Pengertian Gawat Janin
Gawat janin dapat disebabkan oleh berbagai hal, baik dari kondisi janin (masalah tali pusat, infeksi pada rahim, melewati tanggal persalinan) maupun kondisi ibu (menderita diabetes, tekanan darah tinggi atau preeklampsia, kehamilan pada usia di atas 35 tahun, serta mengalami kehamilan dengan janin kembar atau lebih).
Gawat janin sendiri dapat dideteksi melalui
perubahan yang tidak normal menjelang persalinan, seperti perubahan gerakan
janin yang melambat. Dokter juga dapat melakukan pemantauan detak jantung janin
dan perubahan warna cairan ketuban. Jika hasil pengamatan menunjukkan
janin dalam keadaan gawat, dokter dapat segera melakukan penanganan yang tepat
sesuai dengan kondisi ibu dan janin. Jika tidak tertangani atau tidak segera
dilahirkan, janin dapat mengalami kematian.
Kendati demikian, sebagian
besar kasus dengan gejala gawat janin dapat dilahirkan dengan selamat.
Gejala Gawat Janin
Gejala gawat janin dapat ditunjukkan
melalui kondisi tidak normal menjelang persalinan. Gejala tersebut meliputi:
·
Gerakan janin yang berkurang dari
biasanya.
Gerakan
bayi dapat sedikit berkurang menjelang persalinan karena ruang gerak janin
dalam rahim berkurang, namun normalnya pergerakan janin masih tetap dapat
terasa.
·
Detak jantung bertambah pelan.
Detak
jantung janin yang normal adalah 110 hingga 160 per menit. Jika detak jantung
tersebut kurang dari 110 atau melebihi dari 160 per menit, maka kondisi ini
dapat dianggap tidak normal. Detak jantung janin dapat melambat sementara
ketika rahim berada pada awal kontraksi. Gawat janin dapat dipastikan apabila
detak jantung terus melambat atau menurun setelah kontraksi.
·
Warna air ketuban menjadi coklat
atau hijau.
Warna
cairan amniotik dalam air ketuban biasanya jernih dengan sedikit bercak merah
muda, kuning, atau merah. Namun jika warna cairan tersebut menjadi hijau atau
cokelat, maka air ketuban tersebut telah tercampur dengan mekonium (tinja
dari janin). Warna mekonium hijau menandakan kotoran tersebut baru keluar,
sedangkan warna cokelat berarti mekonium sudah lama keluar bersama air ketuban.
Perubahan warna air ketuban ini dapat menimbulkan risiko sindrom aspirasi
mekonium (meconium aspiration syndrome).
Penyebab Gawat Janin
Penyebab utama gawat janin adalah pasokan oksigen
yang kurang pada janin (hipoksia janin). Kondisi ini dapat terjadi terkait
dengan kondisi janin sendiri atau kondisi ibu. Kondisi yang terkait
dengan janin meliputi:
·
Berat badan janin yang rendah (intrauterine
growth restriction/IUGR), di mana berat janin kurang dari persentil 10
dari berat badan normal dalam usia kehamilan yang sama.
·
Pasokan oksigen melalui tali pusat
berkurang. Salah satu penyebabnya adalah oligohidramnion, yaitu volume air
ketuban sedikit.
·
Mengalami sindrom aspirasi mekonium.
Sindrom ini dapat mengakibatkan iritasi pada paru-paru janin, infeksi, serta
menghalangi jalan napas janin.
Sedangkan gawat janin yang terkait dengan kondisi
pada ibu, di antaranya adalah:
·
Masa kehamilan lebih dari 42 minggu.
·
Memiliki penyakit anemia, diabetes,
tekanan darah tinggi saat kehamilan atau preeklamsia.
·
Kehamilan pada usia di atas 35 tahun.
·
Kehamilan dengan janin kembar atau
lebih.
Diagnosis Gawat Janin
Pemeriksaan kondisi gawat janin dapat dimulai
setelah gerakan bayi dirasakan menurun. Selanjutnya dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan lebih rinci guna menetapkan diagnosis gawat janin, seperti:
·
USG Doppler.
Alat
ini digunakan untuk melihat aliran darah, baik pembuluh darah arteri atau vena
pada janin. Pemindaian dengan USG Doppler baru bisa dilakukan setelah usia
kehamilan mencapai 34 minggu atau lebih.
·
Pengamatan detak jantung pada janin.
Pengamatan
ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara berkala (intermittent
auscultation) atau secara terus-menerus (continuous electronic fetal
monitor). Pengamatan secara berkala dilakukan setiap 15 menit pada
tahap awal persalinan atau setiap kontraksi rahim usai. Sedangkan pengamatan
terus-menerus dilakukan jika kehamilan membutuhkan perawatan khusus. Pengamatan
ini menggunakan alat electronic fetal monitoring (EFM) yang dapat
menunjukkan pola detak jantung janin dan respons detak jantung terhadap gerakan
janin, hipoksia janin, serta kontraksi rahim ibu. Terdapat dua sensor
pada EFM yang dipasang pada perut ibu, satu untuk mengamati kontraksi rahim dan
satu untuk mengamati detak jantung janin.
Diagnosis gawat janin ditetapkan jika hasil
pengamatan menunjukkan penurunan detak jantung dan kadar oksigen janin.
Pengobatan Gawat Janin
Setelah janin didiagnosis mengalami gawat janin,
dokter perlu melakukan penanganan secepatnya. Penanganan tersebut meliputi
resusitasi dalam rahim dan pengupayaan kelahiran.
·
Resusitasi dalam rahim.
Penanganan
awal ini bertujuan mengatasi kondisi gawat janin. Beberapa cara yang dilakukan
dalam resusitasi dalam rahim meliputi:
a. Memastikan
ibu mendapat pasokan oksigen yang cukup. Pasokan ini diberikan dengan memakaian
masker oksigen pada sang ibu.
b. Memastikan
asupan cairan ibu memadai dengan pemberian cairan lewat infus.
c. Mengubah
posisi ibu dengan memintanya berbaring di sisi kiri. Hal ini bertujuan
mengurangi tekanan rahim pada vena besar dalam tubuh (vena cava) yang
dapat mengurangi aliran darah pada plasenta dan janin.
d.
Pemberian larutan dekstrosa
hipertonik intravena (intravenous hypertonic dextrose).
e. Tokolisis,
yaitu terapi untuk menghambat persalinan dini dengan menghentikan kontraksi
rahim sementara.
f. Amnioinfusion,
yaitu penambahan cairan pada rongga amniotik untuk mengurangi tekanan tali
pusat.
·
Mengupayakan kelahiran.
Tindakan ini dapat dilakukan jika cara resusitasi
dalam rahim tidak dapat mengatasi kondisi gawat janin. Kelahiran perlu
diupayakan paling lama 30 menit jika diketahui adanya kondisi gawat janin.
Kelahiran bisa diupayakan melalui vagina dengan
bantuan vakum pada kepala bayi. Jika cara ini tidak bisa dilakukan, maka janin
harus dilahirkan melalui operasi caesar.
Kondisi bayi akan dimonitor secara seksama selama
satu atau dua jam setelah kelahiran, dan setiap 2 jam selama 12 jam pertama
pasca kelahiran. Pemeriksaan bayi meliputi keadaan umum, gerakan dada,
warna kulit, tulang dan otot, suhu tubuh, serta detak jantung bayi.
Jika terlihat bayi mengalami sindrom aspirasi
mekonium, maka dokter perlu membersihkan jalan napas bayi agar pernapasannya
tidak terganggu. Pengamatan tetap perlu dilakukan walaupun tidak terjadi
aspirasi mekonium, terutama yang terkait dengan gangguan pernapasan bayi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar