Pengertian Ascariasis
Ascariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang. Cacing ini adalah jenis parasit yang bisa hidup dan berkembang biak di dalam usus manusia.
Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui. Diperkirakan prevalensi di dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah tropis dan di negara berkembang dimana sering terjadi kontaminasi tanah oleh tinja manusia atau penggunaan tinja sebagai pupuk (Soegijanto, 2005).
Infeksi akibat cacing ini biasanya tidak menyebabkan gejala spesifik. Namun, jumlah cacing gelang yang sangat banyak dalam usus berpotensi memicu gejala serta komplikasi yang serius.
Epidemiologi
Ascariasis
merupakan infeksi cacing pada manusia yang angka kejadian sakitnya tinggi
terutama di daerah tropis dimana tanah memiliki kondisi yang sesuai untuk
kematangan telur di dalam tanah.
Menurut
Berhman (1999), telur-telur Ascaris lumbricoides ini terbukti tetap infektif
pada tanah selama berbulan-bulan dan dapat bertahan hidup di cuaca yang lebih
dingin (5-10oC) selama 2 tahun. Diperkirakan hampir 1 miliar
penduduk terinfeksi dan prevalensi pada komunitas-komunitas tertentu lebih
besar dari 80%. Prevalensi
dilaporkan terjadi di lembah sungai Yangtze di Cina. Masyarakat yang memiliki
sosial ekonomi yang rendah memiliki prevalensi infeksi yang tinggi, demikian
juga pada masyarakat yang menggunakan tinja sebagai pupuk dan dengan kondisi
geografis yang medukung. Penyebaran terutama melalui tangan ke mulut (hand to
molth) dapat juga melalui sayuran atau buah yang terkontaminasi.
Prevalensi
dan intensitas gejala symtomatik yang paling tinggi terjadi pada anak-anak,
yang paling sering ditemui adalah obstruksi intestinal. Di antara anak-anak
usia 1-12 tahun yang berada di Rumah Sakit Cape Town dengan keluhan abdominal
antara 1958-1962, 12.8 % dari infeksinya di sebabkan oleh Ascaris lumbricoides.
Anak-anak dengan ascariasis kronis dapat menyebabkan pertumbuhan lambat terkait
dengan jumlah makanan yang di makan. Orang dewasa sering mengalami komplikasi
bilier akibat migrasi cacing dewasa yang mungkin didorong oleh penyakit lain
seperti demam malaria. Di Damaskus, 300 orang yang mengalami ascariasis pada
1988-1993, 98% mengalami nyeri perut; 4,3% radang akut kelenjar pankreas ; 1,3%
obstructive jaundise ; dan 25% worm emesis. Lebih dari 80% dari pasien ini
mempunyai cholecytectomy sebeumnya (Soegijanto, 2005).
Menurut WHO,
intestinal obstruction pada anak-anak menyebabkan komplikasi fatal, menyebabkan
8.000-100.000 kematian pertahun.
Komplikasi
Komplikasi
dari penyakit Ascariasis adalah
sebagai berikut :
- Spoilative action
Anak yang menderita askariasis umumnya dalam
keadaan distrofi. Pada penyelidikan ternyata askariasis hanya mengambil sedikit
karbohidrat ”hospes”, sedangkan protein dan lemak tidak diambilnya. Juga
askariasis tidak mengambil darah hospes. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
distrofi pada penderita askariasis disebabkan oleh diare dan anoreksia
-
Toksin
Chimura dan Fuji
berhasil menbuat ekstrak askariasis yang disebut askaron yang kemudian ketika
disuntikkan pada binatang percobaan (kuda) menyebabkan renjatan dan kematian,
tetapi kemudian pada penyelidikan berikutnya tidak ditemukan toksin yang
spesifik dari askaris. Mungkin renjatan yang terjadi tersebut disebabkan oleh
protein asing.
-
Alergi
Terutama disebabkan larva yang dalam siklusnya masuk
kedalam darah, sehingga sesudah siklus pertama timbul alergi terhadap protein
askaris. Karenanya pada siklus berikut dapat timbul manifestasi alergi berupa
asma bronkiale, ultikaria, hipereosinofilia, dan sindrom .
Loffler. Simdrom Loffler merupakan kelainan dimana
terdapat infiltrat (eosinofil) dalam paru yang menyerupai bronkopneumonia
atipik. Infiltrat cepat menghilang sendiri dan cepat timbul lagi dibagian paru
lain. Gambaran radiologisnya menyerupai tuberkulosis miliaris.Disamping itu
terdapat hiperesinofilia (40-70%). Sindrom ini diduga disebabkan oleh larva
yang masuk ke dalam lumen alveolus, diikuti oleh sel eosinofil. Tetapi masih
diragukan, karena misalnya di indonesia dengan infeksi askaris yang sangat
banyak, sindrom ini sangat jarang terdapat, sedangkan di daerah denagn jumlah
penderita askariasis yang rendah, kadang-kadang juga ditemukan sindrom ini.
-
Traumatik action
Askaris dapat
menyebabkan abses di dinding usus, perforasi dan kemudian peritonitis. Yang
lebih sering terjadi cacing-cacing askaris ini berkumpul dalam usus,
menyebabkan obstuksi usus dengan segala akibatnya. Anak dengan gejala demikian
segera dikirim ke bagian radiologi untuk dilakukan pemeriksaan dengan barium
enema guna mengetahui letak obstruksi. Biasanya dengan tindakan ini cacing-cacing
juga dapat terlepas dari gumpalannya sehingga obstruksi dapat dihilangkan. Jika
cara ini tidak menolong, maka dilakukan tindakan operatif. Pada foto rontgen
akan tampak gambaran garis-garis panjang dan gelap (filling defect).
-
Errantic action
Askaris dapat
berada dalam lambung sehingga menimbulkan gejala mual, muntah, nyeri perut
terutama di daerah epigastrium, kolik. Gejala hilang bila cacing dapat keluar
bersama muntah. Dari nasofaring cacing dapat ke tuba Eustachii sehingga dapat
timbul otitis media akut (OMA) kemudian bila terjadi perforasi, cacing akan
keluar. Selain melalui jalan tersebut cacing dari nasofaring dapat menuju
laring, kemudian trakea dan bronkus sehingga terjadi afiksia. Askaris dapat
menetap di dalam duktus koledopus dan bila menyumbat saluran tersebut, dapat
terjadi ikterus obstruktif. Cacing dapat juga menyebabkan iritasi dan infeksi
sekunder hati jika terdapat dalam jumlah banyak dalam kolon maka dapat
merangsang dan menyebabkan diare yang berat sehingga dapat timbul apendisitis akut.
-
Irritative Action
Terutama terjadi
jika terdapat banyak cacing dalam usus halus maupun kolon. Akibat hal ini dapat
terjadi diare dan muntah sehingga dapat terjadi dehidrasi dan asidosis dan bila
berlangsung menahun dapat terjadi malnutrisi.
-
Komplikasi lain
Dalam
siklusnya larva dapat masuk ke otak sehingga timbul abses-abses kecil; ke
ginjal menyebabkan nefritis; ke hati menyebabkan abses-abses kecil dan
hepatitis. Di indonesia komplikasi ini jarang terjadi tetapi di srilangka dan
Filipina banyak menyebabkan kematian.
Gejala-gejala Ascariasis
Apabila ada gejala yang muncul, terdapat dua fase
indikasi yang biasanya dialami oleh pengidap ascariasis, yaitu fase awal dan
lanjut.
Pada fase lanjut, larva-larva telah berpindah ke usus dan berkembang menjadi cacing dewasa. Ascariasis ringan hingga menengah akan memicu gejala sakit perut, mual, muntah, diare, atau munculnya darah pada tinja.
Semakin banyak jumlah cacing gelang yang ada dalam tubuh, gejala yang dialami oleh pengidap akan semakin memburuk. Ascariasis yang parah akibat banyaknya jumlah cacing gelang di dalam usus akan menyebabkan gejala-gejala berupa:
- Sakit perut yang parah.
- Muntah-muntah.
- Kelelahan.
- Adanya cacing dalam muntah atau tinja.
- Penurunan berat badan.
Periksakanlah
diri Anda ke dokter jika mengalami gejala-gejala tersebut agar penanganan dapat
segera dilakukan.
Gejala-gejala Ascariasis
Apabila ada gejala yang muncul, terdapat dua fase
indikasi yang biasanya dialami oleh pengidap ascariasis, yaitu fase awal dan
lanjut.
Pada fase lanjut, larva-larva telah berpindah ke usus dan berkembang menjadi cacing dewasa. Ascariasis ringan hingga menengah akan memicu gejala sakit perut, mual, muntah, diare, atau munculnya darah pada tinja.
Semakin banyak jumlah cacing gelang yang ada dalam tubuh, gejala yang dialami oleh pengidap akan semakin memburuk. Ascariasis yang parah akibat banyaknya jumlah cacing gelang di dalam usus akan menyebabkan gejala-gejala berupa:
- Sakit perut yang parah.
- Muntah-muntah.
- Kelelahan.
- Adanya cacing dalam muntah atau tinja.
- Penurunan berat badan.
Periksakanlah
diri Anda ke dokter jika mengalami gejala-gejala tersebut agar penanganan dapat
segera dilakukan.
Penularan
dan Faktor Resiko Ascariasis
Ascariasis
dapat terjadi apabila Anda menelan telur-telur cacing gelang yang terdapat
dalam air atau makanan. Bahan makanan yang tumbuh pada tanah yang
terkontaminasi telur cacing gelang juga bisa menjadi sumber penyebab
ascariasis.
Diagnosis Ascariasis
Tes darah
dapat dilakukan untuk melihat adanya kenaikan sel darah putih tertentu yang
disebut sebagai eosinophilia,
tapi ini tidak spesifik untuk memastikan adanya infeksi Ascaris. Pemeriksaan
lanjutan dengan menggunakan X-ray,
USG, atau CT scan dan MRI guna melihat apakah ada
larva di paru-paru, cacing dewasa pada organ hati atau pankreas, gumpalan cacing-cacing
yang menyumbat saluran hati atau pankreas.
Pengobatan Ascariasis
Ascariasis
dapat ditangani dan disembuhkan dengan obat anti-parasit. Sejumlah obat yang
umumnya diberikan oleh dokter adalah:
- Mebendazole. Obat ini dianjurkan bagi pasien berusia 1 tahun ke atas. Efek samping yang berpotensi muncul meliputi diare, ruam kulit, serta sering buang angin.
- Piperazine. Bayi berusia 3 hingga 11 bulan biasanya disarankan mengonsumsi obat ini sebanyak 1 kali saja. Sakit perut, diare, mual, muntah, serta kolik merupakan beberapa efek samping dari piperazine.
- Albendazole. Obat ini biasanya dianjurkan untuk dikonsumsi sebanyak 2 kali sehari. Sakit perut, mual, muntah, pusing, serta ruam kulit adalah beberapa efek samping yang mungkin dialami oleh pasien setelah meminum albendazole.
Pencegahan Ascariasis
Sama
seperti penyakit lain, mencegah ascariasis tentu saja lebih baik daripada
mengobati. Pencegahan paling efektif untuk infeksi ini adalah dengan menjaga
kebersihan. Beberapa langkah pencegahan sederhana yang bisa kita lakukan
adalah:
- Senantiasa mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, misalnya sebelum makan, memasak, maupun setelah buang air besar.
- Pastikan masakan benar-benar matang sebelum mengonsumsinya.
- Minumlah air dalam kemasan yang tersegel ketika bepergian. Jika tidak tersedia, masaklah air hingga mendidih sebelum meminumnya.
- Konsumsi buah-buahan yang bisa dikupas, misalnya jeruk atau apel.
DAFTAR
PUSTAKA
- Soegijanto, Soegeng.2005.Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia Jilid 4. Surabaya : Airlangga University Press.
- Brown HW, 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedi. Jakarta.
- Viqar Z., Loh AK, 1999. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran. Penerbit Binacipta.
- Onggowaluyo, Samidjo Jangkung.2001. Parasitologi Medik 1 Helmintologi.EGC:Jakarta.
- Berhman RE, Kliegman RM, dan Arvin AM. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Editor edisi bahasa Indonesia A. Samik Wahab. Edisi 15. Volume 2. Jakarta: EGC.
- Rudolph, Abraham M. dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Editor edisi bahasa Indonesia A. Samik Wahab. Edisi 20. Volume 1. Jakarta : EGC.
- Soegijanto, Soegeng. 2005. Kumpulan Makalah Penyakit Ttopis dan Infeksi di Indonesia. Cetakan 1. Surabaya : Airlangga University Press.
- Soegijanto, Soegeng.2005.Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia Jilid 4. Surabaya : Airlangga University Press.
- Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, (terjemahan) Edisi 8, EGC, Jakarta.
- Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., Parasitologi Kedokteran (terjemahan), EGC , Jakarta.
- Garcia, L.S., Bruchner, D.A., 1996, Diagnostik Parasitologi Kedokteran (terjemahan),EGC, Jakarta.
- Noer, S., 1996, buku ajar ilmu penyakit dalam , Edisi 3, FKUI, Jakarta.
- Price, S.A., Wilson, L.M., 1995,Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, (terjemahan), Edisi 4, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar