Rabu, 09 Agustus 2017

HIPERTIROIDISME



Pengertian Hipertiroidisme

Hipertiroidisme adalah kondisi ketika kadar hormon tiroksin di dalam tubuh sangat tinggi. Hormon tiroksin dihasilkan oleh kelenjar tiroid, dan berperan dalam berbagai proses metabolisme. Oleh sebab itu, gangguan pada hormon ini akan menyebabkan gangguan metabolisme tubuh.

Hipertiroidisme lebih cenderung terjadi pada wanita. Kondisi ini bisa muncul pada usia berapapun, termasuk ketika masih anak-anak. Tapi biasanya muncul ketika memasuki usia 20-40 tahun.

Gejala Hipertiroidisme

Tiroid adalah kelenjar di bagian depan leher yang mengendalikan metabolisme dan fungsi normal tubuh, seperti mengubah makanan menjadi energi, mengatur suhu tubuh, dan mempengaruhi denyut jantung, otot, juga tulang. Percepatan metabolisme akibat hipertiroidisme bisa menimbulkan berbagai macam gejala pada tubuh manusia. Tiap penderita bisa mengalami tingkat keparahan, jangkauan, dan frekuensi gejala yang berbeda-beda.

Gejala yang umumnya ditemukan pada penderita hipertiroidisme adalah: 

·         Berat badan turun tanpa alasan yang jelas.

·         Hiperaktif. Penderita menjadi tidak akan bisa diam dan dipenuhi perasaan cemas.

·         Mudah marah dan emosional.

·         Insomnia atau kesulitan untuk tidur pada malam hari.

·         Konsentrasi menurun.

·         Berkeringat secara berlebihan dan sensitif terhadap suhu panas.

·         Libido menurun.

·         Otot terasa lemas.

·         Diare.

·         Kemandulan.

·         Siklus menstruasi menjadi tidak teratur, jarang, atau berhenti sekaligus.

·         Pada penderita diabetes, hipertiroidisme bisa menyebabkan rasa haus dan sangat lelah.

Selain itu terdapat juga tanda klinis atau gejala lain yang mungkin dapat ditemukan pada penderita hipertiroidisme, antara lain:

·         Pembesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan terjadinya pembengkakan pada leher.

·         Palpitasi atau denyut jantung yang cepat dan/atau tidak beraturan.

·         Kulit yang hangat dan lembap.

·         Kedutan otot.

·         Tremor atau gemetaran.

·         Munculnya biduran (urtikaria) atau ruam.

·         Rambut rontok secara tidak merata.

·         Telapak tangan berwarna kemerahan.

·         Struktur kuku melonggar.

Awalnya gejala yang muncul mungkin bersifat ringan, tapi ketika kadar tiroksin dalam darah meningkat, gejala akan bertambah parah.

Jika terjadi gejala-gejala seperti pusing, napas pendek, detak jantung cepat dan tidak beraturan, atau kehilangan kesadaran, disarankan untuk segera menemui dokter atau ke rumah sakit terdekat agar dapat ditangani dengan cepat. 

Penyebab Hipertiroidisme

Kelenjar tiroid memproduksi dua jenis hormon, yaitu triiodotiroin (T3) dan tiroksin (T4). Setiap hormon berfungsi untuk mengatur sel dan cara kerja tubuh. Umumnya, kelenjar tiroid akan memproduksi hormon dalam jumlah yang tepat. Namun dalam kondisi tertentu, produksi hormon dapat dilakukan secara berlebih, terutama tiroksin (T4).

Banyaknya hormon tiroksin yang diproduksi kelenjar tiroid dalam tubuh bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti penyakit Graves, obat amiodaron, suplemen iodine, nodul tiroid, kanker tiroid, tiroiditis, kehamilan atau tumor adenoma hiposisis. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing kondisi yang dapat menyebabkan kelenjar tiroid menjadi sangat aktif memproduksi hormon tiroksin: 

·         Penyakit graves.

Hipertiroidisme kebanyakan disebabkan oleh penyakit graves, yaitu suatu kondisi yang terjadi akibat kelainan sistem autoimun yang menyerang tubuh dan meningkatkan produksi hormon tiroksin pada kelenjar tiroid. Penyakit Graves bisa muncul pada usia berapa pun, terutama pada wanita usia 20-40 tahun. Belum diketahui kondisi apa yang menyebabkan kelainan autoimun terjadi, tetapi faktor lingkungan dan keturunan dianggap berperan pada kemunculan kelainan ini.

Selain hipertiroidisme, penyakit Graves juga dapat mengakibatkan penglihatan menjadi tidak nyaman dan kabur. Hal tersebut ditandai dengan bola mata yang terlihat menonjol keluar.

·         Tiroiditis.

Tiroiditis adalah peradangan pada kelenjar tiroid yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau saat tubuh memproduksi antibodi yang dapat merusak kelenjar tiroid. Kerusakan ini dapat menyebabkan kebocoran hormon tiroksin yang pada akhirnya menyebabkan hipertiroidisme.

·         Nodul tiroid.

Nodul tiroid adalah gumpalan yang terbentuk di dalam kelenjar tiroid tanpa sebab yang jelas. Meski bersifat jinak dan tidak menyebabkan kanker, nodul bisa mengandung jaringan tiroid yang abnormal.Gumpalan ini berdampak kepada peningkatan produksi tiroksin dalam tubuh dan berakibat pada hipertiroidisme, khususnya pada penderita berusia diatas 60 tahun.

·         Efek samping obat.

Untuk memproduksi hormon tiroksin, kelenjar tiroid membutuhkan iodine yang terkandung di dalam makanan. Hormon tiroksin akan menjadi terlalu banyak dan  akhirnya menyebabkan hipertiroidisme jika seseorang mengonsumsi suplemen iodine atau obat yang mengandung zat tersebut (contohnya amidarone).
Amiodarone merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi detak jantung yang tidak beraturan (aritmia). 
 
Umumnya, hipertiroidisme akan membaik saat pengobatan dihentikan. Namun, proses penurunan kadar hormon akan memakan waktu beberapa bulan.

·         Kanker teroid.

Kanker tiroid tergolong sangat langka. Jika sel-sel yang mengalami keganasan mulai menghasilkan banyak hormon tiroksin, maka penderitanya bisa mengalami hipertiroidisme. Kondisi ini umumnya menyerang penderita berusia 30 tahun ke atas dan dapat dipulihkan.

·         Kehamilan.

Saat hamil, wanita mengalami peningkatan kadar hormon human chorionic gonadotropin (hCG). Hormon ini dapat memicu terjadinya hipertiroidisme, khususnya pada kehamilan kembar dan pada kasus hamil anggur, di mana terdapat kadar hCG yang tinggi.

·         Tumor adenoma pada kelenjar hipofisis.

Ini merupakan tumor jinak yang tumbuh pada kelenjar hipofisis atau pitutary, yaitu kelenjar yang terletak di dasar otak. Tumor tersebut dapat mempengaruhi tingkat produksi hormon tiroid.

Selain jenis kelamin dan keturunan, terdapat faktor lain yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami hipertiroidisme. Seseorang yang memiliki penyakit autoimun, seperti diabetes tipe 1 dan penyakit addison, lebih berisiko terkena kondisi ini. Perokok juga akan berisiko menderita penyakit Graves yang secara tidak langsung meningkatkan risiko terjadinya hipertiroidisme.

Diagnosis Hipertiroidisme

Untuk memastikan diagnosis terhadap hipertiroidisme, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan pasien serta keluarga, melakukan pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan tambahan. Berikut ini adalah beberapa pemeriksaan yang mungkin dilakukan:

·         Pemeriksaan fungsi tiroid.

Pemeriksaan fungsi tiroid adalah pemeriksaan darah yang dilakukan untuk mengetahui kadar thyroid-stimulating hormone/TSH (hormon yang merangsang kelenjar tiroid) dan kadar hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4).

Fungsi hormon perangsang kelenjar tiroid atau TSH adalah mengendalikan produksi tiroksin dan triiodotironin. Pada penderita hipertiroidisme, kadar TSH umumnya rendah, sedangkan kadar tiroksin dan triiodotironin menjadi tinggi.

Terkadang, hasil pemeriksaan ini memperlihatkan kadar TSH yang rendah, namun kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid tetap normal. Kondisi tersebut dikenal dengan istilah hipertiroidisme subklinis. Kondisi ini tidak selalu ditandai gejala dan perlu terus dimonitor untuk menghindari risiko penyakit tulang atau jantung. Hipertiroidisme subklinis biasanya pulih dengan sendirinya dalam waktu sekitar dua bulan. Meskipun tidak memerlukan pengobatan, penderita hipertiroidisme subklinis tetap harus melakukan pemeriksaan fungsi tiroid secara rutin, untuk memantau kondisinya.

Selain pemeriksaan fungsi tiroid, pemeriksaan laju endap darah (LED) juga biasa dilakukan untuk memeriksa seberapa cepat sel darah merah mengendap di dasar tabung uji. Jika sel darah merah mengendap dengan cepat, maka ada kemungkinan terdapat peradangan pada kelenjar tiroid.

Jika diperlukan, pemeriksaan pendukung seperti pengecekan kadar trigliserida dan kolestrol juga dapat dilakukan.

·         Pencitraan tiroid isotop (thyroid scan).

Pemeriksaan lanjutan akan dilakukan setelah pasiendipastikan menderita hipertiroidisme. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi apa yang mendasari terjadinya hipertiroidisme.

Dalam pencitraan thyroid scan, pasien diminta untuk menelan suatu bahan yang mengandung zat radioaktif, dengan intensitas sangat rendah, sehingga tidak membahayakan tubuh. Yang paling umum digunakan adalah radioactive iodine. Setelah itu, dilakukan pemindaian untuk mengetahui berapa banyak isotop radiaktif yang diserap oleh kelenjar tiroid, selain juga untuk melihat bentuk kelenjar.
Jika isotop yang diserap oleh kelenjar tiroid cukup rendah, maka kondisi yang mungkin mendasari hipertioidisme adalah tiroiditis (peradangan kelenjar tiroid), asupan yodium yang tinggi, atau kanker tiroid. Tapi jika kelenjar tiroid menyerap banyak isotop, kemungkinan besar penyebab hipertiroidisme adalah nodul tiroid atau penyakit Graves.

·         Pemindaian.

Jika diperlukan, dapat dilakukan pemindaian seperti CT scan, MRI, dan USG, untuk mengetahui ukuran dan ketebalan kelenjar tiroid, serta risiko tumor.

Pengobatan Hipertiroidisme

Pengobatan yang diberikan terhadap penderita hipertiroidisme bergantung pada faktor usia, gejala yang dialami, dan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid dalam darah. Di bawah ini adalah jenis-jenis pengobatan yang biasanya disarankan untuk mengatasi hipertiroidisme, di antaranya:

·         Thionamide.

Thionamide adalah kelompok obat-obatan yang digunakan untuk menekan produksi hormon tiroksin dan triiodotironin. Contoh obat-obatan thionamide adalah carbimazole dan propylthiouracil. Obat ini perlu dikonsumsi sekitar 1-2 bulan agar bisa dilihat efektivitasnya terhadap hipertiroidisme.

Dosis thionamide akan diturunkan secara perlahan setelah produksi hormon oleh kelenjar tiroid mulai terkendali. Efek samping yang mungkin terjadi meliputi pusing, mual, sakit persendian, nyeri perut dan ruam kulit yang gatal. Risiko mengalami hipotiroidisme (kelenjar tiroid yang kurang aktif) akibat pengobatan ini lebih kecil dibandingkan radioterapi. Pastikan untuk rutin memonitor kadar sel darah putih selama mengonsumsi obat-obatan ini.

·         Radioterapi.

Radioiodine adalah sejenis prosedur radioterapi untuk mengobati hipertiroidisme. Hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid akan berkurang ketika radioactive iodine (dalam tingkat rendah dan tidak berbahaya) menyusutkan kelenjar tiroid. Pengobatan radioiodine dapat berbentuk cair atau kapsul.

Pengobatan dengan bahan radioaktif ini tidak dianjurkan bagi:

a.       Wanita yang hamil, menyusui, atau merencanakan kehamilan.

b.      Orang yang mengalami gangguan mata, seperti pandangan kabur dan bola mata yang menonjol.

Setelah menjalani pengobatan radioiodine, seorang wanita tidak boleh hamil setidaknya enam bulan setelah pengobatan berakhir. Dan untuk pria, tidak boleh menghamili wanita setidaknya empat bulan setelah pengobatan radioiodine. Hindari juga kontak dengan wanita hamil atau anak-anak saat minggu awal pengobatan untuk menghindari penularan paparan radiasi.

Dosis pengobatan dengan radioiodine hanya diberikan satu kali. Jika diperlukan, pengobatan lanjutan diberikan setelah dosis pertama dengan jeda sekitar 6 bulan hingga 1 tahun. Untuk mempercepat pemulihan gejala, thionamide akan diberikan beberapa minggu sebelum pasien melakukan pengobatan radioiodine.

Keuntungan dari pengobatan dengan radioiodine adalah tingkat keberhasilannya yang sangat tinggi. Sedangkan kekurangannya adalah risiko terjadinya hipotiroidisme (kelenjar tiroid yang kurang aktif) yang ditandai dengan gejala mulut atau mata kering, sakit tenggorokan, dan perubahan rasa di mulut. Disarankan untuk menggunakan obat ini dalam jangka waktu pendek untuk mengurangi bahaya paparan radiasi.
·         Beta-bloker.

Beta-blocker atau penghambat beta adalah obat yang digunakan untuk mengatasi gejala yang muncul akibat hipertiroidisme, seperti hiperaktif, detak jantung cepat, dan tremor. Obat ini tidak boleh dikonsumsi oleh penderita asma.

Beta-blocker diberikan setelah produksi hormon kelenjar tiroid bisa dikendalikan dengan thionamide. Efek samping yang paling umum akibat obat ini adalah mual, nyeri perut, konstipasi, diare, pusing, kaki dan tangan menggigil, insomnia, dan selalu merasa lelah.
·         Operasi tiroid.

Operasi pengangkatan kelenjar tiroid atau tiroidektomi bisa bersifat parsial atau total. Disebut parsial jika hanya sebagian jaringan kelenjar yang diangkat, dan total jika seluruhnya diangkat. Berikut ini adalah beberapa alasan perlu dilakukannya prosedur operasi pengangkatan kelenjar tiroid, yaitu:

a.       Jika hipertiroidisme muncul kembali setelah sebelumnya menjalani penanganan dengan thionamide.

b.      Terjadi pembengkakan yang cukup parah pada kelenjar tiroid.

c.       Tidak bisa dilakukan pengobatan radioiodine karena sedang hamil atau menyusui, serta tidak bisa dan/atau tidak mau melewati prosedur pengobatan dengan thionamide.

d.      Pasien menderita gejala mata yang parah akibat penyakit Graves.

Untuk menghilangkan kemungkinan kambuh atau muncul kembali, disarankan untuk mengangkat seluruh kelenjar tiroid yang ada. Mereka yang menjalani operasi tiroidektomi total diharuskan mengonsumsi obat-obatan seumur hidup untuk mengatasi hilangnya fungsi kelenjar tiroid di dalam tubuh.

Komplikasi Hipertiroidisme

Seorang penderita hipertiroidisme berisiko mengalami komplikasi apabila kondisinya tidak ditangani. Berikut ini beberapa komplikasi yang mungkin terjadi:

·         Oftalmooati graves.

Gangguan mata ini disebabkan oleh penyakit Graves. Gejala yang bisa muncul meliputi mata kering atau mengeluarkan air mata berlebihan, penglihatan kabur, mata bengkak, dan sensitivitas berlebihan terhadap cahaya.

·         Keguguran dan Preeklampsia.

Wanita hamil dengan riwayat penyakit Graves atau yang menderita hipertiroidisme lebih berisiko mengalami komplikasi seperti keguguran, preeklampsia dan eklampsia (kejang-kejang pada masa kehamilan), kelahiran prematur, serta bayi dengan berat badan lahir rendah.

·         Hipotiroidisme.

Dampak dari pengobatan terhadap hipertiroidisme adalah kelenjar tiroid menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroksin dan triiodotironin. Sebagai akibatnya, terjadilah hipotiroidisme. Beberapa gejala hipotiroidisme adalah kelelahan berlebihan, konstipasi, sensitif terhadap dingin, depresi, dan peningkatan berat badan.

·         Badai tiroid (thyroid storm).

Ini adalah kondisi munculnya gejala yang parah dan tiba-tiba akibat sistem metabolisme yang berjalan terlalu cepat. Ini bisa terjadi ketika hipertiroidisme tidak ditangani atau tidak terdiagnosis. Selain itu, badai tiroid bisa terjadi karena beberapa hal, misalnya infeksi, kehamilan, tidak mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter, dan kerusakan kelenjar tiroid akibat cedera pada leher. Badai tiroid merupakan kondisi darurat yang membutuhkan penanganan medis segera. Beberapa gejalanya meliputi nyeri dada, diare, demam, menggigil, merasa ketakutan dan kebingungan, kuning pada kulit dan bola mata.

·         Gangguan jantung.

Seperti detak jantung cepat, kelainan irama jantung, dan gagal jantung.

·         Osteoporosis atau tulang rapuh.

Kekuatan tulang bergantung kepada jumlah kalsium dan mineral lain di dalamnya. Tubuh akan kesulitan memasukkan kalsium ke dalam tulang ketika terganggu dengan banyaknya hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar