Pengertian
Gangguan Bipolar
Pada fase turun atau yang disebut sebagai periode depresi, penderita gangguan bipolar biasanya akan terlihat sedih, lesu, dan tidak bergairah. Sedangkan pada fase naik atau mania, penderita kondisi ini bisa menjadi sangat bersemangat, enerjik, dan banyak bicara.
Jika dilihat dari perputaran episode suasana hati, ada penderita gangguan bipolar yang mengalami keadaan normal di antara mania dan depresi. Meski begitu, ada sebagian penderita yang mengalami perputaran cepat dari fase ke fase tanpa adanya periode normal. Tiap fase gejala yang tergolong parah dapat berlangsung hingga beberapa minggu.
Pada gangguan bipolar, ada juga penderita yang mengalami mania dan depresi secara bersamaan. Misalnya, ketika penderita merasa sangat berenerjik, di saat bersamaan dirinya juga merasa sangat sedih dan putus asa. Gejala yang jarang terjadi ini dinamakan dengan periode campuran.
Gejala Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar merupakan salah satu penyakit
kejiwaan yang menyebabkan penderita mengalami perubahan suasana hati secara
drastis dari mania menjadi depresi atau sebaliknya. Karena itu gejala yang
muncul pada penderita dengan kondisi ini akan tergantung kepada fase suasana
hati mana yang tengah dia alami.
1.
Gejala-gejala pada fase mania.
Fase
mania ditandai dengan kenaikan suasana hati secara signifikan sehingga
menyebabkan penderita gangguan bipolar yang mengalaminya akan merasa sangat
gembira dan bersemangat. Mereka merasa sangat berenerjik dan merasa tidak lelah
walau kurang tidur. Kondisi-kondisi itu membuat mereka menjadi banyak bicara
dengan sangat cepat dan mengalami peningkatan libido.
Mania juga membuat ego penderita
menjadi tinggi sehingga tidak jarang mereka menjadi mudah tersinggung dan
terusik, merasa dirinya sangat penting, merasa sangat bangga terhadap dirinya
sendiri, dan dapat melakukan hal-hal sembrono seperti menghabiskan tabungan
atau membuat keputusan besar yang berisiko tinggi atau yang merugikan diri
sendiri maupun orang lain.
Kadang-kadang pada kasus bipolar
yang parah, penderita juga bisa mengalami gejala psikotik berupa delusi dan
halusinasi. Saat berhalusinasi, seseorang akan merasa seperti mendengar atau
melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, dan saat mengalami delusi, seseorang
akan meyakini sesuatu yang pada umumnya tidak masuk akal atau tidak benar.
2. Gejala-gejala pada fase depresi.
Kebalikan
dari fase mania adalah fase depresi. Fase ini ditandai dengan penurunan suasana
hati secara signifikan, sehingga penderita bipolar akan merasa sangat sedih,
cemas, sulit tidur, merasa bersalah, pesimis, dan cenderung putus asa. Jika
gejala ini makin parah, dikhawatirkan penderita dapat menyakiti dirinya sendiri
atau bahkan bunuh diri.
Fase depresi juga dapat membuat
penderita gangguan bipolar menjadi sulit untuk berkonsentrasi dan mengalami
penurunan daya ingat, sehingga tidak jarang prestasi atau produktivitas mereka
menjadi menurun.
Fase depresi juga dapat membuat
hubungan penderita bipolar dengan orang-orang terdekat menjadi rusak akibat
hilangnya minat penderita terhadap aktivitas sehari-hari dan menarik diri dari
kehidupan sosial.
Jika dilihat dari perputaran
episode suasana hati, ada beberapa penderita gangguan bipolar yang mengalami
periode normal di antara mania dan depresi. Meskipun begitu, ada sebagian
penderita yang mengalami perputaran cepat dari fase ke fase tanpa adanya
periode normal. Tiap fase yang tergolong parah dapat berlangsung hingga
beberapa minggu.
Pada gangguan bipolar, ada juga
penderita yang mengalami mania dan depresi secara bersamaan. Misalnya, ketika
penderita merasa sangat berenerjik, di saat bersamaan dirinya juga merasa
sangat sedih dan putus asa. Gejala yang jarang terjadi ini dinamakan dengan
periode campuran.
Penyebab Gangguan Bipolar
Hingga kini para ahli belum mengetahui penyebab
terjadinya gangguan bipolar. Namun penyakit bipolar diduga dapat terpicu oleh
beberapa faktor berikut ini:
·
Adanya gangguan pada produksi atau
keseimbangan zat-zat pengantar sinyal antar saraf di dalam otak, sehingga
kinerja saraf yang bertugas mengatur suasana hati menjadi terganggu.
·
Faktor genetika atau keturunan,
mengingat sebagian besar kasus gangguan bipolar dialami oleh mereka yang juga
memiliki saudara atau orang tua dengan kondisi yang sama.
Faktor
pemicu lain adalah stres. Banyak kasus gangguan bipolar yang terjadi pada
penderita yang sering mengalami tekanan dalam hidupnya, misalnya seperti
ditinggal mati oleh orang yang dicintai, perceraian, putus hubungan dengan
kekasih, tekanan di dalam keluarga, sekolah, atau dunia kerja, serta pengalaman
pelecehan.
Selain
stres, gaya hidup negatif diduga turut memiliki dampak terbentuknya gangguan
bipolar dalam diri seseorang, seperti misalnya kecanduan alkohol dan
penyalahgunaan obat-obatan.
Diagnosis Gangguan Bipolar
Setelah itu psikiater juga akan menanyakan mengenai riwayat kesehatan keluarga pasien, apakah dirinya memiliki kakak, adik, atau orang tua yang mengidap gangguan bipolar. Dokter juga mungkin akan melakukan tes urin dan tes darah untuk memastikan gejala yang diderita bukan karena penyakit lain seperti gangguan tiroid.
Selain dengan cara bertanya langsung terkait kondisi pasien, diagnosis juga bisa dilakukan dengan membaca data dari buku harian suasana hati. Melalui metode ini, pasien akan diberi tugas oleh psikiater untuk mencatat tentang suasana hati yang dirasakannya tiap hari, pola tidur, dan hal-hal lain yang terkait dengan kondisi kejiwaan pasien.
Jika seluruh keterangan sudah terkumpul, baik secara lisan maupun data dari buku harian suasana hati, maka penyimpulan bisa lebih mudah dilakukan. Keterangan lengkap juga akan membantu dokter dalam memberikan pengobatan yang tepat.
Pengobatan Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar membutuhkan pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu meski penderitanya sudah merasa sembuh, dokter biasanya tidak akan menghentikan pengobatan begitu saja hingga dirasa cukup.
Tujuan pengobatan jangka panjang bipolar adalah untuk menurunkan frekuensi terjadinya episode-episode mania dan depresi agar penderita dapat hidup secara normal dan membaur dengan orang-orang di sekitarnya. Selain langkah pencegahan kambuhnya salah satu fase bipolar, terdapat juga obat-obatan untuk menangani gejala-gejala ketika sedang kambuh.
Penderita bipolar akan dianjurkan untuk memperbaiki pola hidup, misalnya dengan cara berolahraga secara teratur, tidur yang cukup, dan mengadopsi pola makan yang lebih sehat.
Rencana pengobatan biasanya mencakup pemberian obat-obatan yang dikombinasikan dengan penanganan lain yang diperlukan, misalnya terapi psikologis.
Sebagian besar penderita gangguan bipolar dapat membaik tanpa harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Perujukan ke rumah sakit biasanya dilakukan jika gejala makin parah dan dikhawatirkan perilaku penderita dapat membahayakan orang lain atau dirinya sendiri, seperti misalnya bunuh diri.
a.
Obat-obatan
Ada sejumlah obat yang dapat digunakan untuk
mengobati gangguan bipolar, tergantung gejala serta riwayat kesehatan
masing-masing penderita, di antaranya:
·
Antikonvulsan, seperti misalnya lamotrigine dan
divalproex.Obat ini sebenarnya biasa digunakan untuk mengobati epilepsi, namun efeknya telah terbukti
efektif dalam menangani gangguan bipolar. Obat yang berfungsi sebagai penstabil
suasana hati jangka panjang ini juga digunakan untuk mengobati episode mania.
Beberapa efek samping penggunaan antikonvulsan di antaranya adalah:
·
Mengantuk.
·
Pusing.
·
Kenaikan beratbadan.
·
Lithium, yakni obat yang mampu mencegah
terjadinya gejala mania dan depresi serta menstabilkan suasana hati. Selama
penggunaan obat ini, tes darah untuk memeriksa kadar lithium di dalam tubuh
perlu dilakukan secara rutin. Hal tersebut untuk memastikan kadar lithium masih
dalam kisaran yang aman sehingga mencegah terjadinya efek samping serius berupa
gangguan pada ginjal dan kelenjar tiroid. Efek samping penggunaan lithium
lainnya adalah:
-
Gangguan pencernaan.
-
Mulut terasa kering.
-
Gelisah.
-
Muntah
-
Diare.
·
Antidepresan seperti flupxetine.
Pada beberapa penderita gangguan bipolar, obat pereda depresi ini dapat memicu
episode mania. Oleh karena itu antidepresan kerap dipasangkan dokter dengan
obat-obatan penstabil suasana hati. Salah satu efek samping penggunaan
antidepresan adalah menurunnya libido atau lemah syahwat.
·
Antipsikotik, misalnya olanzapine
dan ariprazol. Sama seperti obat-obatan antikonvulsan, antipsikotik
diresepkan untuk mengatasi episode mania dan juga efektif untuk menstabilkan
suasana hati. Beberapa efek samping penggunaan antipsikotik adalah.
-
Peningkatan detak jantung.
-
Penglihatan kabur.
-
Gemetar.
-
Mengantuk.
-
Kenaikan berat badan.
-
Penurunan daya ingat.
b. Terapi
psikologi.
Terapi psikologis untuk gangguan bipolar dapat
menunjang obat-obatan yang telah diberikan. Melalui metode ini diharapkan
kesembuhan pasien bisa tercapai secara lebih efektif.
Di dalam terapi psikologis, pasien akan dikenalkan
dengan masalah kejiwaan yang sedang mereka alami. Pasien juga akan diajak
mengidentifikasi hal-hal yang dapat memicu terjadinya episode suasana, baik itu
dalam bentuk pemikiran maupun perilaku pasien. Setelah faktor pemicu gejala
diketahui, psikiater atau ahli terapi akan membimbing pasien untuk mau mengubah
pemikiran dan perilaku negatif mereka tersebut menjadi positif. Melalui metode
yang dinamakan terapi perilaku kognitif ini, pasien juga akan diajari cara
menanggulangi stres secara efektif, serta diberi nasihat-nasihat seputar pola
makan, tidur, dan olahraga yang baik untuk kesehatan.
Tidak hanya pasien, keterlibatan keluarga dalam
terapi psikologis juga bisa sangat membantu. Tujuannya adalah agar keluarga
memahami kondisi yang dialami pasien sehingga bisa bekerja sama untuk
mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam rumah tangga yang mungkin saja
menjadi penyebab gangguan bipolar, serta mencari jalan keluarnya.
c.
Gangguan bipolar dankehamilan.
Merencanakan
kehamilan bagi penderita bipolar wanita merupakan hal yang tidak mudah karena
obat-obatan bipolar memiliki potensi efek samping dan dampaknya pada proses
kehamilan belum sepenuhnya diketahui. Perlu kerja sama antara sisi medis yang
menangani bipolar penderita dan kehamilannya.
Wanita hamil yang menderita
gangguan bipolar umumnya mengalami dilema. Di satu sisi, jika dirinya
mengonsumsi obat-obatan penenang suasana hati, maka janinnya bisa berisiko
mengalami cacat. Namun di sisi lain, jika obat-obatan tersebut tidak digunakan,
maka gejala gangguan bipolar wanita hamil tersebut bisa makin buruk.
Wanita yang sedang menyusui juga
menghadapi masalah yang sama karena sebagian besar obat gangguan bipolar dapat
terserap oleh ASI dan dikhawatirkan sang bayi bisa terkena efek samping dari
obat-obatan tersebut.
Sebagai jalan keluar dari
permasalahan tersebut, bicarakanlah pada dokter Anda untuk mendapatkan solusi
pengobatan yang tepat tanpa harus membahayakan kondisi bayi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar