Pengertian
Depresi
Semua orang pernah merasa sedih, tapi ketika kita mengalami depresi, suasana hati yang sedih berlangsung hingga berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Kondisi ini akan sangat memengaruhi perasaan, perilaku, dan pola berpikir Anda.
Banyak orang yang menganggap depresi adalah sesuatu yang sepele dan bisa hilang dengan sendirinya, padahal sebenarnya depresi adalah bentuk suatu penyakit yang lebih dari sekadar perubahan emosi sementara. Depresi bukanlah kondisi yang bisa diubah dengan cepat atau secara langsung.
Akibat depresi, kegiatan sehari-hari seperti bersekolah atau bekerja menjadi tidak menyenangkan. Bahkan untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain maupun keluarga sendiri terasa begitu berat. Depresi bisa membuat Anda merasa hidup ini tidak ada gunanya, bahkan dapat memicu penderita untuk melakukan bunuh diri.
Menurut catatan WHO, setidaknya 350 juta orang mengalami depresi di dunia. Masih banyak penderita depresi yang tidak mengakui kondisi mereka, sehingga tidak pernah ditangani atau setidaknya dibicarakan. Depresi lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki.
Terdapat hampir satu juta orang di dunia melakukan bunuh diri akibat depresi. Diperkirakan dari dua puluh orang yang berniat untuk melakukan bunuh diri, satu orang dari mereka berakhir tewas.
Gejala
Depresi
Selain rasa sedih yang berkelanjutan, penderita depresi juga merasa putus asa dan tidak bisa berpikir positif tentang masa depan. Depresi akan berdampak kepada produktivitas penderitanya dan kepada hubungan sosial dengan orang-orang terdekatnya juga.
Penderita depresi akan merasa kesulitan dalam bekerja dengan baik. Mereka juga menjauhi kegiatan sosial atau bahkan mengasingkan diri sepenuhnya. Bahkan, depresi bisa membuat kita tidak bisa menikmati hobi atau kegiatan yang sebelumnya disukai. Keluarga dan orang-orang terdekat cenderung dijauhi.
Berikut ini adalah gejala psikologis akibat depresi yang diderita:
·
Selalu dibebani rasa bersalah.
·
Merasa putus asa.
·
Selalu merasa cemas.
·
Suasana hati yang buruk atau sedih
secara berkelanjutan.
·
Mudah marah atau sensitive.
·
Mudah menangis.
·
Perasaan khawatir yang berlebihan.
·
Merasa sangat rendah diri.
·
Kesulitan dalam mengambil keputusan.
·
Gerakan tubuh, ucapan dan pemikiran yang
lambat.
·
Tidak ada motivasi hidup dan tidak
peduli dengan apa yang terjadi di lingkungan.
·
Tidak bisa menikmati kebahagiaan hidup
seperti dari berhubungan intim.
·
Berkeinginan untuk bunuh diri.
Sedangkan gejala non-psikologis yang ditimbulkan
akibat depresi adalah:
·
Selalu merasa kelelahan.
·
Rasa sakit atau nyeri tanpa alasan yang
jelas.
·
Perubahan siklus menstruasi pada wanita.
·
Gangguan pola tidur.
·
Konstipasi.
·
Pergerakan tubuh dan cara bicara yang
lebih lambat dari biasanya.
·
Tidak ada gairah seksual.
·
Sulit berkonsentrasi dan susah mengingat.
·
Kehilangan selera makan dan berat badan
menurun.
Depresi Kehamilan
Masa kehamilan adalah masa ketika wanita menjadi
lebih rentan untuk mengalami depresi. Depresi umumnya terjadi mendekati waktu
atau setelah melahirkan. 10-20% wanita yang baru melahirkan mengalami depresi.
Depresi setelah melahirkan akan ditangani seperti kasus depresi lain yaitu
dengan obat-obatan antidepresan, dengan menjalani terapi dan konsultasi.
Fase Depresi pada Gangguan Bipolar
Kondisi ini sering disebut sebagai depresi manik.
Gangguan bipolar adalah kelainan suasana hati yang kompleks. Penderita bipolar
bisa merasa sedih atau depresi pada tingkatan ekstrem. Sebaliknya, dia juga
bisa merasa bahagia secara berlebihan. Perasaan bahagia yang ekstrem bisa
membuat penderita melakukan kegiatan yang merugikan, misalnya menghabiskan
seluruh tabungan atau melakukan seks bebas dengan sembarangan.
Tingkat Depresi
·
Depresi ringan.
Sementara,
alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses komunikasi social dan rasa
tidak nyaman.
·
Depresi sedang.
1. Afek
: murung, cemas, kesal, marah, menangis.
2. Proses
pikir : perasaan sempit, berfikir
lambat, berkurang komunikasi verbal, komunikasi non verbal meningkat.
3. Pola
komunikasi : bicara lambat,berkurang
komunikasi verbal, komunikasi non verbal meningkat.
4. Partisipasi
sosial : menarik diri, tak mau bekerja/ sekolah, mudah tersinggung.
·
Depresi Berat.
1. Gangguan
Afek : pandangan kosong, perasaan hampa, murung, inisiatif berkurang.
2. Gangguan
proses pikir.
3. Sensasi
somatic dan aktivitas motorik : diam dalam waktu lama, tiba-tiba hiperaktif,
kurang merawat diri, tak mau makan dan minum, menarik diri, tidak peduli dengan
lingkungan.
Penyebab
Depresi
Depresi bisa terjadi pada usia berapa pun, tapi risiko mengalami depresi meningkat seiring dengan usia. Berikut ini adalah beberapa faktor pemicu atau pun penyebab munculnya depresi:
·
Kejadian yang menimbulkan trauma.
Banyak
kejadian bisa mengakibatkan depresi. Orang terkadang membutuhkan waktu yang
lama untuk menerima kejadian yang menimbulkan trauma. Jika tidak bisa
menerimanya, orang akan lebih berisiko mengalami depresi. Beberapa contoh
kejadiannya adalah penyiksaan atau pelecehan, kematian seseorang yang dikasihi,
kesepian akibat terisolasi, masalah dalam hubungan (pernikahan, persahabatan,
keluarga, percintaan, dan rekan kerja), serta kesulitan ekonomi.
·
Penyakit serius.
Terkadang
depresi muncul secara bersamaan atau sebagai reaksi dari penyakit yang serius.
Beberapa penyakit kronis dan mengancam nyawa bisa meningkatkan risiko
terjadinya depresi. Contohnya HIV / AIDS, penyakit jantung koroner,
diabetes,dan kanker.
·
Kepribadian.
Merasa
rendah diri, terlalu keras dalam menilai diri sendiri dan ketergantungan pada
orang lain bisa berakibat kepada munculnya depresi. Kepribadian seperti ini
bisa diturunkan dari orang tua. Pengalaman yang dialami dan cara asuhan orang
tua juga berperan dalam kepribadian seseorang.
·
Faktor keturunan atau riwayat kesehatan
keluarga
Memiliki keluarga yang memiliki sejarah
depresi, gangguanbiopolar, kecanduan alcohol, dan bunuh diri bisa meningkatkan
risiko seseorang mengalami depresi.
·
Setelah melahirkan.
Perubahan hormon dan juga fisik pada
wanita setelah melahirkan sangat berpengaruh dalam pola pikir wanita tersebut.
Ditambah lagi, penambahan tanggung jawab serta kehidupan baru karena adanya
sang bayi juga bisa meningkatkan risiko terjadinya depresi pascakelahiran.
·
Minuman keras dan narkoba.
Banyak orang berusaha melarikan diri
dari permasalahannya dengan minum minuman keras atau mengonsumsi narkoba.
Justru, minuman keras dianggap sebagai obat depresan kuat sehingga memicu dan
memperparah depresi yang dialami.
·
Obat-obatan tertentu.
Beberapa obat-obatan bisa meningkatkan
risiko Anda terkena depresi. Misalnya obat tidur, obat untuk hipertensi, obat
untuk mengatasi jerawat dan kortikosteroid. Tanyakan kepada dokter
tentang efek samping obat-obatan dan jika ingin berhenti mengonsumsi obat,
tanyakan pada dokter terlebih dahulu.
Pengobatan
Depresi
Terkadang saat seseorang mengalami depresi, mereka sulit membayangkan ada pengobatan yang bisa membantu. Pada kenyataannya, depresi akan lebih mudah disembuhkan jika lebih cepat ditangani. Bersikaplah terbuka kepada dokter Anda.
Penanganan yang dilakukan oleh dokter tergantung kepada jenis dan penyebab depresi yang sedang diderita.
1. Penanganan
Sendiri
Jika
depresi tergolong ringan yaitu depresi dengan gejala-gejala yang tidak terlalu
mengganggu rutinitas sehari-hari penderitanya, penanganan sendiri bisa cukup
efektif. Terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan sendiri untuk menangani
depresi.
Langkah-langkah
yang bisa dijalankan adalah:
a. Belajar
tentang depresi.
Memahami
lebih jauh tentang penyakit yang dialami bisa membantu dan memotivasi Anda
dalam menjalani pengobatan yang dilakukan. Agar keluarga memberikan dukungan
sepenuhnya, mintalah mereka mempelajari tentang depresi.
b. Berolahraga.
Kegiatan
ini bisa membantu mengurangi gejala depresi. Lakukan olahraga seperti berjalan,
berenang, lari, berkebun atau aktivitas fisik lainnya. Fungsi utama berolahraga
adalah meningkatkan rasa kepercayaan diri dan mengurangi perasaan cemas serta
sedih. Selain itu, olahraga juga mampu meningkatkan kualitas tidur seseorang.
c. Tidur
secukupnya.
Tidur
yang cukup juga sangat penting bagi kesehatan mental dan juga fisik.
d. Meditasi
atau yoga.
Kegiatan
ini bisa membantu dalam hal relaksasi. Dengan belajar cara mengendalikan dan
menenangkan pikiran, gejala depresi bisa menjadi lebih ringan.
e. Menghindari
minuman keras, rokok dan narkoba.
Rokok,
minuman keras maupun narkoba pada awalnya mungkin terlihat membantu, sebenarnya
ini hanya akan menambah masalah untuk jangka panjang.
f. Komunitas
pendukung.
Membicarakan
masalah Anda dengan sekelompok orang dengan pengalaman yang sama bisa
mengurangi beban yang dirasakan. Anda bisa memulai dengan berbicara dengan
teman atau keluarga terdekat. Cari tahu tentang kelompok pendukung di daerah
Anda.
Ketika Anda mengalami depresi, usahakan untuk
membicarakan apa pun yang Anda rasakan dengan orang dekat Anda. Setidaknya Anda
bisa menjelaskan kepada dokter yang menangani. Jangan pernah membuat keputusan
apa pun saat Anda merasa sedih atau sedang mengalami gejala-gejala depresi.
2. Terapi Bicara
Ketika Anda mengalami depresi, usahakan untuk
membicarakan apa pun yang Anda rasakan dengan orang dekat Anda. Setidaknya Anda
bisa menjelaskan kepada dokter yang menangani. Jangan pernah membuat keputusan
apa pun saat Anda merasa sedih atau sedang mengalami gejala-gejala depresi:
·
Cognitive Behavior Therapy (CBT).
Diterapkan
pada orang-orang yang tersandera oleh pola pikir tertentu yang merugikan
mereka. Sebagai contoh, ada seorang wanita yang sangat tidak percaya diri dan
tidak berani melakukan apa pun karena sejak kecil ibunya sering mengkritik. CBT
akan membantunya untuk melepaskan diri dari pikiran dan perasaan negatif akibat
hal tersebut dan menggantinya dengan respons positif seperti “saya wanita
mandiri yang dapat mencapai apa pun yang saya inginkan.”
·
Interpersonal Therapy (IPT).
Prinsip
dasar IPT adalah bahwa meningkatkan pola komunikasi dan interaksi dengan orang
lain dapat membantu meringankan depresi. IPT membantu menganalisis penyebab
konflik dengan orang lain seperti pertengkaran dengan anggota keluarga atau
konflik dengan rekan kerja.
·
Therapy Psikodinamis.
Therapy
ini membantu memahami bagaimana emosi memengaruhi perilaku pengidap depresi.
Pasien akan dibantu untuk memahami dan mencari jalan keluar atas masalahnya.
Terapi-terapi di atas umumnya dilakukan oleh
psikiater, psikolog atau terapis ahli.
3.
Obat-obatan yang dipakai untuk mengatasi depresi.
Selain penanganan sendiri, depresi juga bisa ditangani
dengan obat-obatan. Terutama untuk kasus depresi yang lebih parah,
langkah-langkah di atas akan perlu ditunjang dengan obat-obatan berikut:
·
Antidepresan.
Obat
ini digunakan untuk mengatasi gejala-gejala depresi. Ada banyak pilihan obat
antidepresan. Obat ini diberikan sesuai resep dokter. Tingkat keberhasilan dan
dampak dari obat antidepresan berbeda-beda pada tiap orang. Contoh obat
antidepresan adalah fluoxetin, citalopram dan amitriptylin. Pemakaian obat
antidepresan umumnya akan memerlukan pemantauan dokter secara teratur terutama
pada awal pemakaian.
·
Lithium.
Terdapat
dua jenis dari obat ini, yaitu lithium karbonat dan lithium sitrat. Obat ini
digunakan jika antidepresan tidak cukup kuat untuk meredakan gejala depresi
yang dirasakan. Lithium bisa berubah menjadi racun jika kadarnya terlalu tinggi
di dalam darah. Oleh karena itu, penderita yang mengonsumsi lithium perlu
melakukan tes secara teratur untuk mengawasi tingkat lithium dalam darah. Konsumsi
garam juga perlu dikurangi karena dapat memicu efek keracunan akibat lithium.
Penyakit depresi yang parah dan tidak ditangani
dapat menyebabkan penderita kehilangan motivasi untuk hidup dan akhirnya
memutuskan untuk bunuh diri. Usahakan untuk membicarakan masalah apa pun dengan
orang-orang terdekat Anda atau dengan dokter. Kenali gejala-gejala depresi jika
terjadi pada orang-orang di sekitar Anda. Makin cepat penanganan dan pengobatan
yang dilakukan, maka peluang kesembuhan secara menyeluruh menjadi lebih tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Daradjat
zakiah, Kesehatan Mental. Jakarta. PT. Gunung Agung,1968).
·
Davidson,
Gerald C., 2006, Psikoloogi Abnormal, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
·
Departemen
Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
·
Dirgagunarsa,
Singgih. 1982. Pengantar Psikologi. Jakarta : Mutiara Sumber Widya.
·
Durand,
V. Mark, 2006, Psikologi Abnormal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
·
Jacoby,
David B., 2009, Pustaka Kesehatan Populer, PT Bhuana Ilmu Populer.
·
Kapita
Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura.
Kedokteran Universitas Tanjungpura.
·
Kaplan,
Harold L., dkk, 1997, Sinopsis Psikiatri Jilid 2, Jakarta: Binarupa
Aksara.
·
Lumongga
Namora. (2009). Depresi Tinjauan
Psikologis, Jakarta: Kencana Pranada.
·
Makmum
Khairani, Psikologi Umum,(Yokyakarta:aswaja Pressindo) 172.
·
Maramis,
W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan.
Airlangga University Press : Surabaya.
Airlangga University Press : Surabaya.
·
Maslim,
Rusdi, 2003, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
·
Meier,
Paul, dkk, 2000, Mengendalikan Mood Anda, Yogyakarta: Yayasan Andi.
·
Namora
Lumangga Lubis,Depresi Tinjauan Psikologis,(Jakarta:Kencana,2009) 22-29
·
Nevid,
J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga :
Jakarta.
Jakarta.
·
Tomb,
D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar