Pengertian Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah kondisi dimana urine keluar tanpa terkontrol. Tingkat keparahan penyakit ini pun bervariasi, mulai dari urine yang merembes keluar saat Anda batuk atau bersin, hingga rasa ingin berkemih yang sangat dan tiba-tiba sehingga Anda tidak sempat pergi ke toilet.
Secara garis besar, inkontinensia urine terbagi menjadi enam jenis, yakni:
·
Inkontinensia dorongan.
Ini adalah salah satu jenis inkontinensia urine
yang paling sering, di mana pada kondisi ini penderita akan mengalami rasa
ingin berkemih yang sangat dan tiba-tiba hingga pasien tidak mampu menahannya
lagi.
·
Inkontinensia stress.
Pada jenis ini, urine langsung keluar saat kandung
kemih mendapat tekanan yang tiba-tiba (misalnya ketika tertawa, bersin, atau
batuk).
·
Inkontinensia luapan.
Disebut juga resistensi urine kronis, di mana
kandung kemih tidak mampu mengeluarkan urine secara sempurna setiap kali
berkemih. Akibatnya, kandung kemih akan membesar akibat terjadi tumpukan sisa
urine.
·
Inkontinensia total.
Urine sering keluar tanpa terkontrol akibat
kandung kemih yang tidak bisa menampung urine sama sekali, sehingga urine akan
langsung dialirkan keluar.
·
Inkontinensia Fungsional.
Urine keluar tanpa kontrol akibat seseorang
menderita suatu gangguan kesehatan (baik fisik atau mental) sehingga ia tidak
bisa ke kamar kecil tepat pada waktunya.
·
Inkontinensia campuran.
Tipe ini adalah campuran lebih dari satu jenis
inkontinensia urine di atas.
Inkontinensia urine merupakan kondisi yang banyak
diidap oleh orang di seluruh dunia. Namun ada beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mengurangi risiko terkena inkontinensia urine, antara lain menjaga berat
badan supaya tidak berebihan, mengonsumsi makanan berserat, mengurangi konsumsi
minuman yang dapat mengiritasi kandung kemih (misalnya kopi), dan melakukan
senam kegel (untuk ibu hamil). Segera konsultasikan dengan dokter jika
inkontinensia urine sudah mengganggu aktivitas harian.
Gejala inkontinensia urine berbeda-beda, tergantung dari jenis inkontinensia yang dialami. Gejala-gejalanya adalah sebagai berikut:
·
Inkontinensia dorongan.
Pada jenis ini, urine dapat keluar akibat
perubahan posisi, atau bahkan hanya dengan mendengarkan suara aliran air. Urine
juga dapat keluar dengan tidak disadari pada saat melakukan hubungan seksual.
·
Inkontinensia stres.
Urine terutama keluar atau merembes pada saat ada
tekananan pada kandung kemih, seperti bersin, tertawa keras, batuk, atau angkat
beban. Jumlah urine yang keluar umumnya hanya sedikit, namun bisa juga banyak
saat tekanan semakin besar atau saat kandung kemih penuh.
·
Inkontinensia luapan.
Pada kondisi ini, kandung kemih biasanya akan
berisi tumpukan sisa urine sehingga urine akan keluar sedikit-sedikit secara
sering. Selain itu, penderita akan selalu merasa ada sisa urine yang
mengganjal, meskipun sudah berusaha mengosongkan kandung kemih.
·
Inkontinensia total.
Ini merupakan kondisi yang cukup parah di mana
penderita seringkali akan mengeluarkan urine dalam jumlah banyak, bahkan pada
malam hari.
Seorang yang menderita gejala saluran kemih bawah/lower
urineary tract symptoms (LUTS) cenderung berisiko mengalami inkontinensia
urine. LUTS umum terjadi di kalangan wanita atau pria yang memasuki usia tua.
Seseorang dengan kondisi ini akan mengalami gangguan dalam menahan urine,
gangguan ketika mengeluarkan urine, dan gangguan setelah mengeluarkan urine.
Penyebab Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine bukanlah sebuah penyakit,
melainkan sebuah gejala. Penyebab inkontinensia urine pun beragam, mulai dari
pola kebiasaan sehari-hari hingga adanya kondisi medis yang mendasarinya.
Berikut ini penjelasan secara lebih rinci mengenai penyebab inkontinensia urine
sesuai dengan jenis-jenisnya.
·
Penyebab Inkontinensia dorongan.
Penyebab
inkontinensia jenis ini berkaitan erat dengan otot yang melapisi dinding
kandung kemih. Otot-otot tersebut berkontraksi secara berlebihan, sehingga
meningkatkan dorongan seseorang untuk berkemih. Kontraksi otot kandung kemih
ini dipicu oleh berbagai hal seperti minum alkohol atau kafein secara berlebihan,
konstipasi, infeksi saluran kemih, atau beberapa kondisi kelainan saraf.
·
Penyebab Inkontinensia stress.
Inkontinensia
stres terjadi pada saat tekanan dalam kandung kemih lebih kuat dibandingkan
kemampuan uretra untuk menahan urine supaya tidak keluar. Uretra adalah saluran
yang mengalirkan urine keluar dari tubuh. Kelemahan uretra ini dapat disebabkan
oleh gangguan pada proses persalinan, obesitas, penyakit Parkinson atau
multipel sklerosis, atau kerusakan uretra akibat tindakan operasi.
·
Penyebab Inkontinensia luapan.
Tersumbatnya
kandung kemih biasanya terjadi akibat pembesaran kelenjar prostat, adanya batu
kandung kemih, adanya kerusakan saraf, atau konstipasi.
·
Penyebab Inkontinensia total.
Kandung
kemih tidak mampu menampung urine sama sekali umumnya dikarenakan adanya
gangguan pada kandung kemih sejak lahir, cedera pada saraf tulang belakang,
serta munculnya lubang (bladder fistula) di antara kandung kemih dan
organ sekitanya, misalnya vagina.
Selain itu, beberapa obat-obatan juga dapat
mengganggu proses penyimpanan dan penyaluran urine yang normal, serta dapat
meningkatkan produksi urine. Obat-obatan tersebut adalah:
·
Obat anti-depresan.
·
Obat untuk hormone replacement
therapy (HRT).
·
Obat sedatif.
·
Penghambat enzim pengubah angiotensin
(ACE inhibitor).
·
Diuretik.
Faktor Resiko Inkontinensia Urine
Ada beberapa faktor yang memperbesar risiko
seseorang mengalami inkontinensia urine, yaitu:
·
Kelebihan berat badan. Berat badan yang berlebih akan menambah
tekanan dan melemahkan otot-otot kandung kemih.
·
Bertambah usia. Otot pada pada kandung
kemih dan uretra akan semakin melemah ketika usia seseorang bertambah tua.
·
Menderita gejala salurankemih bawah (LUTS).
·
Penyakit lainnya. Diabetes atau penyakit
neurologis lainnya dapat meningkatkan resiko seseorang menderita inkontinensia
urine.
·
Faktor keturunan. Kemungkinan seseorang
terkena inkontinensia urine akan lebih besar jika ada anggota keluarga yang
menderitanya.
·
Bejenis kelamin wanita. Inkontinensia
tekanan lebih beresiko menyerang wanita, karena bentuk anatominya. Selain itu
wanita juga mengalami kehamilan, melahirkan, dan menopause yang memperbesar
resiko inkontinensia urine.
Diagnosis Inkontinensia Urine
Dalam mendiagnosis inkontinensia
urine, dokter mungkin akan bertanya tentang gejala yang dirasakan dan riwayat
medis, kemudian baru melakukan pemeriksaan fisik pada pasien.
Selain pemeriksaan fisik, dokter
biasanya juga akan menjalankan beberapa pemeriksaan seperti:
·
Analisis urine.
Dokter
akan meneliti sampel urine pasien untuk mencari ada tidaknya tanda infeksi,
kandungan darah atau kondisi abnormal lainnya.
·
Uji dipstick.
Dokter
akan menyelupkan stik khusus yang sudah dilumuri bahan kimia khusus ke dalam
sampel urine pasien. Stik ini dapat berubah warna jika ditemukan bakteri atau
kandungan abnrmal lain dalam sampel urine.
·
Sistogram.
Dokter
akan memasukkan selang kateter ke dalam uretra serta kandung kemih untuk
menyuntikkan cairan warna khusus, untuk kemudian dilihat menggunakan pencitraan
sinar-X.
·
Tes sisa urine.
Akan
dilakukan untuk melihat jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah
pasien buang air kecil.
·
Ultrasonografi pelvis.
Digunakan
untuk melihat ada tidaknya kelainan pada struktur saluran kemih.
·
Pemeriksaan urodinamik.
Tes
dilakukan dengan cara memasang selang kateter melalui uretra menuju ke kandung
kemih, kemudian diisi air. Tes ini dilakukan untuk menguji kekuatan kandung
kemih untuk menampung cairan serta kekuatan otot uretra.
·
Sistoskopi.
Dokter
akan memasukkan sebuah alat berupa selang kecil dengan kamera melalui uretra.
Kelainan di sepanjang saluran kemih akan tampak dari kamera tersebut.
Pengobatan dan Komplikasi Inkontinensia Urine
Penanganan terhadap penderita
inkontinensia urine dibedakan berdasarkan jenis inkontinensia urine yang
diderita serta tingkat keparahan gejala yang dirasakan penderita. Ada dua jenis
penanganan untuk penderita inkontinensia urine yaitu penanganan non-bedah,
serta penanganan bedah.
Ada beberapa hal yang akan dilakukan
dokter untuk menangani penderita inkontinensia urine dengan penanganan
non-bedah, yaitu:
·
Mengubah gaya hidup sipenderita.
Dokter
akan menyarankan penderita untuk mengurangi konsumsi kafein, menyesuaikan kadar
cairan yang dikonsumsi penderita setiap hari, dan menyesuaikan berat badan penderita
menjadi ideal.
·
Alat bantu medis.
Contohnya
seperti memasukkan alat kecil sekali pakai seperti tampon ke dalam uretra
sebelum melakukan aktivitas tertentu, serta pemasangan pesarium (untuk wanita)
yang dapat membantu mencegah kebocoran urine.
·
Melatih otot-otot panggul bawah (senam
kegel).
Jika
penderita tidak mampu untuk membuat otot-otot tersebut berkontraksi, maka
dokter bisa menggunakan alat bantu seperti stimulasi elektrik atau kerucut
vagina.
·
Terapi intervensi.
Contohnya
adalah penyuntikan zat sintetis ke dalam jaringan di sekitar uretra,
penyuntikan Botox ke dalam otot kandung kemih serta stimulasi saraf yang
berfungsi mengontrol kandung kemih dapat membantu menangani inkontinensia
urine.
·
Latihan kandung kemih.
Penderita
akan diajari teknik untuk menahan buang air kecil. Latihan ini biasanya
membutuhkan waktu kurang lebih satu setengah bulan.
·
Pemberian obat-obatan.
Ada
beberapa obat yang bisa dikonsumsi untuk menangani inkontinensia urine seperti
obat golongan antimuskarinik, antikolinergik, obat penghambat alfa (alpha
blocker), atau obat oles estrogen.
·
Stimulasi elektrik ke beberapa saraf.
Seperti
saraf sacralis yang terletak pada bagian bawah punggung dan saraf posterior
tibialis yang menjalar dari kaki kaki hingga pergelangan kaki.
·
Pemasangan kateter.
Ini
biasanya diterapkan untuk mengurangi terjadinya inkontinensia luapan.
Jika penanganan non-bedah belum mampu untuk
mengatasi inkontinensia urine, maka dokter akan mengambil tindakan pembedahan.
Beberapa tindakan pembedahan yang bisa dilakukan untuk mengatasi inkontinensia
urine adalah:
·
Prosedur plester.
Biasanya
dilakukan pada wanita dengan inkontinensia stres. Plester plastik akan
diikatkan di belakang uretra, dengan tujuan untuk menopang uretra pada posisi
yang benar, sehingga mengurangi kebocoran urine akibat tekanan.
·
Kolposuspensi.
Dalam
prosedur bedah ini dokter akan menaikkan leher kandung kemih pasien, kemudian
menjahitnya untuk mencegah kebocoran saat mendapat tekanan.
·
Prosedur sling.
Dimana
dokter akan memasang sling di sekeliling leher kandung kemih untuk
menahannya dan mencegah kebocoran urine. Sling dapat terbuat dari
bahan sintetis, jaringan tubuh bagian lain, jaringan tubuh orang lain, atau
jaringan tubuh hewan.
·
Urethral bulking agent.
Adalah
bahan yang disuntikkan ke dinding uretra wanita. Bahan ini akan meningkatkan
ketebalan dinding uretra sehingga lebih kuat menahan tampungan urine.
·
Pemasangan otot sphincter artificial.
Adalah
otot berbentuk cincin yang akan selalu menutup untuk mencegah aliran urine dari
kandung kemih ke uretra.
·
Sistoplasti augmentasi.
Pada
prosedur ini, dokter dan ahli bedah akan membuat kandung kemih penderita lebih
besar dengan cara menambahkan sebagian jaringan dari usus penderita ke dinding
kandung kemih. Namun, usai melakukan tindakan ini, penderita hanya bisa buang
air kecil melalui selang kateter.
·
Pembedahan prolaps.
Untuk
menormalkan kembali posisi organ pada penderita inkontinensia urine akibat
prolaps organ panggul.
Jika tidak ditangani dengan benar, penderita
inkontinensia urine dapat mengalami beberapa komplikasi seperti:
·
Infeksi saluran kemih.
Orang
dengan inkontinensia urine memiliki risiko lebih besar untuk mengalami infeksi
pada saluran kemihnya.
·
Gangguan pada kulit.
Ruam,
infeksi kulit dan luka dapat muncul jika kulit terus menerus dalam keadaan
basah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar