisa terganggu. Ciri-ciri epilepsi ini adalah hilangnya kesadaran selama
beberapa detik, mengedip-ngedip atau menggerak-gerakkan bibir, serta pandangan
kosong. Anak-anak yang mengalami kejang ini tidak akan sadar atau ingat akan
apa yang terjadi saat mereka kejang.
Penyebab
Epilepsi
Epilepsi idiopatik (disebut juga epilepsi primer) merupakan jenis epilepsi yang tidak diketahui penyebabnya. Meskipun ada dugaan bahwa kondisi ini terkait dengan genetika yang diturunkan di dalam keluarga, penelitian yang ada hingga saat ini belum dapat membuktikannya. Sebagian besar kasus epilepsi yang terjadi di dunia saat ini masuk ke dalam kelompok epilepsi idiopatik.
Berbeda dengan epilepsi idiopatik, epilepsi simptomatik merupakan jenis epilepsi yang penyebabnya bisa diketahui. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan epilepsi simptomatik di antaranya adalah:
1. Cedera
parah di kepala.
2. Tumor
otak.
3. Penyakit
serebrovaskuler (misalnya stroke).
4. Penyakit
infeksi otak (misalnya meningitis dan ensefalitis).
5. Pertumbuhan
beberapa bagian otak yang tidak berjalan dengan baik.
6. Kekurangan
oksigen ketika dilahirkan (misalnya karena tercekik tali pusar).
7. Kadar
gula darah atau natrium yang tidak normal.
8. Kecanduan
minuman beralkohol.
9. Penyalahgunaan
obat-obatan.
Jika Anda merupakan penderita epilepsi, ada baiknya
mengenali hal-hal yang dapat memicu kejang agar Anda dapat melakukan pencegahan
atau antisipasi. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat memicu terjadinya
kejang, di antaranya:
1. Lelah
akibat kurang tidur.
2. Stres.
3. Tidak
mengonsumsi obat antiepilepsi secara teratur.
4. Mengonsumsi
obat yang mengganggu kinerja obat antiepilepsi.
5. Mengonsumsi
minuman beralkohol yang berlebihan.
6. Penggunaan
obat-obatan terlarang.
7. Saat
menstruasi, yaitu ketika otak dipengaruhi oleh perubahan hormon-hormon pada
masa tersebut.
8. Lampu
berkedip atau cahaya yang menyilaukan.
Diagnosis
Epilepsi
Untuk melengkapi keterangan, dokter juga perlu menanyakan riwayat kesehatan pasien (misalnya apakah pasien menderita suatu kondisi yang bisa menyebabkan epilepsi), gaya hidup pasien (misalnya apakah pasien pecandu minuman beralkohol, atau penggunaan narkotika), dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi pasien.
Jika keterangan lisan di atas dirasa belum cukup, dokter dapat melakukan metode pemeriksaan yang lebih detail melalui:
1.
MRI scan.
Jenis pemeriksaan yang dilakukan dengan bantuan
gelombang radio dan medan magnet guna menghasilkan gambar organ dalam tubuh
secara terperinci ini bertujuan mengetahui adanya tumor otak atau kecacatan
pada struktur otak sebagai penyebab epilepsi.
2.
Electroencephalogram atau EEC.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan pada impuls atau aktivitas elektrik di dalam otak yang mungkin menjadi
penyebab terjadinya kejang.
Pengobatan
Epilepsi
Dalam menentukan OAE yang paling cocok dengan pasien, dokter akan menyesuaikannya dengan usia, kondisi, dan frekuensi kejang yang dialami pasien. Selain itu, jika pasien sedang mengalami masalah kesehatan lainnya, dokter akan menyesuaikan OAE agar tidak bersinggungan dengan kinerja obat-obatan lainnya yang sedang dikonsumsi pasien.
Agar kejang dapat dicegah secara maksimal, pasien disarankan untuk selalu meminum obat sesuai dengan yang diresepkan dokter secara teratur. Selain itu, jika pasien ingin berhenti mengonsumsi atau beralih ke jenis OAE lainnya, sebaiknya tanyakan dahulu kepada dokter.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pengobatan epilepsy, yaitu:
1. Efek
samping setelah mengonsumsi obat-obatan OAE.
Sama
seperti kebanyakan obat, OAE juga berisiko menimbulkan efek samping. Efek
samping tersebut bisa tergolong ringan atau bisa juga parah.
Beberapa
efek samping OAE yang tergolong ringan di antaranya adalah:
a. Kenaikan
berat badan.
b. Pusing.
c. Badan
terasa lelah.
d. Penurunan
kepadatan tulang.
e. Daya
ingat berkurang.
f. Bicara
tidak lancar.
g. Hilangnya
koordinasi gerakan.
h. Ruam
kulit.
Sedangkan
efek samping OAE yang tergolong lebih berat (hal ini jarang terjadi) adalah:
a. Peradangan
pada organ (misalnya organ hati).
b. Ruam
kulit parah.
c. Menjadi
depresi.
d. Kecenderungan
untuk bunuh diri.
Segera
beri tahu dokter jika Anda mengalami migrain, perubahan suasana hati, depresi,
atau bahkan keinginan untuk bunuh diri setelah mengonsumsi OAE.
2. Jenis
obat-obatan OAE yang tersedia.
Berikut
ini adalah jenis-jenis OAE yang telah tersedia pada saat ini:
a. Phenobarbital.
b. Phenytoin.
c. Carbamazepine.
d. Valproate.
e. Topiramate
f. Tiagabine.
g. Oxcarbazepine.
h. Levetiracetam.
i.
Lamotrigine.
j.
Gabapentin.
3. Bedah
otak.
Jika terapi dengan obat anti
epilepsi tetap tidak dapat mengontrol kondisi tersenut pada penderita, maka
terapi bedah otak dapat dijadikan alternatif. Bedah ini dilakukan untuk
mengangkat bagian otak yang menghasilkan kejang.
Pasien mungkin akan dirujuk ke ahli epilepsi untuk dilakukan
beberapa tes termasuk tes memori, psikologis dan pemindaian otak ntk melihat
bagian otak yang bermasalah. Setelah dilakukan tes, maka pembedahan akan
direkomendasikan jika:
a.
Bedah
otak tidak akan menimbulkan masalah sigifikan akibat hilangya again otak
tertentu.
b.
Jika
bagian otak yang bermasalah hanya di satu area saja.
Walau demikian,
bedah otak ini tetap memiliki efek saping berupa masalha dengan ingatan
penderita dan stroke pasca operasi. Diskusikan dengan dokter tentang keuntungan
dan kerugian terapi ini jika memang terapi ini direkomendasikan.
4. Diet
ketogonik.
Terapi
lain untuk penderita epilepsi adalah diet ketogenik. Diet ini merupakan diet
yang tinggi akan lemak tetapi rendah karbohidrat dan protein. Hal ini
ditengarai dapat mengurangi frekuensi kejang dengan mengubah komposisi senyawa
di dalam otak. Walau demikian, terapi ini tidak dianjurkan pada orang dewasa
terutama yang memiliki riwayat penyakit diabetes dan kardivaskular.
Komplikasi
Epilepsi
Contohnya adalah terjatuh, tenggelam, atau mengalami kecelakaan saat berkendara akibat kejang.
Masalah kesehatan mental yang muncul akibat epilepsi juga tidak boleh dianggap enteng. Penderita bisa saja melakukan bunuh diri akibat merasa depresi dengan kondisinya tersebut atau dikarenakan efek samping obat anti epilepsi yang dikonsumsi. Dalam hal ini, peran keluarga dan orang-orang yang dekat dengan penderita sangat dibutuhkan untuk selalu memberikan dukungan dan semangat padanya.
Dalam kasus yang jarang terjadi, epilepsi dapat menimbulkan komplikasi berupa status epileptikus. Status epileptikus merupakan kondisi ketika penderita epilepsi mengalami kejang selama lebih dari 5 menit atau serangkaian kejang pendek. Biasanya penderita status epileptikus akan berada dalam keadaan yang tidak benar-benar sadar ketika serangkaian kejang pendek terjadi. Status epiliptikus dapat menyebabkan kerusakan pada otak secara permanen, bahkan kematian.
Komplikasi lainnya yang juga jarang terjadi adalah kematian mendadak. Hingga kini, penyebab kematian mendadak pada penderita epilepsi masih belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa ahli mengemukakan bahwa hal tersebut berkaitan dengan kondisi jantung dan pernapasan penderita.
Epilepsi
dan kehamilan
Tidak dapat dipungkiri bahwa
epilepsi berbahaya bagi kehamilan. Kejang yang terjadi berpotensi membahayakan
bayi yang sedang dikandung dan juga mengancam nyawa sang ibu. Beberapa jenis
obat antiepilepsi pun ada yang berisiko membuat janin mengalami kecacatan.
Namun jika Anda menderita epilepsi
dan ingin hamil, jangan cemas. Rencanakan dan lakukanlah pemeriksaan kandungan
dan kondisi Anda secara rutin ke dokter. Banyak wanita yang menderita epilepsi
dapat menjalani kehamilan dengan normal dan melahirkan anak yang sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar